ISIS DAN RESPON KITA (1)
Saya mestinya harus ke Surabaya, sebab pada hari Sabtu, 09/08/2014 ada kegiatan yang saya rasa penting yaitu acara reuni Alumni Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel –kini UIN Sunan Ampel—yang diselenggarakan di Auditorium UIN Sunan Ampel. Saya sesungguhnya diwanti-wanti agar datang, sebab hadir pula Jendral Dr. Ahmad Yani Basuki, yang sekarang menjabat Staf Khusus Presiden SBY, bidang Logistik.
Tetapi karena di kantor ada acara yang juga sangat penting, yaitu Silaturrahim dan Seminar Nasional tentang Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dalam kaitannya dengan NKRI dan Islam Rahmatan lil Alamin, maka kepulangan ke Surabaya harus saya tunda. Seminar ini tentu sangat penting sebab isu tentang ISIS menjadi headline media akhir-akhir ini. Pemberitaan yang gencar tentang pengiriman kaum jihadis ke Iraq atau Syria dan juga pembaiatan yang dilakukan di beberapa daerah untuk setia kepada ISIS tentu memantik reaksi yang luar biasa besar dari segenap elemen masyarakat.
Saya sebenarnya sudah pernah diwawancarai oleh Metro TV dan kemudian juga bisa dilihat di You Tube tentang pandangan saya selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Agama. Saat itu saya nyatakan bahwa ISIS adalah fenomena radikalisme agama yang merupakan gerakan kaum Jihadis atau kaum takfiri yang menganggap bahwa individu atau kelompok yang bukan kelompoknya adalah kaum yang salah. Halal untuk diperangi atau dibunuh.
ISIS yang memperoleh dukungan dari sedikit orang Indonesia tentu disebabkan karena ada genealogi yang mengikat di antara mereka. Kelompok Jihadis yang menginginkan terbentuknya Negara Islam menemui kesempatan untuk mengekspresikan keyakinannya bahwa ISIS adalah cikal bakal terbentuknya kekhilafahan dunia. Abu Bakar al Baghdadi dianggap dan diyakini sebagai khalifah yang akan membangun kekhalifahan Islam.
Mereka yang sependapat untuk mendukung ISIS kemudian melakukan baiat untuk mendukung dan bersedia untuk dikirim berjihad di Iraq atau Syria. Acara baiat ini dilakukan salah satunya di Wisma Syahidah milik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan penuturan Prof. Dr. Amsal Bachtiar, bahwa ijinnya adalah untuk menyelenggarakan seminar, maka pimpinan UIN tidak mencurigai terhadap acara ini. Pimpinan UIN baru tahu kala terjadi pemberitaan bahwa di kampus UIN dilaksanakan baiat mendukung ISIS.
Sebagai Gerakan radikal, ISIS tentu memiliki genealogi dengan gerakan radikal lainnya. Cikal bakalnya adalah Gerakan terorisme Al Qaidah pimpinan Usamah Ibn Laden. Pasca kematian Usamah maka terdapat faksi-faksi yang kemudian salah satunya adalah ISIS yang semula bernama ISIL atau Islamic State of Iraq and Levant. Di dalam perkembangannya, maka ISIS kemudian menjelma menjadi kekuatan separatis dan teroris yang mengguncang dunia karena dukungan dari berbagai kalangan.
Seminar yang dihadiri oleh pejabat dari berbagai lembaga, seperti dari pejabat militer, kepolisian, BNPT, Kemenko Kesra, organisasi social keagamaan dan juga pejabat-pejabat Kementerian Agama ini dibuka oleh Menteri Agama RI, Bapak Lukman Hakim Saifuddin. Di dalam sambutannya, Pak Menteri menyatakan bahwa acara silaturrahim ini diselenggarakan bukan dalam kaitannya dengan adanya tudingan tentang konspirasi mengenai ISIS, atau maksud tertentu terkait dengan pilpres, gugatan ke Mahkamah Konstitusi atau lainnya, akan tetapi semata-mata dilakukan untuk memberikan penegasan mengenai posisi umat Islam Indonesia. Di dalam kenyataannya mayoritas umat Islam Indonesia adalah yang beragama dengan model Islam rahmatan lil alamin.
Menurut Beliau, bahwa Pemerintah sudah final di dalam menyikapi terhadap semua gerakan radikal apalagi yang membawa misi untuk mendirikan Negara Islam. Bagi kita, bahwa semua bentuk keinginan untuk mendirikan Negara Islam di atas Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, NKRI dan Binneka tunggal Ika adalah penyelewengan yang tidak bisa ditoleransi. Jika ada warga Negara yang melakukannya, maka dia telah bertindak subversif.
Tentu saja tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk berbaiat kepada ISIS adalah tindakan yang melanggar undang-undang. Makanya, pemerintah juga harus bertindak tegas terhadap mereka. Siapapun yang melakukan tindakan makar haruslah dihukum sebagaimana aturan yang berlaku.
Seminar ini tentu relevan di dalam kerangka untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas melalui para ulama agar jangan sampai umat Islam Indonesia terprovokasi dengan gerakan-gerakan teror yang berbalut agama. Apalagi agama Islam.
Jadi, kita semua harus meningkatkan kewaspadaan terutama di dalam menghadapi ideologi gerakan trans-nasional yang belum tentu hal itu sesuai dan relevan bagi bangsa dan masyarakat Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.