• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ISIS DAN RESPON KITA (2)

Seminar dan silaturahim yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama kali ini memang menarik minat hampir seluruh media, baik televisi, radio dan surat kabar. Makanya, setelah acara pembukaan seminar, maka seluruh media mengikuti dengan seksama penjelasan  Menag, Pak Lukman Hakim Saifuddin, dan juga Ketua MUI, Prof. Dien Syamsudin dalam acara press release.

Di dalam al Qur’an  kata dawlah tidak disebut secara spesifik dan tidak dimaksudkan sebagai bentuk Negara. Kata dawlah dipakai di dalam sistem pemerintahan barulah pada masa kekhalifahan Bani Muawiyah dan Abbasiyah dan seterusnya. Kala Nabi Muhammad saw memimpin umat Islam dan juga Khulafaur Rasyidun juga tidak menggunakan kata dawlah tersebut. Lalu, pada masa sekarang kata Dawlah Islamiyah diletakkan dalam konteks Negara Islam.  Dan pemimpinnya disebut sebagai khalifah. Maka ISIS menjadikan Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah yang didambakan untuk memimpin kekhalifahan di dunia.

Di dalam penjelasannya, Prof. Dien Syamsudin memberikan gambaran bahwa ISIS sesungguhnya adalah jelmaan dari organisasi teroris lainnya, yaitu Al Qaida yang pernah dipimpin oleh Usamah bin Laden. Gerakan ini semula dihidupkan oleh Amerika Serikat untuk melawan Rusia di dalam perang Afghanistan. Jadi sebenarnya gerakan Al Qaidah dibesarkan oleh Amerika. Bahkan dahulu, ada sebanyak puluhan anak-anak muda Indonesia yang direkrut untuk menjadi kaum jihadis di dalam perang Amerika melawan Rusia. Di antara mereka itu, ada yang menjadi pimpinan organisasi Islam dan ada pula yang terus menjadi kelompok yang  melakukan jihad dalam konteks pemikirannya.

Ada dua hal yang penting, pertama, factor eksternal. Sebagai gerakan teroris, gerakan ISIS tentu tidak berdiri sendiri. Jika menggunakan konsep penyebab terjadinya gerakan-gerakan ini, maka bisa dirunut dari dimensi dunia yang tidak adil yang diciptakan oleh Negara-negara barat. Kalau dilihat misalnya, bagaimana dengan perang yang terus bergejolak di Gaza, yang mengakibatkan keterpinggiran Palestina, lalu perang di Afghanistan, perang di Irak, di Chechnya, dan sebagainya adalah contoh tentang betapa ketidakadilan dunia.

Ketidakadilan dunia di dalam politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan dan juga budaya yang diciptakan oleh orang barat kenyataannya menjadi penyebab terjadinya kemarahan yang luar biasa dari mereka yang lalu disebut sebagai gerakan radikal ini. Ketidakadilan ini  terus dipelihara dan juga diciptakan, sehingga hal tersebut juga terus terjadi di wilayah-wilayah yang memang menjadi target mereka. Selama masih terdapat kenyataan seperti ini, maka terorisme akan terus ada dan perdamaian juga tidak akan terdapat di dalamnya.

Kedua, factor internal. Secara empiris dapat diketahui bahwa mereka yang terlibat dan menjadi sasaran pembinaan kaum teroris adalah daerah yang miskin, tertinggal dan terbelakang. Makanya, pemerintah perlu hadir untuk mengentaskan kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan ini. Selama kemiskinan masih mendera terhadap masyarakat kita, maka selama itu pula bahwa peluang para teroris untuk membina masyarakat kita akan terus terjadi.

Pak Dien juga menyatakan bahwa di dalam menghadapi ISIS ini kita serius tetapi santai. Dan yang menarik juga karena adanya ISIS menjadikan kita bersatu untuk bersama-sama merespon secara positif. Hanya saja semestinya respon kita itu tidak berupa kekagetan, akan tetapi sistematis. Makanya seharusnya BNPT itu juga menjadi lembaga yang ad hoc saja.

Namun demikian,  agar tidak berupa respon kekagetan, maka kita harus tahu siapa saja yang disebut sebagai teroris tersebut. Melalui kejelasan siapa saja sebenarnya itu, maka kita bisa melakukan pembinaan secara memadai. Selama ini jika organisasi social keagamaan mau melakukan pembinaan, maka tidak diketahui siapa mereka sesungguhnya. Data yang akurat tentang para teroris tentu akan membantu tentang bagaimana secara preventif mereka akan bisa dibina.

Di dalam menghadapi kaum teroris ini, maka sikap MUI dan juga sikap umat Islam Indonesia yang mengedepankan Islam rahmatan lil alamin sudah jelas, yaitu: pertama, menyatakan bahwa gerakan Islam yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan seperti terror adalah gerakan yang justru akan merusak Islam sendiri. MUI menolak keras dan mengharamkan terhadap terorisme.

Kedua, pembinaan terhadap pelaku terorisme harus dilakukan dengan  kebersamaan dan keberlanjutan. Kiranya tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Itulah sebabnya, pemberantasan terhadap tindakan para teroris juga harus dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, sehingga tidak terkesan sebagai respon kekagetan.

Jadi memang haruslah ada sinergi antar berbagai segmen masyarakat, instansi pemerintah dan organisasi keagamaan, bahkan social dan politik, sehingga penyelesaian terhadap terorisme tersebut lebih komprehensif.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini