• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENCERMATI SIDANG ITSBAT (1)

Banyak orang yang mengira bahwa sidang itsbat adalah sidang formalitas untuk menentukan kapan tanggal 1 Romadlon akan berlangsung, kapan tanggal 1 Syawal akan terjadi dan juga kapan tanggal 1 Dzulhijjah akan terlaksana. Sidang itsbat dianggap sebagai suatu peristiwa yang biasa saja. Padahal sidang itsbat tentu terkait dengan peristiwa ibadah yang sangat penting di dalam kehidupan umat Islam, yaitu puasa Ramadlon dan ibadah haji.

Sidang itsbat adalah sidang untuk menentukan kapan mulai pelaksanaan ibadah puasa, kapan mengakhiri puasa dan kapan pelaksanaan ibadah haji. Melalui sidang itsbatlah semuanya ditentukan.  Di dalam hal ini maka peran pemerintah tentu sangat penting di dalam menentukan terhadap penentuan tanggal-tanggal dimaksud.

Sidang itsbat selalu dipimpin oleh Menteri Agama. Sidang ini tidak hanya diikuti oleh organisasi Islam se Indonesia, akan tetapi juga dihadiri oleh duta besar dan perwakilan Negara sahabat. Di antara yang hadir tersebut adalah Duta Besar Palestina, Brunei, Jordan, Sudan, Iraq, Saudi Arabia, Qatar, Bangladesh, Suriah, dan sebagainya. Sedangkan organisasi keagamaan yang hadir tentu banyak sekali di antaranya adalah NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Mathlaul Anwar, Jamiyatul Washliyah, dan sebagainya. Sidang juga diikuti oleh para pejabat eselon I dan II Kementerian Agama RI.

Sidang itsbat kali ini juga diselenggarakan secara tertutup dan baru sesudah ditemukan rumusan keputusannya dan diputuskan oleh pemerintah lalu dilakukan press release pada semua media, baik televisi, cetak maupun radio. Hampir seluruh media meliput terhadap sidang ini. Saya kira hal ini menunjukkan betapa besar perhatian media dan tentu juga masyarakat terhadap hasil sidang itsbat.

Sebelum sidang itsbat dimulai, maka dilakukan acara mendengarkan paparan hasil hisab dan astronomi yang disampaikan oleh pakar astronomi yang juga anggota tim hisab dan rukyat Kementerian Agama, Cecep Purwendaya, tentang pandangan ilmiah tentang posisi hilal saat ini.

Berdasarkan kajian astronomis diketahui bahwa posisi hilal sekarang berada di dalam titik ketinggian 2 sampai 3 derajat. Bulan berada di sebelah selatan matahari dan agak ekstrim letaknya, sehingga wilayah bumi bagian utara  dipastikan tidak akan dapat melihat hilal. Sedangkan wilayah selatan, dipastikan akan besar kemungkinannya untuk melihat hilal.

Itulah sebabnya, dapat dipastikan bahwa dengan posisi ketinggian hilal yang sudah di atas dua derajat akan besar peluangnya untuk dilihat di Indonesia dan juga Arab Saudi. Meskipun di Arab Saudi akan lebih cepat masa peredaran hilal tersebut. Di wilayah Indonesia, hilal akan bisa dilihat selama 15 menit ketika matahari terbenam.

Berdasarkan kesepakatan MABIMS, bahwa memang hilal akan bisa dirukyat apabila ketinggiannya adalah 2 derajat. Inilah yang kemudian disebut sebagai imkanur rukyat. Yaitu teori tentang kemungkinan melihat hilal. Kriteria inilah yang dijadikan sebagai pedoman oleh Negara anggota MABIMS di dalam menentukan kapan tanggal 1 Ramadlon, 1 Syawal dan juga 1 Dzulhijjah. Imkanur rukyat merupakan pemaduan antara teori hisab dan rukyat.

Kenapa di Indonesia bisa berbeda di dalam menentukan tanggal 1 Romadlon dan 1 syawal? Hal ini disebabtkan karena metodologi penentuan tanggal tersebut berbeda. Kalangan Muhammadiyah menentukannya berdasarkan posisi wujudul hilal atau yang penting berdasarkan teori hisab diketahui bahwa hilal sudah ada. Jadi meskipun ketinggian hilal adalah 0,1 derajat, maka berarti hilal sudah ada, maka pelaksanaan ibadah puasa bisa dilakukan pada awal romadlon dan ibadah puasa dapat dihentikan kala awal syawal. Jadi berdasarkan perhitungan atau hisab yang diselenggarakan oleh tim hisabnya, maka kala wujud hilal di dalam perhitungan sudah eksis, maka dapat ditentukan dengan pasti awal Ramadlon dan akhir Ramadlan.

Berdasarkan perbedaan metodologi inilah maka di negeri ini sering didapati perbedaan di dalam menentukan awal Romadlon atau awal Syawal. Perbedaan metodologi ini juga akan terus berlangsung jika tidak ditemukan kesamaan metodologi di dalam penentuannya. Ke depan sesungguhnya yang diperlukan adalah bagaimana menyamakan metodologi penentuan awal bulan Romadlon dan Syawal.

Oleh karena itu, ada dua hal yang disampaikan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, di dalam acara sidang ini, yaitu perlunya menyamakan konsepsi tentang definisi hilal dan kemudian menentukan kriteria seberapa hilal bisa dirukyat. Kejelasan dua hal inilah yang nantinya akan dapat menyamakan persepsi tentang hilal sebagai patokan untuk menentukan ibadah dimaksud.

Jika himbauan Menteri Agama ini memperoleh respon secara memadai dari semua kalangan atau organisasi keagamaan di Indonesia, saya kira ke depan masih ada peluang untuk sependapat di dalam penentuan awal Ramadlon dan awal Syawal. Hanya inilah cara yang bisa digunakan untuk menentukan kesamaan dalam penentuan awal bulan puasa dan kapan hari raya bisa dilaksanakan. Jika semua  berbasis pada kesepahaman dan kearifan yang mendasar pastilah keniscayaan kebersamaan akan bisa dilakukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini