TANTANGAN KELEMBAGAAN PTAI DAN EKONOMI SYARIAH
TANTANGAN KELEMBAGAAN PTAI DAN EKONOMI SYARIAH
Hari Kamis, 20 Pebruari 2014, saya diundang ke Universitas Sultan Agung Semarang untuk mendiskusikan Percepatan Pembangunan berbasis pada ekonomi syariah. Selain saya yang menjadi pembicara juga terdapat Prof Dr. Ahmad Rofiq dari IAIN Walisongo Semarang dan juga Dr. Misnen Ardiansyah dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan dipandu oleh Dr. Imam Munajat dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Agung.
Acara diskusi ini juga ditandai dengan pencanangan Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Syariah melalui tabungan di Bank yang memiliki program ekonomi syariah. Acara ini juga dihadiri oleh Ketua Yayasan Universitas Sultan Agung, Hasan Toha Putra dan juga jajarannya. Selain itu juga Rektor Universitas Sultan Agung dan juga para wakil rektor serta dosen dan mahasiswa. Acara ini ditempatkan di ruang perpustakaan yang memang tertata cukup baik. Perpustakaannya memang telah memperoleh sentuhan modernitas yang memadai.
Pada kesempatan ini saya memang secara sengaja mengungkapkan beberapa hal yang saya anggap urgen bagi pengembangan program studi ekonomi syariah. Menurut saya ada dua hal yang menjadi tantangan prodi ekonomi syariah, yaitu:
Pertama, tantangan akademis. Sebagai prodi yang akan mengembangkan kemampuan praktis alumninya, maka tentunya diperlukan seperangkat pengetahuan praktis tentang bagaimana menjadi tenaga skilled yang menguasai seluk beluk ekonomi syariah. Jadi para mahasiswa haruslah diberi seperangkat pengetahuan praksis tentang bagaimana mengelola ekonomi syariah. Suatu kenyataan bahwa masih ada dualisme tentang pengelolaan prodi ekonomi syariah ini yaitu prodi ekonomi syariah yang dikelola oleh PTU dan yang dikelola oleh PTAI. Prodi ekonomi syariah di PTU dikelola oleh Fakultas Ekonomi dan prodi ekonomi syariah di PTAI dikelola di Fakultas Syariah. Suatu kenyataan bahwa prodi ekonomi syariah di PTU lebih mengarah pada ekonomi konvensional. Sementara itu prodi ekonomi syariah di Fakultas Syariah lebih mengarah kepada hukum ekonomi. Dualisme ini tentu berakibat terhadap performance alumni prodi tersebut. Mereka yang berasal dari PTU tentu lemah tentang hukum ekonomi Islam tetapi kuat di dalam pengetahuan ekonomi konvensional, sementara yang dari PTAI kuat di bidang hukum ekonomi tetapi lemah di bidang ekonomi konvensional.
Melihat kenyataan ini, maka semestinya dilakukan perubahan yang sangat mendasar dari aspek kurikulum dan sillabinya dan juga pada SDM tenaga pendidik yang memiliki kompetensi memadai untuk memperkuat dua sisi kelemahan prodi ini. Selanjutnya dilakukan semacam program kerja sama antar perguruan tinggi untuk peningkatan kualitas prodi ini. Semestinya harus ada kesepahaman bahwa perlu kebersamaan untuk mengembangkan prodi ekonomi syariah.
Kedua, tantangan pengembangan profesionalisme. Sudah lazim dipahami bahwa tujuan umum belajar di perguruan tinggi adalah agar yang bersangkutan menjadi tenaga profesional di bidangnya. Namun demikian, kenyataannya bahwa berpendidikan tinggi tidak menjamin seseorang untuk menjadi tenaga profesional. Ada banyak alumni PT yang memang lebih memiliki pemahaman teoretis ketimbang pengetahuan praksis. Itulah sebabnya ada banyak kritik terkait dengan out put lembaga pendidikan kita. Disebutnya bahwa alumni PT kita tidak siap untuk bekerja atau not ready for use. Berbeda dengan negara-negara yang lain, seperti Singapura atau Australia yang secara sengaja mendesain lembaga pendidikannya agar bersearah dengan tujuan pendidikan untuk mengembangkan profesionalita warganya. Makanya, di negara tersebut prodi yang lebih banyak adalah prodi vocasional, sedangkan prodi akademik lebih sedikit. Dengan komposisi seperti ini maka masyarakat bisa memilih mana prodi yang cocok untuk dirinya. Orang bisa memilih apakah akan langsung bekerja sebagai tenaga profesional ataukah mau ke jenjang pendidikan akademis yang lebih tinggi. Jadi ada banyak pilihan yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Ketiga, tantangan kualitas SDM. Harus disadari bahwa SDM, khususnya tenaga pendidik, memiliki korelasi yang sangat memadai dan signifikan untuk pengembangan kualitas pendidikan secara umum. Dosen yang sangat bagus dengan kualitas terpuji tentu dapat menjadi jaminan akan kualitas lembaga pendidikan tersebut. Banyak dijumpai di dalam kenyataan empiris bahwa ketenaran lembaga pendidikan memang ditentukan oleh bagaimana kualitas dosen tersebut. Di universitas Barat, maka dosen memiliki korelasi yang sangat signifikan dengan kualitas dan pencitraan lembaga pendidikan. Semakin banyak dosen suatu lembaga pendidikan yang memperoleh pengakuan, seperti Hadiah Nobel, maka akan semakin kuat pencitraan akan kehebatan PT tersebut.
Di PT Indonesia mungkin belum sampai tahapan itu. Akan tetapi bahwa peningkatan kualitas dosen berbasis pada studi lanjut dan penelitian yang sangat out standing tentu akan menjadi penentu atas kualitas PT. Oleh karena itu lalu menjadi tugas para pengambil kebijakan dan para pimpinan PT untuk terus memperhatikan terhadap keberadaan dosen dan kualitas dosen ini.
Ke depan tentu kita harapkan akan ada semakin banyak doktor dan profesor yang memiliki hasil penelitian yang sangat bagus sehingga PT di mana dosen itu mengabdikan diri akan menjadi terkenal. Jadi, memang diperlukan kebijakan yang memihak terhadap pengembangan PT tersebut.
Wallahualam bisshawab.