• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENDORONG KESADARAN KESALEHAN PROFESIONAL

MENDORONG KESADARAN KESALEHAN PROFESIONAL

Saya memperoleh kesempatan untuk berbuka bersama dengan Pak Prof. Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia, pada Jumat, 18/07/2014 di Kantor Beliau. Hadir di dalam acara ini sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.

Yang hadir adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Mohamad Nuh, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Prof. Gusti Muhammad Hatta, Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring, Wakil Menteri Agama, Prof. Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Musliar Kasim dan sejumlah menteri lainnya. Selain itu juga hadir sejumlah pejabat eselon I dan lainnya. Sebagai penceramah adalah KH. Shalahuddin Wahid.

Di dalam sambutannya, Pak Wapres menekankan bahwa yang diundang di dalam acara berbuka bersama ini adalah mereka yang selama ini banyak berinteraksi dengan beliau. Bukan yang lain tidak berinterakasi dan bekerjasama, akan tetapi para hadirin ini adalah para pejabat yang selama ini sangat banyak membantu Beliau dalam kegiatan pembangunan.

Beliau menyatakan, terima kasih yang sangat mendalam atas kehadiran para undangan dan terutama atas kerjasamanya yang selama ini telah terjalin dengan sangat baik. Melalui kerjasama tersebut,  maka program pemerintah bisa dilakukan dengan lebih berdaya dan berhasil guna. Beliau juga menyampaikan bahwa acara berbuka bersama ini adalah yang terakhir yang dapat dilakukan dalam kapasitas beliau menjadi wapres. Kabinet  Indonesia Bersatu II sebentar lagi akan mengakhiri masa tugasnya. Oleh karena itu beliau menyampaikan ucapan terima kasih dan mohon maaf jika selama ini ada kesalahan yang beliau lakukan.

Sebagai penceramah adalah KH. Salahuddin Wahid atau yang dikenal sebagai Gus Sholah. Beliau mengungkapkan tentang keadaan umat Islam di dunia dan juga khususnya di Indonesia. Beliau menyitir beberapa penulis dan pejuang Islam yang selama ini telah banyak   menulis dan memperjuangkan Islam. Misalnya Amir Syakib Arsalan dan  Muhammad Abduh.

Beliau memulai ceramahnya dengan gambaran tentang para pejuang masa lalu. Dimulainya dengan ilustrasi tentang sebuah novel yang berjudul “Robohnya Surau Kami” karya Ali Akbar Navis. Novel ini tentunya bercerita tentang bagaimana surau atau agama Islam mulai ditinggalkan orang. Islam menjadi asing bagi sebagian pemeluk Islam sendiri. Islam menjadi seperti buih saja. Secara perlahan Islam mulai digerus oleh ideologi-ideologi lain.

Cerita itu kemudian dirangkai  dengan gambaran tentang KH. Wahid Hasyim, yang kala itu aktif di dunia politik. Waktu itu NU menjadi partai politik. Hampir seluruh waktu KH. Wahid Hasyim diabdikan untuk politik sehingga untuk mengajar di pesantren dipasrahkan kepada kyai lainnya. Suatu ketika kyai tersebut bertanya, Kyai Wahid kenapa terus menerus mengurus partai, kapan waktunya untuk mengajar? Jawaban Kyai Wahid, bahwa harus ada orang yang terus menerus mengurus partai, sebab kalau tidak ada yang mengurus politik, nanti pesantren pun akan tidak ada. Pesantren pun akan hilang.

Dua cerita ini memberikan gambaran bahwa agar Islam bisa berkembang dan menjadi pedoman di dalam kehidupan masyarakat maka harus ada sebagian orang yang memiliki komitmen Islam yang baik yang memasuki dunia politik. Seperti KH. Wahid Hasyim, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari dan sebagainya yang semuanya menyadari akan arti pentingnya politik untuk penegakan dan pengembangan Islam.

Perjuangan mereka sama dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh generasi berikutnya yang terus berjuang untuk Islam melalui kapasitasnya masing-masing, misalnya Gus Dur, Cak Nur, Pak Habibi dan banyak lainnya yang berjuang untuk mengembangkan Islam dengan cara dan kerja kerasnya masing-masing.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Amerika, bahwa orang Indonesia termasuk orang Islam dengan label Ritualis Murni. Sama halnya dengan orang Mesir, Arab Saudi, Pakistan dan sebagainya. Mereka ini adalah orang yang saleh ritual tetapi kurang saleh social.

Itulah sebabnya sebagaimana yang diungkapkan oleh Amir Syakib Arsalan, bahwa mengapa umat Islam mudur dan mengapa orang Barat maju, maka sebabnya adalah karena umat Islam tidak konsisten menjalankan ajaran agamanya. Ajaran Islam yang diambil hanyalah aspek ibadahnya (ritualnya)  akan tetapi meninggalkan dimensi ajaran sosialnya. Sebagaimana Muhammad Abduh menyatakan bahwa dia menemukan Islam di Eropa tetapi tidak menemukan umat Islam di sana, sedangkan di Negara Islam dia menemukan umat Islam tetapi tidak menemukan Islam di dalamnya.

Itulah sebabnya, jika kita ingin melihat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju dengan jumlah umat Islam terbesarnya, maka yang harus didorong adalah menguatkan kesalehan social tersebut. Umat Islam harus didorong agar lebih banyak menyantuni dan mengembangkan usaha-usaha untuk memberdayakan dan perbaikan umat Islam. Gerakan philantropi harus semakin kuat dilaksanakan. Gerakan zakat, infaq dan shadaqah harus dipompa agar menjadi kesadaran global umat Islam. Dan satu lagi yang harus ditingkatkan adalah kesalehan professional. Yaitu dengan membangkitkan kesadaran kaum professional untuk sadar melakukan upaya di dalam pemberian zakat, infaq dan shadaqah untuk kepentingan pemberdayaan umat, misalnya pendidikan dan ekonomi.

Ke depan, kiranya akan menjadi kekuatan yang luar biasa jika para professional yang jumlahnya makin banyak di negeri ini memiliki kesadaran untuk memberdayakan pendidikan dan ekonomi kaum dhuafa. Makanya, semakin banyak kelas menengah yang sadar pemberdayaan masyarakat maka akan semakin besar peluang bangsa ini akan terentaskan dari ketertinggalan dalam banyak hal.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini