MENCERMATI SIDANG ITSBAT (2)
Sudah beberapa tahun terakhir ini saya terlibat di dalam siding itsbat. Tentu saja ini dalam kaitannya dengan posisi saya sebagai pejabat Kementerian Agama yang memang harus care terhadap peristiwa penting di dalam acara ritual Islam. Sidang ini memiliki nilai strategis, sebab memang sangat menentukan terhadap persoalan mendasar yaitu ibadah kepada Allah swt.
Siding itsbat yang dipimpin oleh Menteri Agama ini berjalan dengan sangat demokratis. Artinya bahwa semua peserta diberi kesempatan yang sama untuk berpendapat dan mengajukan pendapatnya. Meskipun tidak semua harus menyatakan pendapatnya.
Siding itsbat untuk menentukan awal Romadlon kemarin memang lebih rumit sebab memang sedari awal sudah ada perbedaan antara Muhammadiyah dan pemerintah di dalam penentuan awal Romadlon. Berdasarkan metodologi perhitungan awal Ramadlon melalui metodologi hisab, maka Muhammadiyah menentukan awal Ramadlon adalah tanggal 27 Juni 2014 atau hari Sabtu. Jadi, memang sedari awal sudah ada potensi untuk berbeda.
Pemerintah di sisi lain, harus menentukan awal Ramadlon berdasarkan metodologi rukyatul hilal, meskipun sesungguhnya juga berdasarkan atas hasil perhitungan atau metodologi hisab. Kedua metode ini yang kemudian dikenal sebagai imkanur rukyatul hilal atau teori kemungkinan keterlihatan atau ketampakan hilal. Berdasarkan teori ini, maka posisi hilal hanya akan bisa dilihat jika ketinggiannya sudah mencapai 2 derajat. Jika di bawah itu tentu sangat sulit peluangnya untuk dilihat.
Siding untuk menentukan tanggal 1 Syawal ini memang lebih mudah dilakukan, sebab antara Muhammadiyah dan pemerintah tidak terdapat perbedaan. Akan tetapi tetap saja bahwa pemerntah harus mendengarkan laporan tentang rukyatul hilal yang dilakukan di 111 titik tempat rukyat di seluruh Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Dari laporan Direktur urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, diketahui bahwa ada tiga titik tempat rukyatul hilal yang bisa melihat hilal. Yaitu di Gresik, Sulawesi Tenggara dan Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Kondisi cuaca yang berawan sehingga yang lain tidak mampu melihat hilal. Setelah melalui penyumpahan oleh pengadilan Tinggi Agama, maka mereka menyatakan bahwa hilal sudah dapat dilihat.
Meskipun hilal sudah dilihat di tiga tempat bedasarkan kesaksian dan penyumpahan, akan tetapi tetap saja diberikan kesempatan kepada para hadirin untuk menyatakan pendapatnya. Dari tiga orang yang memberikan response, maka semuanya menyatakan bahwa ke depan memang harus dilakukan kesepahaman untuk menentukan awal Ramadlan, awal Syawal dan awal Dzulhijjah. Melalui kesemanaan kriteria tentang hilal tentu akan didapatkan peluang untuk kebersamaan di dalam menentukan kapan hilal bisa ditentukan.
Tentu saja Pak Menteri menyambut gembira atas usulan dari organisasi keagamaan ini. Beliau memang sangat konsern di dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan penetapan awal bulan Ramadlan, awal syawal dan awal Dzulhijjah. Bahkan di dalam banyak kesempatan beliau juga menyatakan keinginannya ini.
Kita tentu bergembira jika ibadah puasa dapat diselenggarakan dalam waktu yang bersamaan. Jangan sampai esensi puasa dikalahkan oleh egoism sektoral di dalam penggunaan metodologi penetapan awal bulan. Keduanya harus bertemu untuk menyamakan visi dan metodologinya. Harus ditemukan titik tengah yang bisa menarik ke kiri dan ke kanan. Saya selalu menyebutnya sebagai cara berpikir “maju selangkah dan mundur selangkah.” Saya jadi ingat di dalam sidang RUU JPH, bu Leidya menyebutkan cara berpikir “poco-poco.”
Pada waktu beliau berada di dalam sessi press release beliau juga sekali lagi mengungkapkan keinginannya tersebut dan akan menindaklanjutinya dalam waktu ke depan. Demikian pula hal yang sama juga disampaikan kala beliau menerima seluruh pimpinan lembaga keagamaan di Widya Candra dalam sessi berbuka bersama, beliau juga menyampaikan hal tersebut. Beliau tekankan, bahwa sangat penting untuk menyamakan pandangan tentang definisi hilal dan kriterian hilal untuk menentapkan kapan awal puasa dan awal syawal bisa dipastikan.
Rasanya memang harus ada kearifan semua pimpinan lembaga keagamaan untuk memadukan kebersamaan, dan saya kira semua akan bisa melakukannya. Rasanya, di dunia ini juga tidak ada yang tidak bisa dilakukan jika kita memang bisa bersepakan untuk bersama-sama.
Wallahu a’lam bi al shawab.