PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PUSAT ARSIP
PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PUSAT ARSIP
Selama ini, yang dianggap sebagai pusat arsip, naskah dan dokumen lainnya hanyalah Kantor Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan Museum. Ketiganya inilah yang menyandang label sebagai lembaga yang menyelenggarakam layanan kearsipan, baik yang berupa buku, naskah administratif, lukisan, gambar, patung, relief dan sebagainya.
Saya berkesempatan untuk berbicara di dalam forum pertemuan para peserta konsultasi tentang kearsipan dari perguruan tinggi Islam se Indonesia di Surabaya, tepatnya di Hotel Aston Premiere. Ada sebanyak 40 orang yang mengikuti acara penting ini dan juga sejumlah panitia lainnya.
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi pusat arsip, sebab perguruan tinggi merupakan pusat belajar yang paling penting dalam kerangka pengembangan SDM. Di tempat inilah akan dihasilkan para intelektual atau akademisi yang seharusnya memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang disiplin keilmuannya. Dan bidang lain yang diminatinya.
Beberapa perguruan tinggi di luar negeri, seperti Leiden University tentu sangat terkenal karena pusat arsipnya yang mendunia. Jika kita ingin tahu tentang naskah-naskah kuno yang berasal dari berbagai negara, maka datanglah ke universitas ini. Naskah-naskah yang dikumpulkan bersamaan dengan masa penjajahan, ternyata menjadi kekayaan yang tidak ternilai harganya.
Itulah sebabnya kala seseorang akan menulis sejarah Indonesia dan dunia masa lalu yang terjadi di Nusantara, maka yang bersangkutan tidak bisa meninggalkan kajian literature di beberapa universitas di Belanda. Naskah-naskah yang ditulis oleh ulama Nusantara di masa lalu, seperti tulisan Syamsudin Sumaterani atau Nuruddin Ar Raniri, tulisan Sunan Bonang atau Sunan Kudus, tulisan para pujangga di masa lalu, maka harus melakukan pelacakan di sini.
Sungguh dunia kearsipan sudah menjadi perhatian mereka di kala masyarakat kita sedang berjuang untuk membebaskan diri dari kaum penjajah ini. Para professor di Belanda, Inggris dan Perancis sudah memiliki kesadaran akan arti pentingnya arsip, sementara kita memperlakukannya masih sebagai barang berharga yang bernilai magis. Ada perbedaan perlakuan antara masyarakat kita di masa lalu dengan para penjajah dalam memandang arsip.
Kita tidak bisa menduga berapa banyaknya arsip dari negeri kita yang diusung ke Belanda dan juga Inggris. Saya kira banyak sekali naskah-naskah bernilai sejarah yang telah menjadi kekayaan intelektual di negeri orang tersebut. Bahkan di era sekarang juga banyak naskah kuno yang diperjualbelikan ke negara tetangga untuk dijadikan sebagai kazanah intelektual di kalangan mereka.
Berdasar atas kenyataan ini, maka saya berpikir bahwa seharusnya PTAIN dapat menjadi pusat arsip. Ada tiga hal yang mendasari pemikiran ini. Pertama, lembaga pendidikan adalah pusat penelitian dan pengabdian masyarakat. Sebagai pusat kajian, maka PTAIN harus menjadikan hasil kajian dalam bentuk laporan penelitian atau laporan pengabdian masyarakat sebagai kekayaan intelektual penting. Ada banyak riset yang outstanding yang semestinya bisa menjadi kekayaan intelektual di PTAIN. Demikian pula dengan laporan pengabdian masyarakat dan sebagainya. Skripsi, tesis dan disertasi tentu juga menjadi bagian kekayaan intelektual yang sangat berharga.
Kedua, banyaknya seminar, simposium, diskusi dan sebagainya yang diselenggarakan oleh PTAIN tentu juga bisa menjadi bagian dari kekayaan intelektual yang tidak bisa diabaikan. Saya tentu berharap bahwa hasil seminar atau diskusi akan dapat dijadikan sebagai bahan naskah penting untuk menggambarkan keberadaan dan perkembangan pemikiran intelektual yang terjadi. Jika ada orang yang mengkaji sejarah dinamika pemikiran di dalam lembaga pendidikan, maka arsip-arsip tersebut yang berbicara.
Tidak hanya laporan seminar, akan tetapi karya mahasiswa juga menjadi penting untuk diarsipkan. Para dosen memiliki kewajiban untuk mengarsipkan seluruh karya mahasiswa di dalam lingkup PTAIN. Kehebatan dari Universitas Petra Surabaya sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan rich files terlengkap adalah karena kemauan para dosen dan mahasiswa untuk mendokumentasikan karya-karyanya di dalam websites PTU tersebut.
Ketiga, perpustakaan PTAIN juga sangat penting untuk mendokumentasikan seluruh naskah yang terdapat di PTAIN dan juga naskah dari luar yang didapatkannya. Kalau kita lihat Perpustakaan Nasional Melbourne atau Perpustakaan Alexandria di Mesir dan juga Perpustakaan di Iran, maka bisa menggambarkan betapa perpustakaan bisa menjadi center of archives. Perpustakaan menjadi pusat segala informasi yang terkait dengan pendidikan dan dunia sosial lainnya. Di perpustakaan Alexandria, misalnya didapati Surat-Surat Nabi Muhammad SAW kepada Raja Habsyi, Raja Iran dan sebagainya.
Makanya, perpustakaan hakikatnya adalah sumber informasi yang utama bagi insan akademis. Oleh karena itu sering saya nyatakan bahwa salah satu pilar dan kekuatan PTAIN adalah kelengkapan perpustakaannya. Bukan sekedar koleksinya yang hebat dan lengkap akan tetapi juga sistem pelayanannya.
Ke depan sungguh kita berharap agar para pustakawan dan arsiparis benar-benar menjadi motor bagi “Gerakan Menjadikan PTAIN sebagai Pusat Arsip” atau bisa disingkat GP3A. Kiranya bukan sesuatu yang mustahil.
Wallahu a’lam bi al shawab.
