• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERUBAHAN MINDSET MENJADI UIN

PERUBAHAN MINDSET MENJADI UIN
Tadi pagi jam 05 WIB saya didatangi tamu dosen UIN Sunan Ampel, Surabaya. Pagi sekali dia datang ternyata dia naik kereta api, sehingga dari stasiun Gambir lalu datang ke rumah. Dia adalah Umar Faruq, dosen fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya.
Sebagaimana biasanya maka kami membincangkan tentang pendidikan Islam khususnya UIN Sunan Ampel. Sebagai orang yang pernah dibesarkan di UIN Sunan Ampel, maka tentu sangat wajar jika kemudian masih terus berpikir tentang bagaimana UIN Sunan Ampel ke depan. Sebagai dosen dan profesor di UIN Sunan Ampel adalah kebanggaan yang sangat besar bagi saya. Itulah sebabnya kala bertemu dengan civitas akademika UIN Sunan Ampel tentu yang terpikir adalah bagaimana mengembangkan UIN itu.
Akhir-akhir ini saya sedang terpikir mengenai ungkapan Pak Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali, yang sering mengingatkan tentang perubahan status dari STAIN ke IAIN dan dari IAIN ke UIN bukan hanya perubahan lembaga dan namanya akan tetapi yang lebih penting adalah perubahan mindset civitas akademika menjadi PTAIN yang berkualitas dengan mandatnya yang lebih luas tersebut.
Saya merasakan betapa mendalamnya ungkapan ini. Sebab disadari atau tidak bahwa transformasi ke PTAIN yang mandatnya lebih luas tentu saja mengandung konsekuensi tentang pengembangan akademik yang juga lebih luas, kualitas yang lebih baik, dan manajerial yang lebih andal. Jadi, bukan hanya perubahan simbol akan tetapi adalah perubahan simbol dan substansi sekaligus.
Semua civitas akademika yang PTAI-nya berubah, maka harus melakukan transformasi pemikirannya. Semua harus tertuju pada satu visi mengembangkan pendidikannya menjadi lebih maju dan unggul, baik keunggulan komperatif maupun keunggulan kompetitif. Semua harus bergerak menuju satu titik menjadikan PTAI yang dapat mencetak manusia Indonesia yang berakhlakul karimah, cerdas dan kompetitif. Oleh karena itu harus ada perubahan yang sangat mendasar mengenai cara pandang dan substansi pengembangan pendidikan tinggi tersebut.
Sekarang saya ingin melihat salah satu kelemahan mendasar, yang saya kira menjadi problem utama seluruh PTAIN, yaitu tentang problem kualitas mahasiswa. Ke depan kita ingin memperoleh out put alumni yang andal di tengah blantika kehidupan yang makin kompleks. Kompetisi yang tidak mudah dan juga makin banyaknya sumber daya manusia yang unggul dalam berbagai keahliannya. Makanya, harus ada perumusan ulang tentang bagaimana mengembangkan kemampuan mahasiswa agar bisa menjadi yang unggul tersebut.
Berbasis pada pengamatan yang sederhana saja, sesungguhnya bisa dilihat bahwa program pembelajaran di PTAIN kita masih belum optimal. Jika dilakukan survei terhadap berapa banyak mahasiswa membaca buku dalam satu semester, maka tentu akan terdapat jawaban yang kurang menggembirakan. Mahasiswa PTAIN masih cenderung mengandalkan bahan kuliah dari dosennya dan belum melakukan browsing informasi yang lebih luas.
Sesungguhnya, dewasa ini sedang terjadi banjir informasi. Melalui teknologi informasi yang semakin kuat, maka orang dengan sangat mudah untuk mengaksses informasi ini. Akan tetapi yang tidak kalah penting adalah mindset untuk terus mencari dan berusaha untuk menemukan informasi penting yang diperlukan.
Hanya sayangnya bahwa di tengah banjir informasi tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh sebagian mahasiswa. Mereka lebih cenderung untuk memasuki wilayah jejaring sosial dari pada masuk ke wilayah pencarian informasi akademik. Tentu akibatnya adalah terbuangnya waktu untuk kepentingan individu dalam pemenuhan kebutuhan non akademik.
Seharusnya bahwa mahasiswa harus memiliki kemampuan untuk memilah mana yang lebih penting untuk keberlangsungan dan kemajuan pendidikannya. Kita sungguh menginginkan bahwa mahasiswa PTAIN adalah mereka yang memiliki keunggulan dalam prestasi akademik dan keunggulan mentalitas dan kesungguhan untuk berprestasi. Mereka adalah orang pilihan yang kelak akan menjadi kader bangsa di dalam berbagai bidang keahliannya. Makanya, jika kemudian mereka lebih tertarik kepada jejaring sosial ketimbang dunia akademik. Dengan tindakan semacam ini, maka akan dapat dipastikan bahwa mereka akan tertinggal dalam persaingan atau kompetisi di era global.
Belajar adalah latihan dan pembiasaan bahkan juga paksaan. Makanya, dosen juga harus memberikan arahan yang kuat tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh mahasiswa. Di dalam konteks ini, kita juga bisa bertanya ada berapa banyak tugas bacaan buku untuk mahasiswa yang diarahkan oleh para dosennya. Apakah cukup satu paper dalam satu semester, atau cukup dengan ujian saja atau ada sejumlah buku yang harus dibaca dan dipresentasikan di ruang kuliah atau di tempat lain. Dosen dengan demikian adalah pentransfer ilmu dan sekaligus juga pamong bagi para mahasiswanya agar mahasiswanya dapat meraih prestasi belajar yang sangat baik.
Semua di antara kita tentu sependapat bahwa kualitas alumni sebuah perguruan tinggi tentu tergantung pada seberapa kualitas proses pembelajaran dan dosennya yang berkualitas. Secara konseptual tentu dapat dinyatakan bahwa semakin banyak doktor dan profesor tentu semakin bagus proses pembelajaran dan tentu akan memiliki dampak ikutan akan meningkatnya kualitas out put lembaga pendidikan. Jika di PTAIN kita sudah semakin banyak masternya, makin banyak doktornya dan makin banyak profesornya, maka semestinya juga akan makin baik tampilan dan postur alumninya.
Oleh karena itu, transformasi ke status lembaga pendidikan yang lebih luas tentu hars berimplikasi terhadap perubahan mindset civitas akademika ya, sehingga perubahan status bukan hanya sebagai mode akan tetapi memang memiliki perubahan substantif di dalam banyak hal.
Wallahualam bisshawab.

 

 
.

Categories: Opini