• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENGUATAN SDM BIROKRASI KEMENTERIAN AGAMA

PENGUATAN SDM BIROKRASI KEMENTERIAN AGAMA

Saya mendapatkan kesempatan untuk memberikan materi pengarahan pada acara “Rakor Penyampaian Hasil Kelulusan Ujian Tenaga Honorer K2” pada hari Senin, 14 Juli 2014 di Hotel Aston Jakarta. Acara ini dihadiri oleh pejabat kepegawaian pusat dan daerah Kementerian Agama RI.

Sebagaimana biasa, maka saya memaparkan bahwa ada tiga tantangan yang dihadapi oleh Kementerian Agama terkait dengan SDM atau PNS terutama terkait dengan pengembangan kapasitas dan kemampuan profesionalitasnya.

Pertama, tantangan rekruitmen PNS. Hingga  saat ini masih dianggap bahwa rekruitmen PNS masih berbau KKN atau sekurang-kurangnya masih belum transparan dan akuntabel. Tantangan ini yang seharusnya menjadi perhatian kita semua selaku aparat Kementerian Agama. Tidak bisa dipungkiri bahwa di masa lalu, rekruitmen PNS identik dengan kerabatisme, uangisme, dan sederet labeling jelek yang menyertainya. Akan tetapi sesungguhnya semenjak didengungkan Gerakan Reformasi Birokrasi, maka perlahan tetapi pasti bahwa rekruitmen PNS telah terjadi perubahan. Di antara perubahan tersebut adalah pemetaan kebutuhan, sistem rekruitmen yang lebih transparan dan akuntabel, penggunaan sistem passing grade dan bukan sistem rangking, dan penerimaan berbasis panitia seleksi nasional yang dikomandani oleh Kemenpan dan RB.

Saya telah meminta kepada kepala Biro Kepegawaian agar di dalam rekruitmen CPNS benar-benar berbasis pada kebutuhan. Agar dilakukan pemetaan berpola basic need untuk kepegawaian. Analisis dan pemetaan tersebut diperlukan agar tidak terjadi proses rekruitmen yang tidak tepat sasaran. Selain itu, juga rekruitmen dengan sistem terbuka untuk lowongan jabatan di segala eselon. Hal ini penting untuk menjamin agar terjadi proses transparansi dan akuntabel. Ke depan, hanya mereka yang memenuhi passing grade saja yang bisa menjadi PNS dan juga pejabat di semua lini kementerian.

Kedua, tantangan kualitas PNS. Ada yang menarik sebagaimana disampaikan oleh Menpan dan RB, Dr. Azwar Abubakar, bahwa jumlah PNS yang memenuhi standart kualifikasi kompeten hanyalah berjumlah 5 persen. Sungguh angka yang sangat minimal dibandingkan dengan jumlah PNS di semua Kementerian dan Lembaga. Kita sungguh tidak percaya bahwa PNS kita yang kompeten hanya sejumlah itu. Makanya, PNS Kementerian Agama harus bisa membuktikan bahwa sesungguhnya di antara kita yang berkompeten jumlahnya jauh lebih banyak dibanding dengan pernyataan tersebut. Itulah sebabnya, harus semakin banyak kegiatan yang diarahkan untuk kepentingan upgrading PNS Kementerian Agama di masa yang akan datang.

Ketiga, tantangan reformasi birokrasi. Tantangan reformasi birokrasi tentu tidaklah sedikit. Di antara tantangan tersebut yang mengedepan adalah kualitas PNS dan produk yang dihasilkan oleh PNS. Bukan hanya sekedar peningkatan kualitas PNS, akan tetapi juga bagaimana kualitas PNS tersebut menjadi pengungkit bagi peningkatan performance dan out come birokrasi.

Di dalam kerangka pemetaan kualifikasi PNS tersebut maka ke depan akan dilakukan tes kompetensi PNS atau assesmen PNS. Kiranya ada empat hal yang akan dilihat melalui assesmen ini yaitu: kemampuan umum PNS, kemampuan dasar atau kompetensi PNS, kepribadian dan integritas PNS. Melalui pemetaan potensi ini maka akan diketahui apakah PNS kita itu memiliki kemampuan atau kompetensi atau tidak. Di Kementerian Keuangan hal ini sudah dilakukan. Tentu saja nanti juga akan menyusul assesmen di Kementerian Agama dan lainnya.

Di sisi lain, keberhasilan reformasi birokrasi juga akan ditunjukkan pada beberapa aspek: 1) semakin tidak ada korupsi. Reformasi Birokrasi akan dinyatakan berhasil apabila di K/L semakin tidak ada korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2) semakin tidak ada pelanggaran disiplin PNS. Sebuah K/L juga dinyatakan telah berhasil dalam reformasi birokrasinya jika yang melakukan pelanggaran disiplin semakin sedikit atau bahkan tidak ada pelanggaran disiplin. 3) penyelenggaran anggaran yang makin baik. APBN dapat diserap dan didayagunakan dengan baik. Tidak hanya serapannya saja yang baik, akan tetapi juga sasaran kinerjanya semakin baik. Kita tentu bersyukur bahwa Kementerian Agama sebagai K/L dengan anggaran terbesar selalu bisa melakukan serapan yang baik. 4) pelaksanaan program kerja yang baik. Hal ini tentu saja misalnya dapat diukur dari LAKIP-nya. Makin baik nilai LAKIP tentu makin baik pula performance kinerja instansi pemerintah tersebut. Kementerian Agama saya kira perlu memperbaiki LAKIP ini agar apa yang kita lakukan memperoleh penghargaan yang setimbang. 5) penerapan reward dan punishment. Sebuah instansi pemerintah juga harus menghargai terhadap orang yang memiliki prestasi  dan juga bisa  memberikan hukuman yang setimpal bagi pelanggaran disiplin. Makin banyak yang memperoleh penghargaan, maka makin baik performance birokrasinya. 6) penggunaan waktu yang efektif dan efisien. Setiap aparat pemerintah juga harus disiplin waktu. Di dalam hal ini, penggunaan waktu haruslah sesuai dengan peraturan perundangan yang terkait dengan disiplin PNS.

Selain yang enam ini, maka yang juga sangat penting adalah agar aparat pemerintah terus memperbaiki pelayanan birokrasi. Semakin baik pelayanan birokrasi kepada stake holdernya, maka akan semakin baik kepuasan stake holder dimaksud.

Oleh karena itu, reformasi birokrasi akan menjadi bermakna apabila hasil survey tentang kepuasan pelanggan birokrasi kita semakin lama semakin baik. Jadi memang harus ada peningkatan kualitas pelayanan yang akan berkorelasi dengan kepuasaan pelanggan.

Wallahu a’lam bi alshawab.

 

Categories: Opini