MEMIHAK KE PTAIS
MEMIHAK KE PTAIS
Rasanya perhatian Kementerian Agama terhadap pengembangan PTAIS memang perlu ditingkatkan. Selama ini perhatian Kementeian Agama memang masih terhadap pengembangan PTAIN. Tentu ada alasan mengapa baru PTAIN yang dikembangkan dan belum menyentuh secara maksimal terhadap PTAIS. Dan salah satu alasan yang sudah menjadi pengetahuan masyarakat adalah karena faktor anggaran.
Sebagaimana diketahui bahwa anggaran pendidikan tinggi Islam memang masih terbatas. Bisa dibayangkan bahwa anggaran pendidikan tinggi, terutama untuk PTAIN barulah berkisar pada angka 3,7 triliun untuk 53 PTAIN, dan PTAIS. Sedangkan dari anggaran tersebut, maka untuk pengembangan pendidikan tinggi agama Islam yang dikelola oleh pusat hanya sebanyak 400 Milyar. Sebuah angka yang sangat minim dibandingkan dengan banyaknya PTAIS yang sesungguhnya juga menjadi tanggungjawab Kementerian Agama pusat. Itulah sebabnya hingga kini penganggaran untuk PTAIS belumlah memadai.
Berdasar atas rendahnya anggaran untuk PTAIS tersebut, maka pantaslah jika banyak rektor atau ketua PTAIS yang merasa belum memperoleh sentuhan pembinaan yang memadai. Bagi mereka, kehidupan PTAIS sungguh-sungguh menjadi tanggungjawabnya sendiri sebab uluran tangan Pemerintah untuk kepentingan ini tidaklah memadai. Kiranya ke depan memang diperlukan pemihakan terhadap PTAIS agar mereka juga bisa berkembang secara lebih baik.
Disebabkan oleh cekaknya anggaran untuk kepentingan ini, maka salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana agar kelembagaan PTAIS bisa memperoleh sentuhan kebijakan yang pantas. Makanya, diperlukan kebijakan yang lebih memihak kepada kepentingan PTAIS bukan dalam bentuk pemihakan anggaran akan tetapi pada penguatan dan perluasan kelembagaannya.
Di dalam hal ini, maka diperlukan suatu kebijakan afirmatif untuk mengembangkan PTAIS agar lebih bersearah dengan keinginan untuk memenuhi akses penerimaan mahasiswa dalam kerangka peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) sebagaimana tercantum di dalam Renstra Kementerian Agama, 2010-2014 dan juga akan berlangsung untuk Renstra tahun 2015-2019.
Saya merasakan kegembiraan yang luar biasa dengan perubahan kelembagaan PTAIN pada tahun lalu, 2013. Ada dua IAIN yang berbah menjadi UIN dan ada lima STAIN yang berubah menjadi IAIN. Perubahan ini ternyata memperoleh respon yang sangat memadai dari para stakeholder kita. Mulai dari Pemerintah daerah, pimpinan perguruan tinggi sampai masyarakat umum. Perubahan status ternyata menjadi momentum yang sangat monumental bagi PTAIN yang bersangkutan.
Saya tidak mengira bahwa perubahan status dari STAIN ke IAIN dan dari IAIN ke UIN ternyata menjadi faktor pemicu seluruh PTAIN untuk bergerak mengembangkan lembaganya agar bisa turut serta beralih status. Makanya mereka berlomba-lomba agar lembaganya diikutsertakan dalam program alih status tersebut. Bisa dibayangkan bahwa sekarang sudah ada sebanyak 10 STAIN yang ingin berubah status nya menjadi IAIN.
Di tengah hiruk pikuk alih status menjadi IAIN atau UIN, maka ada yang terlewatkan bahwa kita sudah merancang ada sebanyak 20 PTAIS yang berkompetisi untuk beralih status dari Sekolah Tinggi Agama Islam untuk merah menjadi Institut Agama Islam. Tahun 2013 yang lalu, terdapat sebanyak empat PTAIS yang sudah kita alihkan statusnya.
Saya merancang ada sebanyak 20 PTAIS yang sampai akhir tahun 2014 bisa beralih status. Mereka dipanggil ke Jakarta untuk memperoleh suntikan semangat tentang pentingnya perubahan status kelembagaan PTAIS ini dan agar terjadi juga perubahan mindset para pimpinan PTAIS untuk berubah menuju kepada kemajuan. Dari sebanyak 20 PTAIS yang dipanggil ke Jakarta untuk mendiskusikan peluang berubah status kelembagaannya, ternyata ada di antara mereka yang sangat cepat merespons. Jumlahnya memang tidak banyak, akan tetapi sampai akhir tahun 2013 ternyata ada sebanyak empat PTAIS yang sudah berubah statusnya. Dari STAIS ke Institut Agama Islam Swasta.
Pengembangan kelembagaan adalah sebuah mandat bagi para pengambil kebijakan dan juga para pimpinan perguruan tinggi. Itulah sebabnya ketika kebijakan akseleratif untuk pengembangan PTAIS ini bergulir di perguruan tinggi, maka dengan cepat muncul respon dari para pimpinan PTAIS.
Saya sungguh mengapresiasi terhadap para pimpinan PTAIS yang kemudian dengan cepat mengambil kebijakan untuk perubahan statusnya. Dalam waktu empat bulan, maka sudah ada sebanyak 4 PTAS yang berubah statusnya dari STAIS menjadi IAIS. Yaitu IAI NU Kebumen, IAI NU Lampung, IAI Darul Lughah wad Dakwah Pasuruan dan sebagainya. Kemudian juga menyusul beberapa lainnya. Saya sudah meminta kepada staf di Direktorat Pendidikan Tinggi Islam agar memberikan kesempatan secara luas kepada PTAI yang akan berubah statusnya.
Jika gerakan ini terus berkembang, maka saya berharap bahwa ke depan akan terjadi proses kompetisi dari PTAIS dimaksud dalam kaitannya dengan perluasan akses pendidikan dan peningkatan kualitas PTAIS.
Wallahualam bisshawab.