• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KH SAHAL MAHFUDZ DAN FIQH SOSIAL

KH SAHAL MAHFUDZ DAN FIQH SOSIAL
KH Sahal adalah kyai yang sangst konsisten dengan padangan hidupnya dan juga pemikiran keagamaannya. Di kalangan orang NU, maka beliau dikenal dengan sebutan NU tulen atau kalau dalam bahasa orang Tuban disebut sebagai NU tus. Yaitu orang NU yang semenjak muda telah mengambil NU sebagai jalan pikiran dan tindakannya. Gagasan tentang fiqh sosial tersebut tercermin dalam dua hal, yaitu:
Pertama, tentang relasi antara agama dan negara. Gagasannya tentang Islam rahmatan lil alamin dan ketuntasan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup orang Indonesia tentu merupakan pikiran yang sangat mendasar. Gagasan dan tindakannya yang sangat mendasar tentang NU, Pancasila dan Negara adalah merupakan akumulasi dari pengalamannya dalam bergaul dengan banyak kalangan, baik mereka yang berlatar belakang suku Jawa maupun lainnya serta dengan orang Islam maupun non muslim.
Kyai Sahal adalah kyai Pesantren tradisional yang memiliki pandangan tuntas tentang relasi antara agama dan negara. Berdasarkan atas kajiannya tentang Islam dalam kaitannya dengan negara atau Pemerintah, maka sampaikan beliau kepada kesimpulan bahwa Islam dan negara haruslah berhubungan secara simbiosis. Islam membutuhkan negara sebagai tempat untuk mengembangkannya dan di sisi lain negara juga membutuhkan agama sebagai basis moralitas di dalam mengatur kehidupan rakyat dan negara.
Ungkapan beliau yang sering saya ungkapkan di dalam banyak kesempatan adalah tentang Pancasila sebagai dasar negara yang final dan UUD 1945 juga sebagai landasan konstitusional bernegara, NKRI sebagai bentuk final dari negara Indonesia serta kebhinekaan sebagai basis relasi sosial yang baik bagi kenyataan sosial dan kultural masyarakat Indonesia.
Pidato beliau di Musyawarah Alim Ulama di Surabaya itulah yang menjadi dasar pemikiran dari NU baik secara organisasional maupun sosial politik dalam membangun relasi yang baik antara Pemerintah dan NU maupun dengan dunia internasional yang memang membutuhkan ketentraman dan kedamaian. Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebhinekaan adalah sesuatu yang sudah final bagi bangsa Indonesia.
Kedua, gagasan tentang aspek kesejahteraan sosial dan lingkungan. Gagasan seperti ini sesungguhnya adalah cara pandang yang berbeda tentang fiqh yang selama ini bercorak hitam putih dan kemudian memperoleh sentuhan pikiran modern, sehingga fiqh busa bernegosiasi dengan dunia sosial, politik dan juga kebudayaan. Melalui konsepsi fiqh sosial, maka Kyai Sahal menggambarkan bahwa fiqh yang selama ini hanya dimaknai sebagai hukum ibadah lalu menjadi memiliki cakupan makna yang lebih luas.
Misalnya kemiskinan yang selama ini hanya dilihat sebagai masalah sosial lalu bisa didekati dengan konsepsi fiqh yang penyelesaiannya merupakan bagian dari ajaran agama. Yang dicari bukan dalil agamanya, akan tetapi adalah bagaimana memecahkan masalah kemiskinan tersebut dalam konteks zamannya. Melalui pendekatan fiqh sosial tersebut maka persoalan kemiskinan bisa menjadi bagian dari konsepsi Islam yang jelas. Jadi fiqh bukan bicara persoalan hitam putih ajaran Islam yang berupa peribadatan saja akan tetapi dapat memasuki ranah sosiologis dan bahkan antropologis.
Sebagai pimpinan organisasi yang mengusung tema Islam kultural, maka beliau memiliki perhatian yang mendasar tentang dimensi kebudayaan dan tradisi Islam yang bernuansa khas lokalitas, makanya beliau sangat fasih membaca nuansa zamannya. Beliau mampu membaca persoalan lingkungan, ketenagakerjaan, pertanahan, nasionalisme, kebangsaan dan juga keislaman. Melalui perangkat ilmu ushul fiqh tersebut, maka integrasi antara Islam dan dunia di hadapannya mampu diterjemahkan secara baik dan memadai.
Ada orang yang menyatakan bahwa Kyai Sahal adalah Ushul fiqh berjalan. Maksudnya bahwa pada diri Kyai Sahal terdapat pemahaman dan praksis Ushul fiqh yang hidup. Mungkin bisa dinyatakan sebagai The living of Ushul fiqh. Jadi pada dirinya sudah tergambar dan dipahami orang sebagai ahli Ushul fiqh yang sangat dihormati dan tidak tertandingi.
Untuk menjadi seperti ini tentu saja ada variabel penting yang tidak bisa dilupakan, yaitu kemampuan memahami teks-teks kitab kuning terutama di bidang ilmu ini, pemahaman yang baik tentang ilmu pendukung seperti ilmu sosial dan juga konteks zaman yang melingkupi semua itu. Jadi ada pengintegrasian antara teks ajaran agama yang sering hitam putih dan konteks zaman yang variatif dan jamak. Pemahaman yang utuh tentang kehidupan inilah yang mengantarkannya pada suatu kemampuan ahli Ushul fiqh yang unggul.
Kiranya tidak hanya orang NU yang kehilangan dengan kepergian beliau ke alam baka, akan tetapi juga organisasi keislaman dan organisasi sosial lainnya dan bahkan dunia ilmu keislaman yang juga merasakannya. Sungguh kita akan merasakan bahwa untuk mencetak orang sekelas Beliau memerlukan waktu yang sangat panjang.
Jadi rasanya masih memerlukan waktu panjang untuk menghasilkan ulama yang arif bijaksana dan yang sekaligus memiliki rasa nasionalisme dan kebangsaan yang tidak diragukan.
Semoga Allah menerima semua amal baiknya dan bagi kita bangsa Indonesia akan tetap melestarikan legacy nasionalisme dan kebangsaannya.
Wallahualam bisshawab.

Categories: Opini