• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS KERJA (2)

MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS KERJA (2)

Istilah ini tentu saja muncul spontanitas kala saya menjawab pertanyaan dari Ketua Jurusan Filsafat Agama Hindu, Dr. Tiwi Etika, yang merupakan doktor lulusan universitas di India.  Ada pertanyaan yang sangat menarik darinya terkait dengan pendidikan ke depan. Baginya, bahwa pendidikan di Indonesia perlu direkonstruksi agar tidak kalah dengan pendidikan di Malaysia dan juga India yang selangkah lebih maju dibanding pendidikan kita.

Ketika saya menjawab pertanyaan ini, saya teringat dengan ungkapan Pak Daoed Joesoef, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Era Orde Baru. Beliau tampaknya gerah dengan perbincangan di media sosial, bahwa pendidikan akan dipisahkan dengan kebudayaan. Bahkan adanya issue akan menjadikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.    Makanya, sebagai pengantar tulisan Beliau di Kompas, “Jangan Mempermainkan Pendidikan” (17/09/2014) dinyatakannya bahwa “jangan main-main dengan pendidikan”. Pernyataan ini menurut saya sangat keras. Beliau tidak hanya mewanti-wanti agar kita hati-hati, akan tetapi sudah merupakan peringatan keras bagi mereka yang miring memandang pendidikan.

Pendidikan memang tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan. Melakuan pemisahan di antara keduanya, sama dengan mengamputasi antara kepala dangan badan. Kebudayaan adalah badan dengan hati di dalamnya, karena dia adalah pedoman yang menjadi acuan  semua tindakan, sedangkan badan adalah kepala dengan otak dan intelektualitasnya. Keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak bisa dipisahkan.

Pendidikan tentu akan menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas, berkualitas dan professional, sedangkan kebudayaan merupakan bagaimana manusia menghargai terhadap tindakan untuk menemukan sesuatu yang baik, yang momot nilai atau value laden. Dengan Kebudayaan akan membantu manusia untuk menemukan jati dirinya dan bukan sekedar menemukan kemampuan intelektualnya.

Pendidikan yang hanya menghasilkan manusia pintar dan cerdas intelektualitasnya, maka tentu telah tercerabut dari nilai kebudayaan yang sesungguhnya. Bukankah kebudayaan mengajarkan kepada kita agar kita memiliki integritas,  spiritualitas dan juga berbagai nilai kebaikan. Tidak ada satupun kebudayaan di dunia ini yang tidak mengajarkan tentang hal tersebut. Mungkin hanya kebudayaan material dan atheis saja yang tidak mengajarkan akan arti pentingnya Tuhan, agama dan spiritualitas.

Kebudayaan mengajarkan  ketidakterpisahan antara materialitas dan spiritualitas. Kemenyatuan body and soul, kemenyatuan antara materi dan immateri, kemenyatuan antara jasmani dan rohani. Di dalam diri manusia terdapat unsur “spiritualitasnya.” Dengan demikian, manusia merupakan suatu makhluk yang utuh dengan sifat kemanusiaannya.

Tugas  lembaga pendidikan  adalah untuk  menyatukan dua hal sekaligus, yaitu tugas pendidikan dan kebudayaan. Di dalam hal ini, maka tugas institusi pendidikan adalah untuk mengembangkan perilaku yang didasari oleh pendidikan yang berada di dalam koridor kebudayaan. Kebudayaan sebagai pedoman bagi tindakan tentu menjadi basis dari proses untuk mengubah perilaku manusia yang melalui  pendidikan.

Di antara wujud nyata dari relasi antara pendidikan dan kebudayaan di dalam praktik sehari-hari adalah pendidikan karakter. Kita sungguh bersyukur bahwa melalui pendidikan karakter tersebut, maka kiranya generasi yang akan datang akan dapat menjadi generasi unggulan bangsa. Tanpa peandidikan karakter yang benar bisa saja generasi yang akan datang akan dapat menjadi generasi the losser.

Lembaga pendidikan tentu tidak hanya menghasilkan orang yang professional di dalam pekerjaannya. Akan tetapi juga memiliki spirit untuk menjaga harkat dan martabat kemanusiaannya. Di dalam kerangka ini maka pendidikan yang utuh dan unggul adalah lembaga pendidikan yang selain bisa menghasilkan orang yang professional di dalam kerjanya juga yang memiliki kesadaran untuk menjadi bagian dari umat manusia secara utuh.

Pendidikan diharapkan akan menghasilkan manusia yang utuh dan sempurna dengan kekuatan profesionalnya dan juga keagungan karakter atau akhlaknya. Di dalam konteks inilah maka lembaga pendidikan akan menghasilkan  yang saya sebut sebagai spiritualisasi kerja.   Orang yang memiliki etos kerja tinggi, professional dan pekerja keras,  akan tetapi juga memiliki karakter sebagai dasar pijak di dalam menjalankan profesinya.

Lembaga pendidikan seperti ini akan terbentuk manakala segenap komponen lembaga pendidikan tersebut memiliki kesadaran untuk menyeimbangkan antara kemampuan intelektual, emosional dan spiritual. Jika diambil salah satunya, maka akan menghasilkan pendidikan yang timpang dan tidak utuh.

Oleh karena itu, kembali kepada peringatan Pak Daoed Joesoef, maka pendidikan jangan dipisahkan dari kebudayaan, sebab keduanya akan bisa menghasilkan manusia teladan, manusia paripurna yang tidak hanya menguasai kemampuan profesinya, akan tetapi juga karakter unggul atau akhlak al karimah.

Kiranya memang tetap dibutuhkan kebijakan yang tidak memandang pendidikan hanya sebagai proses mencetak tukang, akan tetapi mencetak manusia unggul yang pasti akan berguna bagi nusa, bangsa dan agama.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini