HALAL BIHALAL SEBAGAI SARANA SALING MEMAAFKAN
Saya sungguh merasakan bahwa lebaran tahun ini amat special bagi saya, salah satunya adalah diundang untuk memberikan ceramah dalam acara halal bil halal yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Surabaya (ITS). Saya tentu tidak tahu apa yang menyebabkan saya diundang untuk memberikan ceramah tersebut. Pastilah karena saya orang Kementerian Agama.
Sehari sebelumnya saya juga menghadiri acara halal bil halal yang diselenggarakan oleh Bank Tabungan Negara (BTN). Hadir di dalam acara ini adalah seluruh jajaran pimpinan BTN dan juga staf. Pak Maryono tentu hadir di dalam acara ini. Saya datang bersama dengan Kabiro Keuangan, Syihabuddin Latief. Dan sebelumnya Pak Wamenag, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA juga hadir di tempat ini.
Acara halal bil halal memang merupakan tradisi Indonesia. Tidak terdapat acara ini di Negara-negara lain , termasuk di Saudi Arabia. Acara halal bil halal tidak dijumpai di Negara asal agama Islam itu. Makanya, acara ini sering disebut sebagai acara keagamaan khas Indonesia. Acara ini merupakan pemaduan antara ajaran agama dan budaya di Indonesia.
Islam memang menganjurkan untuk saling bersilaturrahim. Ada banyak teks yang menganjurkan untuk melakukannya. Sabda Nabi Muhammad saw., “barang siapa percaya kepada Allah dan hari kiyamat, hendaknya melakukan silaturrahim”. Jadi memang ada anjuran Nabi Muhammad saw untuk melakukannya. Akan tetapi bagaimana cara melakukannya maka diserahkan kepada kemampuan manusianya.
Bisa dilakukan secara sendiri-sendiri dan bisa juga dilakukan secara berjamaah. Jadi, tidak ada alasan untuk menyatakan acara halal bil halal adalah sesuatu yang mengada-ada dan tidak ada pedomannya di dalam Islam.
Di Indonesia kemudian muncul acara halal bil halal yang diselenggarakan dengan mengemas secara bersamaan dan menggunakan Bani A atau Bani B dan seterusnya. Istilah bani menunjukan kepada keturunan. Misalnya ketika disebut sebagai Bani Adam, maka berarti keturunan Nabi Adam alaihis salam. Jadi, acara halal bil halal Bani Ismail berarti halal bil halal keturunan Ismail. Demikian seterusnya.
Sebagai tradisi keagamaan yang berbalut budaya, maka halal bil halal sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat maupun birokrasi. Itulah sebabnya hampir keseluruhan lembaga pemerintah maupun swasta menyelenggarakan acara ini. Pastilah bahwa acara seperti ini dilakukan dengan mengusung tema-tema keagamaan. Ada musik padang pasir, ada musik rebana, ada musik marawis atau ada musik melayu dan sebagainya. Demikian pula ada penceramah agamanya dan acara-acara keagamaan lainnya.
Demikian pula acara yang diselenggarakan di ITS ini. Acaranya juga berbalut dengan tradisi dan keagamaan sekaligus. Inti mendasarnya adalah saling meminta maaf antara satu dengan lainnya. Pimpinan meminta maaf kepada staf dan staf juga meminta maaf kepada pimpinan. Acara halal bil halal adalah acara menjalin kebersamaan di antara kita. Di dalam kehidupan ini maka tidak ada kata aku, atau kamu, ana atau antum, tetapi kita. Makanya, acara halal bil halal adalah membahas kekitaan dan bukan keakuan atau kekamuan.
Melalui acara halal bil halal kita diingatkan agar terus membangun silaturrahim, dengan upaya terus menerus untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk menjdi hambanya yang bertaqwa dan dapat masuk surga. Luasan surga tersebut adalah seluas langit dan bumi. Di antara tanda-tandanya adalah orang yang suka berinfaq di jalan Allah, mampu menahan hawa nafsu amarah dan saling memaafkan.
Di dalam al Qur’an, surat Ali Imron, ayat 133 disebutkan bahwa “wa sari’u ila maghfiratin min rabbikum wajannatin ‘ardhuha sawatu wal ardhu ‘u’idat lil muttaqin. Alladzina yunfikuna fis sarrai wadh dharrai wal kadhimina ghaidha wal ‘afina ‘anin nas wallahu yuhibbul muhsinin.” Artinya, “dan bersegerelah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang yang berinfaq baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Allah menciptakan manusia di dalam aneka warna kulit, suku, ras, bahasa dan agama yang berbeda-beda. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, lelaki perempuan, tua muda, hidup mati dan sebagainya. Disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka Allah memberikan instrument agar manusia saling memahami perbedaan dan memaafkan jika terjadi saling ketidaksukaan, ketidaksamaan dan ketidakserasian atau bahkan kesalahan.
Dengan diciptakan berbeda tersebut, maka manusia yang baik bukanlah dari etnis atau suku atau bangsa tertentu, akan tetapi manusia yang baik adalah yang paling bertaqwa kepada Allah swt. Jadi Allah telah membuat suatu terobosan yang indah bahwa bukanlah kesukuan, kebangsaan atau keetnisan tertentu sebagai manusia terbaik akan tetapi adalah taqwanya.
Oleh karena itulah maka momentum untuk saling memaafkan, untuk saling memberikan support dan saling memahami antara satu dengan lainnya melalui acara halal bil halal seperti ini menjadi sangat penting.
Saya kira tradisi khas Islam Indonesia ini merupakan suatu tradisi yang sangat baik dan bisa dilestarikan sebagai bagian dari ekspressi pelaksanaan ajaran Islam yang memang menghendaki silaturrahim untuk membangun islah, saling memaafkan dan kebaikan.
Faman ‘afa fa ashlaha fa ajrahu ‘indallah.
Wallahu a’lam bi al shawab.