JANGAN MENGERDILKAN KPK
Gonjang-ganjing tentang KPK akhir-akhir ini memang terasa agak aneh di tengah usaha untuk memberantas korupsi di negeri ini. Masih dari cerita Tempo, bahwa ketika lembaga independen antikorupsi, ICAC, mulai bekerja pada tahun 1990-an, polisi melawan dan melakukan pemogokan nasional. Namun pemerintah berdiri di pihak ICAC. Hasilnya, kawasan yang empat dekade silam merupakan sarang koruptor itu kini menjadi salah satu tempat paling bersih dari korupsi. Sebaliknya dukungan setengah hati terhadap lembaga antikorupsi di Kenya menyebabkan sang Ketua, John Githongo, mengundurkan diri, hidup di pengasingan di London sejak awal 2005, dan Kenya kembali terpuruk dalam lumpur korupsi.
Kasus ICAC hampir sama dengan KPK. Tampaknya dalam pemberantasan korupsi KPK telah melakukan sesuatu yang bisa saja merisaukan berbagai pihak termasuk polisi. Apalagi beberapa orang penting di kepolisian juga sedang dan telah bermasalah dengan KPK. Nampakya dalam urusan yang paling krusial, yaitu pemberantasan korupsi banyak orang yang harus sport jantung. Bisa dibayangkan bahwa beberapa bulan yang lalu, seseorang menjadi pejabat publik, akan tetapi sekarang meringkuk di penjara dengan status koruptor.
Pemberantasan korupsi adalah harga mati bagi republik ini. Negeri ini hampir saja kolaps karena penyakit kronis korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit sosial yang menggurita. Bahkan di era reformasi sekalipun. Banyaknya pejabat yang kemudian memasuki hotel prodeo menjadi indikator bahwa korupsi masih menjadi penyakit sosial yang akut. Meskipun belum maksimal di dalam melakukan penindakan terhadap keseluruhan kasus korupsi ternyata KPK sudah mulai melakukan tugasnya relatif memadai. Oleh karena itu selalu saja ada orang yang mencoba untuk mengerdilkan KPK dengan berbagai caranya. Termasuk kasus KPK versus Polisi akhir-akhir ini. Namun demikian, proses “pelumpuhan” KPK ternyata masih bisa diatasi.
Drama KPK tampaknya sudah memasuki babak akhir. Presiden sudah menetapkan Pelaksana Tugas (Plt) untuk menggantikan pejabat KPK yang sedang dinonaktifkan. Yang dilantik oleh Presiden SBY , 06/10/2009, adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Waluyo dan Mas Achmad Santoso. Seperti diketahui bahwa hanya tersisa dua orang pimpinan KPK, yaitu Mochammad Yasin dan Haryono Umar. Mereka kemudian memilih secara aklamasi, Tumpak Hatorangan Panggabean untuk menjadi Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar.
Tampaknya yang memang menjadi persoalan utama di dalam gonjang-ganjing KPK adalah penanganan Bank Century yang diperkirakan banyak menyeret pejabat penting, termasuk di Mabes POLRI. Jika mengikuti logikanya Teten Masduki (Sekjen Tranparancy International Indonesia), maka pelantikan terhadap tiga orang itu adalah pilihan yang paling rasional. Tumpak dan Santoso adalah orang lama di dalam tubuh KPK. Menurutnya, bahwa pilihan terhadap tiga orang tersebut adalah jalan yag paling “aman” di tengah memanasnya hubungan antara polisi dan KPK serta kuatnya sinyalemen penghentian kasus korupsi yang melibatkan “orang besar” seperti kasus pemilihan Deputy Senior Bank Indonesia 2003 dan skandal Bank Century (Suara Karya: 07/10/09).
Siapapun akan bersepakat bahwa korupsi merupakan kejahatan yang bisa saja disebut sebagai extra ordinary crime. Makanya penanganan terhadap kejahatan korupsi juga seringkali menyisakan persoalan yang mengganjal. Dalam kenyataannya, bahwa masih banyak persoalan korupsi yang tidak diselesaikan atau diselesaikan untuk konsumsi politik. Ada semacam anggapan bahwa penanganan kasus korupsi masih “tebang pilih”. Banyak orang yang menduga bahwa penyelesaian kasus korupsi terkait dengan persoalan politik. Ada relasi yang relatif kuat antara politik dan korupsi. Secara empiris, banyak korupsi yang dilakukan untuk pembiayaan politik. Jadi tampaknya ada pembenaran terhadap statemen yang menyatakan bahwa “power tends to corrupt”.
Jadi, tugas utama para pemegang amanah di tubuh KPK adalah bagaimana menyelesaikan tindak korupsi dengan mengedepankan obyektivitas, relevansi dan rasa keadilan. KPK harus menjadi lembaga yang independen sebab KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan memiliki kewenangan yang jelas. KPK harus melaksanakan tugasnya tanpa ada beban politik yang mengganjalnya.
Jika KPK bisa melaksanakan hal itu, maka rakyat akan merasa aman dan nyaman dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks dan sulit. Rakyat akan merasa memperoleh keadilan. Jika mereka miskin bukan karena kemiskinan itu disebabkan oleh kesalahan dalam mengelola uang negara, bukan karena tindakan koruptif para pejabat, akan tetapi karena faktor lain yang memang tidak dapat diatasinya.
Wallahu a’lam bi al shawab.