MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN HAJI
Saya kira memang tidak mudah untuk memanej jamaah haji dengan jumlah yang sangat jumbo sebagaimana jamaah haji asal Indonesia. Bisa dibayangkan bahwa Kementerian Agama harus melayani dan melindungi jamaah haji yang jumlahnya enam kali lipat dibandingkan dengan jamaah haji asal Malaysia. Jika tidak mengalami pengurangan kuota, maka yang diberangkatkan haji oleh Kementerian Agama adalah sebanyak 212.000 jamaah haji. Akan tetapi karena pengurangan kuota sehingga Kementerian Agama hanya mengirim jamaah haji sebanyak 168.000 jamaah haji.
Jumlah jamaah haji yang banyak dan diikuti dengan tingkat usia yang tua, dan pendidikan yang rendah tentu menjadi variabel yang memerlukan aktivitas dan manajemen ekstra untuk melayani dan melindungi jamaah haji Indonesia. Saya kira Kementerian Agama sudah melakukan banyak hal terkait dengan pelayanan jamaah haji ini, akan tetapi ternyata memang masih didapati beberapa hal yang menjadi constrain di dalam implementasinya.
Selalu masih ada masalah yang terkait dengan pelayanan haji dimaksud. Pada pelaksanaan pelayanan haji tahun ini ternyata juga terdapat masalah berkaitan dengan pemondokan di Madinah dan transprotasi di Mekkah. Untuk mengurus pemondokan di Madinah sudah dilakukan MoU dengan sejumlah Majmuah atau asosiasi pemondokan di Madinah. Di dalam MoU itu tentu saja sudah disepakti bahwa penempatan pemondokan jamaah haji Indonesia akan ditempatkan di dalam wilayah Markaziyah, yang jarak tempuh dengan Masjid Nabawi adalah kurang dari tiga kilo meter.
Namun kenyataannya bahwa Majmuah tersebut wanprestasi sebab mereka menempatkan jamaah haji Indonesia di luar wilayah Markaziyah yang jarak tempuhnya tiga sampai empat kilo meter. Jamaah haji Indonesia yang kebanyakan berusia tua, maka jarak tempuh dengan Masjid Nabawi akan membawa konsekuensi ketidaklancaran dalam melakukan shalat arbain, yang sangat dipentingkan oleh jamaah haji Indonesia. Tuntutan Kementerian Agama untuk melayani jamaah haji Indonesia dengan Bus Shalawat sebagai kompensasi wanprestasi juga tidak bisa menyelesaikan masalah.
Demikian pula pelayanan transportasi di Mekkah. Masih juga terdapat masalah terkait dengan ketepatan waktu dan jumlah bus yang seharusnya melayani jamaah haji Indonesia. Jika dikaji, sesungguhnya semuanya sudah dilakukan persiapan yang sangat baik. Akan tetapi masih ada kendala yang seperti ini. Ternyata bahwa mengurus jamaah haji yang banyak dalam waktu bersamaan dan dalam suasana yang crowded tentu juga menjadi variabel yang bisa saja menggagalkan perencanaan yang sangat baik tersebut.
Berbagai masalah yang dihadapi oleh Kementerian Agama dewasa ini, kiranya menjadi perhatian semua elemen pejabat di Kementerian Agama. Maknya berbagai perbaikan juga sudah diupayakan. Di antara perbaikan yang mendasar adalah mengenai sisa kuota yang pernah menjadi masalah. Pada masa lalu, kuota yang tersisa diberikan kepada jamaah yang siap membayar dalam waktu yang terbatas tanpa melihat apakah mereka berada dalam urutan berangkat ataukan tidak.
Pada tahun ini, sisa kuota bisa diminimalisasikan. Di antara strategi yang digunakan adalah dengan memperpanjang waktu pelunasan. Melalui perpanjangan waktu pelunasan dan terkait dengan percepatan penyelesaian visa di Arab Saudi, maka problem sisa kuota bisa diatasi dengan baik. Dengan hanya sebanyak sembilan orang quota jamaah yang tidak terisi tentu bisa memberikan gambaran bahwa masalah sisa kuota nyaris tidak ada masalah.
Selain itu juga terdapat penghematan yang cukup besar. Berdasarkan renegosiasi antara Kementerian Agama dengan Majmuah di Madinah, maka terdapat pengurangan anggaran penyewaan pemondokan sebesar Rp140 milyar. Meskipun kemudian ada masalah terkait dengan pemondokan di Madinah karena wanprestasi para majmuah, akan tetapi secara umum bahwa pelaksanaan pemondokan tahun ini tentu jauh lebih baik.
Melalui berbagai upaya untuk mengembangkan pelayanan setarap lebih baik, maka terhadap yang ditempatkan di pemondokan yang berada di luar Markaziyah dengan jarak tiga kilometer sampai empat kilometer, maka Menteri Agama sudah membuat PMA tentang keharusan untuk memberikan ganti rugi bagi para jamaah haji dimaksud. Melalui PMA ini, maka para jamaah haji akan merasa diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan dalam kerangka memberikan pelayanan dan perlindungan yang lebih baik bagi jamaah haji.
Sebagaimana yang sering saya ungkapkan bahwa perbaikan pelayanan haji terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Dan melalui upaya ini semoga kepuasan pelanggan jamaah haji juga akan meningkat. Mereka akan merasakan bagaimana pemerintah memberi perlindungan dan melayani kaum jamaah haji.
Lalu, semuanya tentu dikembalikan kepada Allah jika usaha yang sudah dilakukan sangat baik, dan ternyata ada kendala di lapangan. Semoga jamaah haji kita tetap memiliki kesabaran yang ternyata sangat dianjurkan di dalam pelaksamaam ibadah haji.
Wallau a’lam bi al shawab.