• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGEMBANGKAN SPIRITUALISASI KERJA (1)

MENGEMBANGKAN SPIRITUALISASI KERJA (1)

Saya bersyukur sebab bisa menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Palangkaraya dan juga memberikan pembekalan kepada para pejabat di lingkungan Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka sengaja dikumpulkan oleh Pak Kakanwil Kalteng untuk memperoleh pembinaan tentang kepegawaian.

Rasa syukur saya juga membuncah, sebab dua hari sebelumnya ternyata kabut tebal memaksa pesawat udara untuk mendarat di Banjarmasin dan baru bisa terbang ke Palangkaraya kala kabut tipis dan pesawat bisa mendarat. Makanya, acara di dua tempat ini bisa berjalan lancar sebab cuaca hari ini sangat cerah dan kabut seakan pergi begitu saja.

Hadir di dalam acara ini adalah Ketua STAHN Palangkaraya, Prof. Dr. I Ketut Subagiasta, para wakil Ketua, Direktur Pascasarjana, para dosen, ketua Jurusan, dan para mahasiswa program SI, dan S2 STAHN, Ketua STAIN Palangkaraya, Dr. Ibnu, Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Palangkaraya yang diwakili oleh Kabag Umum dan seluruh sivitas akademika STAHN Palangkaraya.

Saya memberikan beberapa hal yang terkait dengan “Strategi Pengembangan SDM dalam Pembangunan Bangsa.”  Di  dalam pengembangan SDM untuk pembangunan bangsa ternyata masih terdapat sejumlah tantangan yang tidak ringan. Pertama, adalah tantangan rendahnya kualitas SDM Indonesia yang disebabkan oleh disparitas pendidikan di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan hinga hari ini tetap dianggap sebagai satu-satunya instrument untuk mengembangkan kualitas SDM yang andal. Peringkat Indeks Pengembangan SDM (Human Development Index) kita hingga hari ini masih berada di level 128 dari seluruh Negara di dunia. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas SDM kita sungguh belumlah memberikan gambaran kemajuan yang memadai.

Di sejumlah daerah di Jawa, misalnya, sudah memberikan gambaran yang maju, akan tetapi di beberapa wilayah di luar Jawa, khususnya di Indonesia Timur, masih menggambarkan ketertinggalan dalam pengembangan SDM. Dengan menggunakan ukuran pendidikan sebagai indicator utama pengembangan SDM, maka dapat diketahui dengan jelas bagaimana kualitas SDM kita tersebut. Kala kemampuan baca dan tulis, penguasaan sains dan teknologi kita rendah, maka dapat dipastikan bahwa SDM kita juga rendah. Dari seluruh Negara yang tergabung di dalam OECD, maka kita berada dalam peringkat 49 dari 50 negara yang disurvey. Jadi, kualitas SDM kita memang masih compang-camping.

Kedua, sebagai dampak ikutan rendahnya kualitas pendidikan, maka kesiapan tenaga kerja bangsa kita juga rendah. Lembaga pendidikan belum mampu menjadi katalisator bagi kemajuan tenaga kerja kita. Ada kesenjangan antara apa yang diberikan oleh lembaga pendidikan dengan tuntutan kerja dan ketenagakerjaan di sekeliling kita. Pendidikan semestinya memberikan solusi terhadap kebutuhan akan tuntutan dunia kerja dan bukan sebaliknya untuk membebani terhadap ketenagakerjaan.

Lembaga pendidikan seharusnya memberikan tidak hanya kemampuan “hard skilled” akan tetapi juga “soft skilled” agar terdapat kesiapan alumni lembaga pendidikan untuk memasuki dan bersaing dengan tenaga asing yang secara pasti akan memasuki “kawasan” negeri kita. Bayangkan dengan AFTA saja kita akan bisa menjadi kedodoran jika tidak disiapkan secara memadai tentang bagaimana kualitas pendidikan kita. Makanya, peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal mutlak jika kita ingin bisa bersaing dengan negara lain di era kebebasan ini.

Kita pernah memiliki rencana strategis yang sangat baik, yaitu nation’s  competitiveness. Daya saing bangsa harus terus dipicu dan dipacu. Dan sebagai pengungkit terbesarnya adalah pendidikan. Pendidikan harus memiliki roh untuk memajukan bangsa. Pendidikan yang tidak memiliki visi untuk kemajuan bangsa,  maka akan menjadikan pendidikan hanya sebagai kegiatan rutin untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,  akan tetapi terlepas dari spirit untuk membangun peradaban manusia.

Dunia pendidikan haruslah menjadi leverage bagi pengembangan kehidupan bangsa untuk terus maju dan berkemampuan untuk berkompetisi dengan negara dan masyarakat lain. Pendidikan harus membebaskan manusia dari ketergantungan dan keterkungkungan. Melalui pendidikan yang membebaskan maka pendidikan akan dapat menjadi instrument untuk memperoleh dan menciptakan pekerjaan.

Jadi pendidikan bukan menciptakan generasi yang tidak berdaya menghadapi persaingan atau kompetisi,  akan tetapi menghasilkan generasi yang berani menatap masa depan dengan tangan terkepal dan maju ke muka.

Pendidikan yang benar menurut saya bukan hanya menghasilkan manusia dengan kemampuan professional-material, akan tetapi juga menghasilkan kemampouan professional-spiritual. Yaitu menghasilkan manusia yang memiliki elan vital untuk maju dengan tetap berpegang teguh pada dimensi spiritual yang mendasari kerjanya tersebut.

Pendidikan akan menghasilkan teknokrat dan birokrat yang unggul dalam profesinya,  akan tetapi juga mendasarkan semua kemajuan dan keahliannya tersebut pada koridor tetap mengedepankan spiritualitas yang adiluhung. Jadi, pendidikan tidak tercerabut dari akar budaya dan spiritualitas bangsanya yang selama ini menjadi kekuatannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini