• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TUJUAN AKHIR PELAYANAN ADALAH KEBAHAGIAAN

Di dalam banyak kesempatan untuk memberikan arahan dalam pertemuan di Sekretariat Jenderal Kementerian Agama maupun di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, selalu saya tekankan bahwa tujuan didirikannya birokrasi adalah untuk memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan.

Pelanggan sebagaimana yang kita ketahui terdiri dari dua kelompok, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kepuasan pelanggan internal akan terjadi manakala para karyawan di tempat kerjanya akan merasa puas dengan pelayanan birokrasi di dalamnya, sedangkan pelanggan eksternal juga akan merasa puas jika pelayanan kepada mereka (masyarakat pelanggan) dilakukan dengan sangat baik dan memuaskan.

Kepuasan merupakan kondisi fisik dan psikhis yang merasa nyaman, senang dan aman terhadap stimuli dari luar dirinya maupun stimuli dari dalam dirinya. Seseorang akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan dari luar dirinya ataupun  pencapaian di dalam dirinya sesuai dengan harapannya.

Namun demikian, sesungguhnya kepuasan bukanlah tujuan akhir pelayanan birokrasi. Tujuan final dari semuanya adalah untuk mencapai kebahagiaan. Jika kita memberikan pelayanan kepada para pelanggan,  maka kedua belah pihak akan merasa bahagia. Jika kita sebagai pelayan masyarakat dan  tidak bisa melakukannya dengan baik, maka sesungguhnya kita telah mengalami kegagalan.

Secara umum, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia lebih meningkat dibanding tahun sebelumnya. Survey yang dilakukan terhadap sebanyak 9.720 orang dan menghasilkan indeks 65,11 dan indeks ini  berada di dalam level “bahagia”.

Ada 10 indikator yang digunakan untuk memahami tentang “kebahagiaan”, yaitu: kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kondisi lingkungan, kondisi keamanan, hubungan sosial, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, kondisi rumah dan asset.

Dari 10 indikator ini ternyata diketahui bahwa seluruhnya adalah bercorak materialistis. Artinya tidak ada yang terkait dengan aspek non-materi yang dijadikan sebagai indikator kebahagiaan tersebut. Makanya, saya sering menyatakan bahwa mestinya untuk mengukur kebahagiaan bukan hanya dari aspek materi, sebagaimana ukuran di atas, akan tetapi seharusnya juga menggunakan ukuran nonmateri yang juga menjadi aspek mendasar dari kehidupan manusia.

Selama ini, sebuah negeri yang sudah menggunakan ukuran nonmateri untuk mengukur kebahagiaan adalah Negeri Buthan. Sebuah negara di Kaki Gunung  Himalaya, dengan agama Budhisme sebagai agama masyarakatnya. Di negeri ini juga terdapat kuil tertinggi di dunia, sebagai tempat pemujaan terhadap Budha Gautama, sebagai tokoh utama panutan di dalam tradisi agama ini. Masyarakat  Buthan adalah penduduk dengan tingkat kebahagiaan terbaik di dunia.

Apakah masyarakat Indonesia sudah menikmati kebahagiaan sebagaimana yang diharapkan? Berdasarkan ukuran Badan Pusat Statistik (BPS), maka penduduk Indonesia sudah bahagia. Artinya, meskipun masih banyak kendala kehidupan dan tantangan kehidupan yang relatif banyak, misalnya kemiskinan, akan tetapi ternyata mereka sudah cukup bahagia.

Sesungguhnya, kebahagiaan adalah hak setiap manusia di manapun keberadaannya. Sesuai dengan doa yang terus dikumandangkan dan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, “Rabbana atina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah waqina adzaban nar”.

Jadi setiap orang menginginkan kondisi bahagia itu. Di dalam kebahagiaan tersebut tentu ada aspek rasa puas, rasa aman, rasa nyaman,  rasa damai dan rasa sejahtera.   Sesungguhnya bahagia itu lebih banyak sebagai fenomena rasa atau dimensi dalam diri manusia. Jadi bukan hanya aspek fisik belaka akan tetapi lebih merupakan fenomena dalam diri manusia.

Di dalam hal pelayanan dunia birokrasi, jika kita yang dilayani, maka kita merasa senang, puas dan nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh partner kita. Artinya, bahwa proses yang terjadi di dalam pelayanan dan juga hasil layanannya dapat memberikan kepada kita mengenai rasa aman, nyaman, puas dan terpenuhi keinginan kita.

Jika kita yang melayani, maka kita juga merasa senang, puas dan nyaman dengan pemberian layanan kepada mitra kita. Artinya bahwa proses pelayanan dan hasil pelayanan yang kita berikan tersebut dapat memberikan rasa aman, nyaman, puas dan bisa memenuhi terhadap para pelanggan kita.

Jika seandainya, kita umpamakan bahwa diri kita itu adalah pelayan toko, maka kita akan puas kalau mampu “memanjakan” para pelanggan kita, sehingga para pelangan akan merasakan kepuasan atas pelayanan kita. Para pelanggan kita akan datang dan terus datang ke toko kita karena senyuman dan ucapan kita yang membuat para pelanggan akan merasakan kenyamanan dan kepuasan.

Dengan demikian, sebagai pelayan maka kita akan berterima kasih karena ada pelanggan yang memerlukan bantuan atau pelayanan kita. Oleh karena itu, kita mestilah merasa nyaman, senang dan puas ketika kita dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari hari ke hari.

Jadi bukan hanya pelanggan yang merasa puas dengan pelayanan kita, akan tetapi kita juga merasakan kepuasan karena bisa melayani para pelanggan kita. Dan kebahagiaan akan muncul  sebagai akibat dari pemberian pelayanan tersebut.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini