• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENINGKATAN KINERJA APARAT PENDIDIKAN ISLAM

PENINGKATAN KINERJA APARAT PENDIDIKAN ISLAM

Setelah magrib dan berbuka dengan Gus Sholah, saya bergegas menuju Hotel Golden Boutique, sebab saya diminta untuk memberikan materi pembinaan bagi para aparat Direktorat Pendidikan Islam dalam satu tajuk acara “Peningkatan Kinerja Pegawai Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI” (18/07/2014). Mestinya jam tersebut untuk shalat tarawih dan witir, akan tetapi kali ini tarawihnya harus diundur untuk kepentingan memberikan taushiyah kepegawaian. Saya yakin yang seperti ini juga memperoleh pahala.

Saya sampaikan dua hal yang masih menjadi keraguan banyak orang di era reformasi birokrasi sekarang ini. Pertama, adalah apakah kita sudah siap memasuki era reformasi birokrasi yang menekankan pada peningkatan kinerja secara menyeluruh dan kedua, apakah kita sudah bisa menjadi aparat Negara yang berkualitas. Dua pertanyaan inilah yang rasanya memang perlu kita renungkan, tidak hanya aparat fungsional akan tetapi juga aparat structural dalam segala lapisannya.

Keraguan tentang kesiapan kita memasuki kawasan baru, reformasi birokrasi, rasanya bukanlah sesuatu yang tidak beralasan. Coba kita bayangkan tingkat kedisiplinan kita memasuki jam kantor. Kedisiplinan ini kelihatannya bukan hal yang sulit, sebab  secara konseptual tentu dengan mudah bisa diatasi. Tinggal mengubah kebiasaan jam berangkat kantor. Sederhana bukan.

Namun demikian, secara empiris bukanlah hal yang mudah. Ini Jakarta Bung. Begitulah kira-kira. Semua tentu tahu bahwa traffic jam di Jakarta bukanlah barang yang mudah diatasi. Coba bayangkan, jarak antara Jalan Indramayu di Menteng dan Kantor Kemenag di Jl. Lapangan Banteng biasanya hanya ditempuh dalam waktu 15 menit saja. Tidaklah jauh. Akan tetapi dalam traffic jam yang rumit, jarak tempuh tersebut menjadi berlipat-lipat, 2,5 jam.

Padahal kita tahu kebanyakan karyawan Kementerian Agama bertempat tinggal di Bogor, Ciputat, Bekasi, Duren Sawit dan sebagainya, yang jarak tempuhnya bisa 1 jam sampai 1,5  jam dalam keadaan normal. Makanya jika dalam kondisi traffic jam, maka perjalanan ke kantor bisa ditempuh dalam 3 sampai 4 jam. Memang tidak selalu seperti itu, akan tetapi dalam musim penghujan, janganlah bertanya tentang kemacetan di Jakarta.

Dengan demikian, tantangan eksternal kedisiplinan bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah untuk diselesaikan. Saya berkeyakinan bahwa semua staf ingin segera sampai kantor dan bekerja, akan tetapi kendala lapangan seperti inilah yang terkadang juga harus menjadi bahan perhatian. Oleh karena itu, seluruh jajaran aparat Kementerian Agama juga harus melakukan perubahan perilaku terkait dengan jam masuk kantor agar anggapan tentang ketidakmungkinan masuk kantor sesuai dengan jam tersebut akan tereliminir. Jika selama ini pola yang digunakan adalah penambahan jam keluar kantor, maka hal ini ke depan tidak lagi bisa dilakukan.

Di dalam kerangka peningkatan performance kinerja, maka ada beberapa hal yang patut diperhatikan. Pertama, yang harus dilakukan adalah pemetaan jabatan, analisis jabatan dan analisis beban kerja. Hal ini dilakukan dalam kerangka memperoleh proporsi, distribusi dan kekuatan kinerja aparat.

Kedua, jika pemetaan kerja sudah bisa dilakukan, maka hendaknya melakukan atau memperbaiki komposisi dan distribusi pegawai. Dewasa ini masih terdapat relasi komposisi dan distribusi pegawai yang kurang cocok. Misalnya ada jumlah staf di KUA DKI dengan jumlah aparat sebanyak 30 orang, sementara di tempat lain hanya 5 orang saja. Kemudian, merumuskan kesesuaian antara jumlah dan kompisisi pegawai. Banyak terjadi jumlah pegawai tidak relevan dengan komposisinya. Jumlah pegawai banyak akan tetapi dengan komposisi yang tidak berimbang sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Lalu, harus merumuskan kesesuaian antara kompetensi dan jabatannya. Untuk melihat kompetensi jabatan maka secara sederhana dapat dilihat dari pendidikannya, apakah pendidikan formal ataukah pendidikan nonformal. Jadi pemetaan awal yang bisa dilakukan adalah dengan melihat relevansi pendidikan dengan kompetensinya ini. Tidak kalah pentingnya adalah system penggajian yang cocok, yang di dalam hal ini adalah remunerasi. Melalui remunerasi dengan segala tingkatannya diharapkan akan dapat menjadi ukuran yang pas untuk system penggajian.

Reformasi birokrasi bukanlah hanya perubahan struktur luarnya saja, akan tetapi juga struktur dalamnya. Bukan hanya perubahan wadahnya, akan tetapi juga perubahan  mindsetnya. Makanya, kala sebuah institusi pemerintah sudah menentukan dirinya berubah ke arah ini, maka juga harus terjadi perubahan secara komprehensif.

Untuk hal ini, maka penetapan indicator kinerja utama (IKU) yang meliputi pencapain target sasaran dan tujuan instansi pemerintah menjadi penting. Sasarannya harus jelas dan terukur. Oleh karena itu, semua unit kerja haruslah merumuskan sasaran dan tujuan pada unitnya masing-masing. Dengan IKU tersebut maka seluruh konsentrasi kerja harus diarahkan untuk pencapaiannya. Itulah sebabnya setiap aparat harus membuat laporan kinerjanya, agar kinerjanya bisa dianalisis seberapa tingkat pencapaian target sasarannya.

Untuk memperoleh aparat pemerintah yang kredibel dan kompeten, maka juga harus dilakukan training atau apapun kegiatan untuk kepentingan peningkatan kompetensi tersebut. Pembinaan karir jabatan tersebut dilakukan agar terus terjadi konsistensi dan keberlanjutan profesionalisme aparat. Langkah awal yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan assessment atau tes atau uji kompetensi aparat. Melalui assessment ini akan diketahui bagaimana kemampuan dasar kompetensi, kemampuan umum, integritas dan kepribadiannya.

Itulah sebabnya ortala sebagai leading sector pembina karir jabatan harus bekerja keras agar aparat kita akan makin professional di masa depan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini