DAMPAK POSITIF KPK
Tulisan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mungkin terlambat. Kasus perseteruan KPK dengan Polisi telah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Bahkan perkaranya sudah mendekati putusan final. Perseteruan yang mengakibatkan dinonaktifkannya dua anggota KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto menyebabkan KPK tidak berfungsi, sebab kehilangan pimpinannya. Bahkan meskipun banyak yang menyangsikan, Susno Duadji juga diputus bebas sangsi. Pro kontra tentang hal ini terus merebak. Tetapi yang penting adalah KPK sebagai institusi penting di dalam pemberantasan korupsi harus tetap jalan.
Memang harus diakui bahwa salah satu penyakit kronis yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia semasa Orde Baru adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penyakit ini terutama menjangkiti dunia birokrasi yang hampir-hampir tidak bisa disembuhkan. Era reformasi yang sudah memasuki dekade kedua pun masih tertatih-tatih dalam menghadapi persoalan KKN ini. KPK memang menjadi superbody dalam penyelesaian KKN. Meskipun masih terdapat kritik tentang peran KPK dalam pemberantasan korupsi, namun harus diakui bahwa KPK telah menjadikan masyarakat Indonesia sedikit dapat menegakkan kepala karena pemberantasan korupsi.
KPK yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sesungguhnya memiliki tugas yang sangat strategis bagi usaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera karena terbebas dari korupsi. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara profesional, intensif dan berkesinambungan. Jika kita cermati memang wewenang KPK ternyata luar biasa. Sebagai lembaga yang ditugasi oleh pemerintah untuk melakukan pencegahan dan eksekusi terhadap tindakan koruptif, maka dapat membuat siapa sajamerasa gamang.
Lihatlah wewenang KPK dalam melakukan pencegahan dan eksekusi tindakan koruptif antara lain adalah: melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan, mencekal orang, meminta keterangan bank dan lembaga keuangan lain bagi tersangka, memblokir keuangan di bank atau lembaga keuangan, memberhentikan sementara pejabat, meminta data kekayaan, menghentikan sementara transaksi keuangan, meminta bantuan interpol Indonesia atau penegak hukum negara lain untuk pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang dan meminta bantuan kepolisian untuk penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang ditangani.
Wewenang KPK yang sedemikian besar tentu saja bisa membuat orang menjadi jera untuk melalakukan tindakan koruptif. Jika di masa lalu orang berebut untuk menjadi pimpinan proyek, maka sekarang orang berebut tidak mau menjadi pimpinan proyek. Ini adalah sebuah contoh sederhana tentang bagaimana KPK sudah menjadikan lembaga atau individu merasa berada dalam pengawasan terus menerus. Apalagi lembaga ini bisa saja menindaklanjuti sebuah penyimpangan hanya berdasarkan sms pengaduan masyarakat.
Berapa banyak pejabat yang ditahan bahkan dihukum karena pelanggaran korupsi. Mulai dari anggota DPR, Menteri, Gubernur, Bupati, Polisi, Tentara, pengusaha hingga pejabat lainnya. Sebagai institusi yang memiliki kewenangan penuh dalam menangani dan menyelesaikan kasus tindakan koruptif maka KPK menjadi lembaga yang sangat ditakuti. Makanya menyebabkan banyak orang yang terkait dengan persoalan tindakan koruptif merasa tidak nyaman.
Itulah sebabnya ketika tiga orang anggota KPK kemudian dipermasalahkan, Antasari karena kasus pembunuhan terencana dalam kasus Nasruddin, dan dua lainnya karena dianggap melampaui wewenang karena melakukan pencekalan terhadap persoalan yang melilit Bank Century, maka tudingan bahwa ada usaha secara terstruktur untuk melakukan pengebirian terhadap lembaga super body ini.
Melihat permasalahan yang dihadapi oleh KPK maka secara provokatif, Majalah Tempo (28/09-04/10-2009) lalu menulis “KPK di Ujung Tanduk”. Masyarakat tentunya banyak yang memahami bahwa persoalan KPK sesungguhnya bukan hanya persoalan pemberantasan korupsi tetapi juga ada dimensi politisnya. Namun yang diperlukan oleh masyarakat tentunya adalah bagaimana KPK sebagai institusi yang mengemban amanat masyarakat untuk memberantas korupsi tetap pada jalurnya, yaitu sebagai organ negara dan masyarakat dalam melakukan tindakan preventif dan kuratif terhadap berbagai pelanggaran korupsi.
Kita semua sedang menanti, apakah KPK akan tetap sakti untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi tanpa pandang bulu. Jadi tetap dalam jalur “Siapa yang menabur angin dialah yang akan menuai badai.”
Wallahu a’lam bi al shawab.