• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PESANTREN DI TENGAH PERUBAHAN (1)

Saya merasakan  kekaguman kala menjejakkan kaki ke pesantren-pesantren di Indonesia. Lembaga pendidikan Islam yang sering dikonotasikan sebagai lembaga pendidikan tradisional ini, ternyata sudah berubah dengan perubahan yang luar biasa. Pesantren ternyata sudah menjadi lembaga pendidikan modern dengan berbagai atributnya.

Sabtu, 16 Agustus 2014 saya mendatangi acara “Pekan Ta’aruf, Olah Raga Seni dan Kepramukaan” yang diselenggarakan oleh  Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan. Kelelahan dari acara di Yogyakarta tentang “Sinkronisasi Pendataan Pusat dan Daerah untuk Program Pendidikan Islam” semalam ternyata menjadi tidak terasa begitu menjejakkan kaki di pesantren ini.

Dengan bangunan modern, serta keberadaan toko swalayan di bagian depan pesantren rasanya memang menggambarkan bahwa kepekaan pesantren terhadap kewirausahaan tentulah sangat menonjol. Bahkan tanahnya di luar Jawa yang seluas 650 ha, maka 250 ha di antaranya ditanami sawit. Menurut Kyai Machrus  bahwa pesantren harus mandiri tidak boleh menggantungkan diri kepada orang lain, bahkan kepada pemerintah.

Pesantren Darunnajah adalah prototipe pesantren di wilayah perkotaan yang berkembang dengan pesat. Didirikan 40 tahun lalu, dan kini sudah menjadi pesantren yang beranak-pinak menjadi puluhan  pesantren,  baik di Jawa maupun luar Jawa. Seluruh pesantren mengembangkan ciri khas pendidikan Islam yang sama, sesuai dengan ciri khas pendidikan pesantren.

Di Pesantren Darunnajah Ulujami ini, terdapat sebanyak 2500 santri dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan juga terdapat santri dari Thailand, Suriname, Timor Leste, dan Malaysia. Meskipun mereka berasal dari luar negeri, akan tetapi mereka membaur dengan para santri dari dalam negeri.

Acara Ta’aruf dan Pekan Olahraga, Seni dan Kepramukaan ini merupakan acara khas Pesantren Darunnajah. Jika di lembaga pendidikan lain acara ini dijadikan sebagai arena perpeloncoan yang tidak jarang menghasilkan kekerasan, namun di sini justru menjadi ajang bagi kreativitas seni dan olah raga serta kepramukaan. Di dalam marsnya, dinyatakan: “men sana ini corpore sano,  jiwa yang sehat terdapat di dalam fisik  kuat, belajar menjadi lebih giat, siap untuk mengabdi kepada umat”. Yang menarik juga bahwa seluruh kepanitiaan dilakukan oleh santri.

Pesantren ini didirikan oleh tiga orang kyai, dan sekarang yang masih hidup adalah Kyai Machrus Amin, yang dibantu oleh Kyai Sofwan Manaf sebagai Ketua Dewan pimpinan Pesantren, sedangkan Kyai Syaifuddin Arif sebagai ketua yayasan. Dengan pembagian seperti ini, maka masing-masing memfokuskan diri pada tugas masing-masing.

Kyai Machrus adalah sosok kyai yang memiliki kharisma yang sangat kuat. Dengan kemampuannya yang sangat memadai tentang dunia pesantren dan juga wawasan kebangsaan, maka beliau mengembangkan kepramukaan di pesantren dan sekaligus menjadi ajang untuk pengembangan wawasan bela negara. Melalui  pengembangan wawasan Bela Negara di pesantren ini, maka Kyai Machrus memperoleh penghargaan dari Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan sebagai tokoh penggerak Pramuka dan bela Negara.

Menurut penuturan Kyai Machrus, bahwa ketika beliau berusia belasan tahun, maka beliau sudah diajak berjuang oleh ayahnya. Pengalaman itulah yang membekas di dalam kehidupannya, sehingga beliau mencetuskan gagasan untuk melakukan gerakan Bela Negara melalui kepramukaan. Bahkan riwayat hidupnya, juga dibukukan oleh Kwartir Nasional, sebagai Tokoh Gerakan Pramuka.

Acara yang diselenggarakan ini juga diikuti oleh para santri dari seluruh perwakilan. Masing-masing perwakilan sebanyak 20 orang. Dari Bengkulu, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat dan DKI semua terlibat di dalam acara ini. Mereka mewakili daerah pesantrennya masing-masing di dalam kegiatan Lomba Seni, Olahraga dan Kepramukaan. Bagi para pemenang diberi penghargaan tidak membayar SPP ada yang setahun, enam bulan dan tiga bulan. Sedangkan para guru teladan juga memperoleh penghargaan sebesar masing-masing Rp750.000,-.

Saya tentu merasa terhormat karena dikalungi sorban oleh Kyai Machrus dan juga diangkat menjadi Guru Kehormatan. Bagi saya penghormatan ini tentu memiliki makna penting bukan hanya sebagai pemberian simbolik akan tetapi adalah memiliki tanggungjawab untuk terlibat secara tidak langsung maupun langsung bagi pengembangan pesantren ini.

Ada satu hal yang menurut saya luar biasa adalah ketahanan para santri untuk mengikuti acara ini. Mereka berdiri semenjak jam 09.00 WIB sampai siang hari jam 11.00 kala saya pulang. Padahal acara masih terus berlangsung dengan berbagai atraksi yang merupakan kreasi para santri. Ada pementasan senam kebugaran jasmani yang diikuti oleh santriwati. Kata Kyai, bahwa senam ini adalah kreasi para santri sendiri. Selain itu juga ada tarian Selamat Datang Jakarta, pencak silat yang diperagakan oleh para santri dan sebagainya.

Acara ini dihadiri oleh para orangtua santri, seluruh guru, pimpinan pesantren dan seluruh santri yang mukim di sini. Sungguh bagi kita, pesantren merupakan tempat yang sangat relevan untuk menumbuhkan tunas bangsa di masa yang akan datang agar menjadi generasi Indonesia yang lebih baik.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

 

Categories: Opini