PESANTREN DAN KEPEDULIAN DAKWAH
Sebenarnya, Senin, 11/08/2014, saya harus ke Makasar, akan tetapi saya tiba-tiba diundang oleh Kyai Mudatsir Badrudin dari Pondok Pesantren Miftahul Ulum Penyeppen, Pamekasan, Madura. Maka, saya batalkan keberangkatan saya ke Makassar dan memenuhi undangan kyai kharismatis tersebut.
Saya sudah yang ketiga kalinya datang di pesantren ini. Dan setiap saya datang selalu ada yang baru. Kemarin saya kagum sebab di sebelah pesantren saya dapati waduk berisi air yang menjadi sumber pengairan dan sumber air bagi santri dan para petani. Selain tentu saja adalah perkembangan asrama-asrama pesantren yang baru. Maklumlah bahwa pesantren ini sudah terkenal sebagai pesantren dengan pengembangan pengetahuan keislaman dan kemoderenan.
Tentu saja ada yang menarik dari acara ini sehingga saya mengharuskan diri untuk hadir, yaitu upacara pelepasan da’i atau guru tugas ke beberapa wilayah di Indonesia, Madura, Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Cukup banyak da’i atau guru tugas yang dikirim, 300 orang dengan variasi tingkat pendidikannya. Ada sebanyak 30 persen yang lulus strata satu, sedangkan lainnya adalah lulusan pesantren dengan tingkat pengetahuan agama yang cukup memadai. Mereka yang dikirim ke medan dakwah atau medan pendidikan tersebut hanya digaji Rp150.000,- perbulan.
Hadir di acara ini, adalah Kyai Badrudin Mudatsir, KH. Muchdor Abdullah, Kakankemenag Kabupaten Pamekasan, Camat, Kapolsek dan juga kepala desa serta Badkom dari seluruh Madura. Selain itu juga para orang tua dan wali santri yang akan ditugaskan ke medan dakwah dimaksud.
Di dalam acara ini terdapat ba’iat yang dipimpin langsung oleh Kyai Mudatsir. Ba’iat tersebut memberikan gambaran tentang tiga hal, yaitu: agar para da’i atau guru tugas menjaga marwah pesantren, kyai dan masyarakat. Kedua, agar para guru tugas atau da’i dapat melaksanakan tugas dengan ikhlas dan tanggungjawab. Ketiga, agar santri yang berangkat ke medan dakwah dan pendidikan dapat menjadi penjaga Islam yang rahmatan lil alamin atau Islam ala ahli sunnah wal jamaah. Acara ba’iat yang dilakukan dengan berdiri ini diikuti dengan khusyuk dan tawadhu’ kepada kyai.
Di dalam sambutannya Kyai Mudatsir menyatakan bahwa pengiriman guru tugas atau da’i ini memang menjadi bagian dari kewajiban para santri. Mereka harus melakukan pengabdian ke pesantren atau lembaga-lembaga Islam yang memang membutuhkan mereka. Program ini dilakukan secara terus menerus dan silih berganti. Artinya, jika ada guru atau da’i yang dibutuhkan di daerah lain, maka guru atau da’i tersebut akan diganti dengan yang lain.
Setelah semua berpidato –biasa di dunia pesantren yang memberi pidato banyak—maka saya diberi kesempatan untuk menyampaikan pidato singkat. Sebenarnya saya ingin banyak memberikan arahan atau taushiyah kepada para santri tugas, namun karena jam sudah menunjukkan pukul 13.00 wib, maka saya hanya berpidato selama 40 menit. Sayang memang.
Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam kesempatan ini. Pertama, apresiasi terhadap pengiriman tenaga da’i atau guru tugas ini. Sebagaimana yang saya sampaikan saat saya diwawancarai oleh Metro TV bahwa tugas kementerian dan organisasi keagamaan adalah mengirimkan tenaga da’i yang memiliki komitmen untuk mengembangkan Islam yang rahmatan lil alamin. Di tengah gencarnya gerakan ISIS, maka praksis yang seharusnya dijadikan sebagai penangkalnya adalah dengan pengiriman tenaga da’i yang memanggul tugas untuk mengembangkan Islam yang rahmah. Jangan pernah ada di antara santri dari pesantren yang berbaiat kepada ISIS yang dipimpin oleh Abubakar al Baghdadi. Saya yakin bahwa alumni pesantren yang sehaluan dengan Pesantren Miftahul Ulum akan tetap dan terus berada di dalam koridor Islam rahmah.
Kedua, menjaga NKRI. Tugas bangsa Indonesia yang salah satunya harus dilakukan oleh santri adalah untuk menjaga keberlangsungan Indonesia dengan terus menerus memupuk dan mempertahankan NKRI. Para da’i haruslah memupuk penegakan Pancasila dan UUD 1945. Jangan pernah berageser kaki kita sedikitpun dari Islam rahmah yang sudah menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara yang sah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh KH. Asep Saifuddin dalam pidatonya di depan para santri yang memperoleh beasiswa santri berprestasi dinyatakan bahwa sekali saja kita berpikir akan mendirikan Negara dengan dasar selain Pancasila, maka robohlah Indonesia.
Ketiga, peran pesantren dalam mendukung kemerdekaan bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan membangun kecerdasan pikiran dan hati, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual adalah hal yang sangat membanggakan. Melalui pesantren pendidikan karakter bangsa akan dapat diejawantahkan. Pesantren selama ini telah menjadi garda depan di dalam mendidik masyarakat dan bangsa Indonesia untuk beragama secara benar. Beragama dalam konteks kebangsaan Indonesia.
Memang tidak diragukan peran pesantren di dalam membangun bangsa Indonesia. Islam Indonesia yang ramah dan damai adalah sumbangan terbesar pesantren bagi bangsa Indonesia. Dan kiranya juga tidak salah jika banyak pemimpin dunia dan organisasi internasional yang menyatakan bahwa jika ingin belajar Islam yang damai dan menyelamatkan tidak ada lain kecuali di Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.