• December 2024
    M T W T F S S
    « Nov    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    3031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AKHIRNYA RUU JPH DIUNDANGKAN (1)

Ada kebahagiaan yang membuncah setelah proses panjang penyusunan RUU Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) bisa diselesaikan dalam Raker Menteri dengan Komisi VIII DPR RI, tanggal 22/09/2014. Kegembiraan tersebut tentunya mengingat perjalanan panjang RUU-JPH yang sudah cukup lama. Menurut informasi sudah digagas pada waktu periode DPR RI tahun 2005-2009 yang lalu dan kemudian dibahas oleh DPR RI bersama pemerintah pada periode 2009-2014.

Lalu, pada tanggal 26/09/2014 RUU tersebut dapat disetujui untuk diundangkan dalam sidang  Paripurna DPR RI dan yang menarik adalah persetujuan didapatkan dari semua fraksi di DPR RI. Semua fraksi menyatakan setuju dengan naskah RUU tersebut untuk diangkat menjadi undang-undang. Penyusunan RUU-JPH yang membutuhkan waktu lama tersebut akhirnya disahkan menjadi undang-undang pada saat yang tepat.

Perjalanan panjang perumusan RUU-JPH tentu terkait dengan tarik menarik kepentingan yang terus mengedepan dan belum bisa didamaikan. Tarikan kepentingan tersebut menyangkut dua hal yang sangat mendasar, yaitu tentang peranan MUI di dalam JPH ini dan juga sifat pengaturan  JPH apakah voluntary atau mandatory. Dua hal ini saja yang menyita perhatian dan tidak bisa diselesaikan selama bertahun-tahun.

Untunglah bahwa di akhir masa jabatan DPR RI ternyata bisa ditemukan solusi yang sedikit bisa menjadi jalan keluar. Dua kepentingan yang berbeda, bahwa MUI berkeinginan untuk  mengelola seluruh pemeriksaan jaminan halal versus organisasi sosial keagamaan yang tentunya menganggap tidak boleh ada diskriminasi dan kemutlakan penyelenggaraan jaminan produk halal menempel pada satu organisasi tertentu.

Keduanya tentu memiliki alasan yang sama kuat. MUI dengan pengalaman dan penunjukan yang diberikan oleh Kementerian Agama sebagai penyelenggara pemeriksaan produk halal dan telah bekerja selama 25 tahun tentu merasa bahwa pemeriksaan produk halal adalah kewenangannya. Sementara itu organisasi sosial keagamaan lain, menganggap bahwa di dalam undang-undang tidak boleh ada perbedaan perlakuan terhadap semua elemen organisasi sosial keagamaan. Undang-undang  harus menempatkan dirinya untuk semua komponen bangsa dan bukan hanya untuk segelintir atau sekelompok orang.

Perdebatan inilah yang membuat perumusan RUU-JPH terkendala. Namun akhirnya kesepakatan pun bisa didapatkan melalui usulan saya bahwa peran MUI bisa ditampung di dalam proses pemeriksaan halal, melalui kerjasama antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan pihak lain. Jadi bukan penyerahan pemeriksaan produk halal kepada MUI tetapi juga tidak meninggalkan MUI sebagai lembaga yang memiliki pengalaman dan pernah memiliki kewenangan untuk pemeriksaan produk halal.

Saya ungkapkan bahwa MUI bisa bersama dengan BPJPH untuk terlibat di dalam pemeriksaan produk, mendiskusikan hasil pemeriksaan lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan juga mengeluarkan surat keputusan bahwa suatu produk halal atau tidak halal. Pikiran ini akhirnya diakomodasi oleh seluruh Panja DPR dan juga Panja Pemerintah. Melalui konsep ini, maka peran MUI akan tetap terakomodir di dalam pemeriksaan produk halal tetapi juga tidak gigantic dan powerfull.

Organisasi lain diberi keleluasaan untuk membuat LPH. Selama yang bersangkutan adalah lembaga yang berbadan hukum, maka dipastikan melalui undang-undang ini akan  bisa menjadi lembaga pemeriksa halal asalkan sudah memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang di dalam undang-undang. Dengan diundangkannya Jaminan Produk Halal, maka kepastian hukum untuk mengonsumsi produk halal bukan lagi sebagai sebuah impian di negara berpenduduk mayoritas muslim ini, akan tetapi akan dapat menjadi kenyataan.

Perdebatan demi perdebatan yang menjadi ciri khas di dalam perumusan perundang-undangan terasa menjadi bumbu penyedap di dalamnya. Ada logika, ada tekanan, ada juga penjelasan yang terkadang sulit dipahami dan juga terkadang ada jalan keluar yang secara tiba-tiba muncul. Semua itu menggambarkan dinamika perumusan perundang-undangan yang terjadi. Melalui jalan berliku yang seperti itu, akhirnya RUU-JPH ini disepakati.

Saya sungguh berharap bahwa semua kalangan dapat menerima kompromi yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI ini. MUI tentu diharapkan dapat memahami bahwa undang-undang ini harus berlaku dan bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat, sehingga tidak ada diskriminasi dan juga peminggiran bagi yang lain. Makanya format kerja sama antara BPJPH dengan MUI dan juga kalangan professional lainnya yang terlibat di dalam proses pemeriksaan produk halal akan sangat berguna.

Di sisi lain, organisasi sosial keagamaan dan masyarakat juga memahami bahwa undang-undang ini harus menjadi pedoman bagi semua pengusaha dan masyarakat dalam memperlakukan produk. Semuanya diberi peluang untuk menjadi lembaga pemeriksa halal. BPJPH yang nanti akan diisi oleh orang professional tentu dipastikan akan bekerja secara professional, sehingga hasil kerja mereka tentu akan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan pasti.

Oleh karena itu tentu yang diharapkan adalah kearifan semua kalangan untuk memastikan bahwa undang-undang ini akan berlaku efektif semenjak lima tahun yang akan datang. Waktu sela inilah yang diharapkan akan menjadi wahana untuk melakukan persiapan bagi pelaksanaan undang-undang ini.

Kita harus melakukan sosialisasi, membuat peraturan-peraturan di bawahnya, merumuskan pedomannya, membentuk BPJPH, memperbanyak auditor halal, memperbanyak jumlah penyelia halal, melengkapi infrastruktur hingga menyiapkan lembaga pemeriksa halal. Semua harus dilakukan secara simultan agar kala nanti undang-undang ini berlaku efektif, maka semuanya sudah siap.

Melalui undang-undang ini diharapkan ke depan akan lahir “Gerakan Nasional Cinta Produk Halal” atau “Gerakan Masyarakat Halal Indonesia” yang akan menjadi betapa pentingnya makanan, minuman, kosmetik, obat, produk kimia, biologi dan juga barang gunaan memiliki kepastian halalnya bagi umat Islam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini