• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MERUMUSKAN RUU PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

Dalam rentang waktu yang nyaris bersamaan, sebagai Ketua Panja Pemerintah, saya  bersama tim dari kementerian-kementerian lain harus membahas dua undang-undang sekaligus, yaitu RUU-JPH dan RUU-PKH. Rencana Undang-Undang  Pengelolaan Keuangan Haji (RUU-PKH) sesungguhnya juga sudah lama dibicarakan. Bahkan naskahnya sudah ditandatangani oleh tiga menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri PAN&RB dan Menteri Keuangan. Naskah ini tentunya dianggap sudah final. Namun akhirnya harus dibongkar  disebabkan ada hal-hal baru yang harus diadaptasi di dalam RUU ini.

RUU-PKH ini nyaris dianggap selesai sebab sudah ada kesepakatan Panja Pemerintah dan Panja Komisi VIII DPR RI untuk memasukkannya di dalam pembicaraan tingkat II di Paripurna DPR RI. Namun demikian,  kesepakatan tersebut harus direvisi ulang sehubungan dengan terjadinya berbagai masalah yang terkait dengan pengelolaan keuangan haji dan juga penyelenggaraan haji.

Bahkan Komisi VIII DPR RI juga sudah mengajukan pembahasan atau revisi terhadap Undang-Undang Penyelenggaraan Haji, Nomor 13 Tahun 2008. Atas inisiatif Komisi VIII, maka UU No 13 tahun 2008 harus dibenahi karena dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan masyarakat terkait dengan penyelenggaraan haji. Di antara tuntutan tersebut adalah keinginan untuk memisahkan regulator dengan operator.

Saya tidak tahu berasal dari mana istilah regulator dan operator penyelenggaraan ibadah haji tersebut, akan tetapi yang jelas ada tuntutan agar Kementerian Agama tidak lagi menjadi penyelenggara ibadah haji, dan penyelenggaranya adalah sebuah Badan Khusus yang memiliki kemampuan untuk menjadi operator pelaksanaan haji, sementara Kementerian Agama hanya sebagai regulator pelaksanaan ibadah haji.

Bahkan kalau saya baca selintas tentang naskah akademis untuk perubahan UU No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji, maka dapat diketahui bahwa hampir seluruh nara sumber yang dijadikan sebagai informan untuk perubahan terhadap undang-undang ini juga menghendaki adanya pemisahan regulator dan operator tersebut. Dan hanya sedikit yang menyatakan sebaliknya. Jadi memang kelihatan ada skenario untuk pemisahan tersebut. Yang lebih transparan juga beberapa media yang menyatakan bahwa Kementerian Agama tidak lagi layak untuk menyelenggarakan ibadah haji. Harus ada semacam BUMN atau Badan yang mengelola penyelenggaraan ibadah haji.

Di tengah gerakan pemikiran yang simpang siur ini, maka pembahasan  RUU-PKH kembali mencuat. Alasannya adalah disebabkan Surpres untuk Revisi UU No. 13 Tahun 2008 belum keluar, sehingga lebih baik membahas RUU-PKH yang sudah nyaris selesai. Dengan pemikiran seperti ini, maka peluang untuk membahas RUU-PKH kembali dapat dipastikan.

Akhirnya, pembahasan pun diteruskan. Yang menarik bahwa pembahasan  RUU ini tentu tidak dimulai dari awal. Ada pasal atau ayat yang sudah disepakati, ada pasal atau ayat yang hanya membutuhkan perubahan redaksi dan ada pasal atau ayat yang membutuhkan perubahan substansi. Dua yang di depan tentu tidak usah dibicarakan lagi, sebab tinggal menunggu kerja tim teknis Panja Pemerintah dan Panja Komisi VIII DPR RI untuk mengerjakannya.

Yang dibahas adalah pasal atau ayat yang membutuhkan perubahan substansial, dan jumlahnya cukup banyak yaitu 44 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Ternyata tidak juga mudah untuk menyelesaikannya. Perbedatannya sangat panjang. Ada empat hal yang sangat krusial untuk dibahas terkait dengan substansi ini. Pertama, tentang bentuk lembaganya. Bentuk lembaga ini sangat spesifik sebab berada di antara BPJPS baik Jaminan Sosial Kesehatan maupun Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan  Komisi atau Badan yang berada di bawah pemerintahan.

Kedua, struktur kelembagaan dan persyaratannya. Sebagai badan yang bertanggungjawab kepada Presiden, maka lembaga ini memiliki dua struktur yaitu Badan Pelaksana dan Dewan pengawas. Keduanya apakah sejajar ataukah perlu ada pimpinan yang mengendalikan keduanya. Lalu, juga persyaratan yang melekat pada proses rekruitmennya, dan juga persyaratan profesionalitas sebagai lembaga non pemerintah yang mengelola jumlah uang yang sangat besar dan harus menginvestasikannya di dunia bisnis maupun lainnya.

Ketiga, pendayagunaan dana awal setoran haji serta pemanfaatannya untuk kegiatan bisnis dan bagaimana seharusnya memperlakukan nilai manfaat dari dana setoran awal tersebut. Selama ini dana setoran awal tersebut disimpan di Bank pemerintah dan juga Bank Syariah yang ditunjuk oleh pemerintah. Lalu, nilai manfaat dana tersebut digunakan untuk pembiayaan haji atau subsidi bagi jamaah haji yang sudah waktunya berangkat. Jika dihitung, bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) perorang adalah sebesar Rp53 juta, sedangkan pembayaran yang dilakukan oleh jamaah haji adalah sebesar Rp36 juta, sehingga pemerintah memberikan subsidi haji sebesar Rp17 juta  perorang. Dana subsidi tersebut diperoleh dari nilai manfaat dana setoran awal tersebut.

Keempat, pemikiran tentang perlunya untuk memberikan dana nilai manfaat setoran awal tersebut untuk calon jamaah haji. Ada banyak pertanyaan tentang ke mana larinya uang nilai manfaat dana setoran awal calon jamaah haji yang bertahun-tahun tersebut. Jika jamaah haji menyetorkan dana setoran awal sebesar Rp25 juta, apakah dalam waktu 15 tahun juga akan tetap pada nilai Rp25 juta ataukah seharusnya bertambah. Perdebatan ini yang memakan waktu cukup panjang dan harus menghadirkan praktisi perbankan untuk memberikan gambaran secara mendalam.

Kelima, perdebatan tentang bagaimana seharusnya mengelola keuangan haji untuk ditasarufkan bagi investasi. Perdebatan ini sangat penting mengingat bahwa di dalam RUU-PKH ini diinginkan bahwa BPKH adalah lembaga independen yang memiliki kewenangan untuk menginvestasikan keuangan haji dari berbagai macam sumbernya untuk sebesar-besar kemanfaatan bagi masyarakat Islam. Meskipun alot, akan tetapi pembahasan RUU-PKH terus dilaksanakan dengan berbagai macam upaya untuk menyelesaikannya. Dan melalui upaya keras, maka  pembahasan demi pembahasan pun mencapai titik keberhasilannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini