• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PAK AZWAR ABUBAKAR JADI DOKTOR (2)

PAK AZWAR ABUBAKAR JADI DOKTOR (2)

Menjadi doctor tentu merupakan dambaan banyak orang. Dan secara akademis memang menjadi doctor bisa diperoleh melalui program belajar terstruktur dalam jenjang pendidikan doctor dan bisa juga diperoleh melalui pengakuan akademis akan prestasi seseorang dalam pengabdian dan darma baktinya untuk masyarakat, nusa dan bangsa.

Di Indonesia dan juga di dunia internasional, bahwa pengakuan perguruan tinggi terhadap ketokohan dan sumbangannya bagi dunia akademis, masyarakat dan bangsa bukanlah sesuatu yang baru. Ada banyak orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap hal tersebut dan kemudian memperoleh pengakuan doctor, yang disebut sebagai doctor kehormatan atau doctor honoris causa.

Pak Azwar Abubakar adalah satu di antara sekian banyak doctor kehormatan yang diberikan oleh perguruan tinggi. Di kalangan PTAIN, maka kita kenal beberapa nama yang memperoleh doctor kehormatan tersebut, misalnya KH. Hasyim Muzadi yang memperoleh doctor kehormatan dari IAIN Sunan Ampel, kini UIN Sunan Ampel. KH. Mustofa Bisri yang memperoleh doctor kehormatan dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, KH. Ahmad Sahal Mahfudz yang memperoleh doctor kehormatan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Suryadharma Ali yang memperoleh gelar doctor kehormatan dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Faisal Zaini yang memperoleh doctor kehornatan dari UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Dahlan Iskan yang memperoleh doctor honoris causa dari IAIN Walisongo Semarang,  dan Azwar Abubakar yang menjadi doctor honoris causa pertama di UIN Ar Raniri Banda Aceh.

Pengukuhan doctor kehormatan di UIN Ar Raniri ini juga terasa istimewa sebab menjadi momentum bagi peralihan status IAIN Ar Raniri Banda Aceh menjadi UIN Ar Raniri Banda Aceh. Dan yang dikukuhkan juga pejabat Negara (Menteri)  yang memiliki konsern dalam pengembangan reformasi birokrasi dan juga reformasi pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Sebagai pejabat yang mengurusi soal pendidikan Islam, saya sungguh merasakan betapa Pak Azwar memiliki perhatian khusus dalam pengembangan pendidikan Islam. Beliau memiliki kepedulian yang sangat tinggi tentang pengembangan pendidikan Islam ini. Kala beliau melihat bahwa pendidikan Islam perlu berkembang statusnya, seperti yang STAIN menjadi IAIN dan yang IAIN menjadi UIN, maka hal itu beliau lakukan dengan semangat yang tinggi.

Perubahan status PTAI memang suatu keniscayaan, akan tetapi juga tidak semuanya harus berubah.  Hanya yang memiliki prospek pengembangan yang hebat saja yang tentunya bisa berubah. Makanya, secara selektif, lalu dilakukan perubahan terhadap beberapa IAIN agar berubah menjadi UIN dan beberapa STAIN menjadi IAIN.

Perubahan status tersebut juga bukan semata-mata mengejar APK pendidikan tinggi, akan tetapi juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan menjadi UIN, maka ada tiga otoritas pengembangan ilmu yang bisa dilakukan, yaitu ilmu keislaman, ilmu social dan humaniora, serta sains dan teknologi. Menjadi IAIN berarti bisa mengembangan dua rumpun ilmu, yaitu ilmu keislaman dan social humaniora. Jika menjadi STAIN maka kewenangannya adalah mengembangkan rumpun ilmu keislaman.

Pak Azwar adalah seorang menteri yang memberikan perhatian atas pengembangan tersebut. Beliau sangat senang mendengarkan bahwa para santri yang selama ini telah khatam mempelajari ilmu keislaman lalu bisa menjadi mahasiswa fakultas teknik bahkan kedokteran di UIN. Beliau sangat antusias ketika mendengarkan ada banyak santri yang hafal Al Qur’an lalu menjadi ahli matematika, kimia, arsitektur dan sebagainya.

Itulah sebabnya secara khusus beliau menulis di dalam makalah promosi doktornya, bahwa ke depan yang diperlukan adalah integrasi ilmu, yaitu proses saling dialog dan integrasi antara ilmu keagamaan dengan ilmu social humaniora dan juga dengan sains dan teknologi. Melalui program seperti ini, maka ke depan akan dihasilkan sarjana seperti Ibn Khaldun, Ibn Sina, al Khawarizm dan sebagainya.

Makanya, yang sesungguhnya diperlukan adalah reformasi pendidikan Islam. Reformasi birokrasinya dan reformasi akademisnya. Di dalam reformasi birokrasi maka yang dikembangkan adalah statusnya agar lebih bisa mengakses sejumlah mahasiswa yang lebih banyak dan memperoleh cakupan yang lebih luas, dan dari sisi akademik maka juga akan bisa mengembangkan cakupan dan otoritas keilmuannya.

Akan tetapi sebagaimana pesan beliau bahwa reformasi birokrasi pendidikan Islam bukan hanya mengejar perubahan status akan tetapi yang jauh lebih penting adalah reformasi akademis dalam segenap aspeknya. Staf akademik, proses pembelajaran, mahasiswa dan juga seluruh komponen sivitas akademiknya juga harus berkualitas.

Dengan demikian, pemberian gelar doctor kehormatan di bidang pendidikan pada UIN Ar Raniri Banda Aceh kepada Pak Azwar Abubakar tentu memperoleh momentumnya. Selamat menjadi doctor Pak Azwar. Selamat juga kepada seluruh keluarganya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini