AGAMA PASTI ANTI KORUPSI
Korupsi sebenarnya menjadi fenomena seluruh masyarakat di dunia ini. Secara historis, korupsi terjadi semenjak masyarakat kuno telah memiliki sistem kolektivitas yang terkait dengan ekonomi dan pelayanan sosial. Masyarakat Yunani Kuno, Persia Kuno, Cina Kuno dan sebagainya telah mengenal cara yang kemudian di era sekarang disebut korupsi.
Korupsi dapat dilihat secara bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis korupsi berasal dari kata korup yang berarti buruk, rusak dan busuk. Korupsi ini berasal dari kata latin corrumpere dan corruptio yang berarti penyuapan dan corruptore yang berarti merusak. Di dalam bahasa Inggris disebut corruption atau corrupt. Di dalam bahasa Belanda disebut corruptie atau korruptie. Di dalam bahasa Indonesia disebut korupsi.
Di dalam bahasa Arab disebut rishwah atau uang suap. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dinyatakan : “Allah melaknat orang yang memberi suap, penerima suap, dan broker suap yang menjadi penghubung di antara keduanya”. Korupsi dapat dinisbahkan dengan tindakan melakukan penyuapan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Memberikan suap berarti melakukan korupsi.
Di dalam pengertian tindakan merusak, maka korupsi dikaitkan dengan istilah fasad. Didalam Al-Qur’an (QS. 7: 55) Allah berfirman: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya”. Di dalam Al-Qur’an (QS. 7:85) Allah berfirman: “janganlah kamu menipu manusia sedikitpun dan janganlah berbuat kerusakan sesudah sebelumnya Tuhan memperbaikinya”. Melakukan korupsi berarti merusak atau menodai terhadap kejujuran atau merusak proses yang seharusnya berlangsung dengan cara memberikan sesuatu untuk mencapai tujuan sesuatu.
Di dalam konteks khianat disebut ghulul. Di dalam Al-Qur’an (QS: 161) Allah berfirman: “Tidaklah mungkin seorang Nabi melakukan ghulul (berkhianat) dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang melakukan ghulul dalam harta rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang dengan membawa apa yang telah dikhianatinya itu…” merusak kesepakatan atau merusak proses yang seharusnya dijunjung tinggi untuk mencapai tujuan juga dapat disebut sebagai korupsi.
Secara fenomenologis, bahwa unsur penting di dalam korupsi adalah pencurian dan penipuan. Menilik konsepsi Al-Qur’an tentang rishwah, maka nampak bahwa korupsi tentunya sudah ada gejala seperti itu semenjak Nabi Muhammad saw. Korupsi adalah fenonena dunia, artinya bahwa ketika Rasulullah menyampaikan misi kenabiannya, maka di wilayah Arab tentunya juga sudah terdapat praktik-praktik kehidupan seperti rishwah, ghulul dan fasad di atas. Secara logika semiotik saja dapat dipastikan bahwa setiap bahasa yang muncul dan menjadi wacana pastilah ada fenomena yang seperti itu.
Jika Islam sudah memberikan ajarannya tentang rishwah atau suap berarti bahwa tradisi rishwah juga merupakan kenyataan empiris di wilayah Arab ketika itu. Sebagai sebuah kawasan dengan sistem kekabilahan pada masing-masing regionnya, maka sangat dimungkinkan terjadinya berbagai praktik rishwah, yang di belahan wilayah lain disebut sebagei upeti dari masyarakat kepada penguasa. Praktik ini tentunya merupakan bentuk pemberian timbal balik, yaitu masyarakat memberikan hadiah kepada pimpinannya sebagai lambang kesetiaan dan kepatuhan, dan di sisi lain pemimpin memberikan jaminan keamanan dan ketenteraman.
Di dalam agama dipastikan akan terdapat ajaran tentang amanah atau dapat dipercaya. Nabi Muhammad saw juga merupakan contoh bagaimana amanah tersebut dijunjung tinggi secara implementatif. Sehingga Nabi Muhammad saw adalah teladan atau dapat dipercaya yang diberi gelar al-Amin. Ketika Beliau dipercaya oleh Khadijah berdagang maka Beliau terapkan konsep amanah dalam perdagangan itu. Tak satupun beliau menyelewengkan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Nabi Muhammad saw juga menerapkan prinsip shiddiq atau kejujuran. Di dalam prinsip kejujuran maka seseorang tidak akan melakukan pengkhianatan, tidak merusak perjanjian atau kesepakatan yang sudah ada dan benar dan tidak melakukan penyuapan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Seseorang harus jujur di dalam perkataan dan tindakannya. Korupsi dalam banyak hal adalah tindakan yang menyeleweng dari kejujuran. Misalnya untuk mempercepat proses maka seseorang melakukan cara tertentu agar proses dapat diperpendek.
Agar korupsi dapat dicegah dan diberantas, maka yang sangat penting juga menciptakan sistem yang dapat menjamin keamanahan dan keshiddiqan tersebut dapat berlangsung. Sistem ini dapat terjadi jika terdapat sistem keterbukaan atau tranparansi. Transparan di dalam proses dan transparan di dalam hasil. Yang kita lihat sekarang ini adalah lemah di dalam proses dan lemah di dalam hasil sebab transparansinya juga lemah. Maka agar negeri kita tercinta ini bisa meraup kesejahteraan yang salah satu di antaranya disebabkan oleh ketiadaan korupsi, maka diperlukan sistem yang menjamin terjadinya kejujuran, kepercayaan dan transparansi.
Wallahu a’lam bi al shawab.