RUU PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DISAHKAN
Saya merasakan bahwa perumusan Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji (UU-PKH) merupakan salah satu solusi yang cerdas di dalam kerangka memperbaiki citra Kementerian Agama di dalam melaksanakan tugas negara untuk mengirim jamaah haji ke tanah suci.
Dengan keberadaan Badan khusus yang mengelola keuangan haji, maka Kementerian Agama tentu berperan untuk melaksanakan tugas atau menjalankan amanah ibadah haji bagi masyarakat. Saya tidak sependapat jika dinyatakan bahwa badan khusus sebagai operator pelaksanaan ibadah haji dan Kementerian Agama sebagai regulator pelaksanaan ibadah haji. Menurut saya hal ini kiranya merupakan pemikiran yang kurang tepat.
Tugas pemerintah adalah penyelenggara ibadah haji dan memberikan perlindungan terhadap jamaah haji. Makanya pemerintah sesuai dengan fungsinya adalah sebagai operator sebagaimana pemerintah sebagai operator seluruh program negara yang dibebankan kepadanya. Makanya yang dibutuhkan adalah siapa yang sesungguhnya menjadi operator keuangan haji, sehingga keuangan haji dapat dimanej dengan akuntabel dan transparan.
Lahirnya UU-PKH saya kira adalah bagian untuk menempatkan fungsi masing-masing di dalam penyelenggaraan ibadah haji. Kementerian Agama dengan segenap jajaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) adalah sebagai penyelenggara ibadahnya, sedangkan BPKH adalah pengelola keuangannya. Dengan pembagian seperti ini, maka masing-masing akan berfokus di dalam perannya masing-masing.
Saya tentu sangat bergembira dengan selesainya perumusan RUU-PKH yang melalui jalan berliku. Meskipun pembahasannya alot, akan tetapi akhirnya menemui jalan yang mulus di dalam pembahasan tingkat I (Raker menteri dengan DPR) sebab tidak ada dissenting opinion dari Mini Fraksi di Komisi VIII DPR RI. Bahkan di dalam pembahasan Tingkat II (Paripurna DPR RI), akhirnya semua fraksi juga secara bulat menyatakan bahwa RUU-PKH dapat diputuskan menjadi UU-PKH.
Melalui undang-undang ini tentu ada perubahan yang sangat mendasar. Perubahan tersebut misalnya terletak pada penggunaan Rekening BPKH QQ Calon Jamaah Haji. Dengan memberikan QQ pada rekening tersebut, maka keuangan haji dapat dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan kemudian juga Virtual Account yang menjamin bahwa calon jamaah haji akan dapat melihat seberapa besaran nilai manfaat dari uang setoran awal calon jamaah haji.
Selain itu, keuangan haji juga dapat diinvestasikan untuk kepentingan pengembangan dananya, misalnya dapat diinvestasikan di dalam maupun luar negeri. Jadi, misalnya dapat diinvestasikan untuk mendirikan hotel, emas, dan investasi lain yang sesuai dengan syariat Islam. Akan tetapi harus ada sejumlah dua kali lipat dana haji yang terus menerus dapat didayagunakan untuk pembiayaan haji. Dana ini harus berada dalam nuansa on call. Jika dibutuhkan maka dapat didayagunakan.
Kita sungguh berharap bahwa dengan disahkannya UU-PKH, tanggal 26/10/2014, maka akan dapat menjadi jembatan emas penyelenggaraan Ibadah Haji yang akuntabel dan transparan. Jika selama ini, Kementerian Agama selalu menjadi sasaran tembak bagi mereka yang menginginkan swastanisasi haji atau pemisahan pengelolaan haji dari Kementerian Agama atau adanya keinginan untuk memBUMNkan ibadah haji, maka dengan lahirnya UU-PKH, maka diharapkan bahwa pengelolaan haji akan lebih terjamin.
Kita sungguh merasakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian Agama sesungguhnya merupakan problem akuntabilitas dan transparansi yang kemudian mengakumulasi pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan ibadah haji. Bahkan meskipun hasil survey BPS menyatakan bahwa kepuasan pelanggan jamaah haji meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi tetap saja bahwa masyarakat tidak mempercayai perbaikan demi perbaikan yang dilakukan di dalam pelaksanaan haji.
Saya merasakan kebahagiaan yang luar biasa dengan pembahasan RUU-PKH menjadi UU-PKH. Berkat kerja sama yang sangat baik antara Panja pemerintah yang terdiri dari berbagai kementerian dan juga Panja Komisi VIII DPR RI, maka RUU-PKH dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kepada Pak Lukman Hakim Saefuddin (Menteri Agama), Pak Moh. Yasin (Irjen Kemenag), Pak Ramadlan, Pak Hasan, Pak Gunaryo, Pak Roesdiyanto, Bu Pocut, Pak Adi Kresna, Pak Sahlan dan segenap jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian PAN & RB, Kementerian Hukum dan HAM dan Kemenko Kesra serta Kementerian Agama, tentu semua memiliki sumbangan yang tidak kecil.
Saya berkeyakinan dengan pengelolaan keuangan haji yang professional, transparan dan akuntabel, maka citra keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji akan dapat ditingkatkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.