STAIN TULUNGAGUNG PUN JADI IAIN
STAIN TULUNGAGUNG PUN JADI IAIN
Meskipun hari Sabtu, 28 Desember 2013 terdapat masalah sedikit terkait dengan helikopter yang tidak jadi terbang, maka melalui perjalanan darat akhirnya acara peresmian STAIN Tulungagung menjadi IAIN Tulungagung dapat dilaksanakan. Helikopter yang dipinjam dari Perusahaan Gudang Garam memang terkendala oleh pilotnya. Tiba-tiba pilotnya sakit. Meskipun telah diusahakan untuk pinjam ke berbagai instansi, seperti POLRI dan Angkatan Laut, akan tetapi akhirnya gagal juga. Maka akhirnya harus menggunakan perjalanan darat.
Karena memakai kendaraan darat, maka acara yang semestinya dijadwalkan tepat waktu menjadi bergeser. Tapi tetap beruntung sebab masih bisa makan ayam lodho yang merupakan masakan khas Tulungagung. Sebenarnya masakan ini mirip dengan masakan kare ayam khas daerah lain. Saya kira memang ada bumbu lain yang berbeda, sebab ada nuansa rasa yang berbeda. Karena disediakan untuk Pak Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali, maka kepedasan dan kekentalannya dikurangi. Biasanya masakan lodho disediakan dengan amat pedas dan kental.
Dalam kunjungan ke Jawa Timur, Menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali mempunyai empat agenda, yaitu: gerak jalan kerukunan di Surabaya, temu tokoh lintas agama, pertemuan dengan para kyai di pondok pesantren Hidayatul Mubtadiin, Ngunut, dan peresmian STAIN Tulungagung menjadi IAIN Tulungagung. Acara yang padat tentu saja.
Ada dua pesan penting yang disampaikan oleh Menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali. Pertama, bahwa perubahan status dari STAIN menjadi IAIN atau IAIN menjadi UIN sesungguhnya bukan hanya perubahan kelembagaan biasa dan perubahan status biasa saja akan tetapi merupakan perubahan mendasar, baik secara struktural maupun akademik. Dari sisi struktural, memang ada perubahan status dari ketua STAIN menjadi rektor IAIN. Ini artinya, bahwa perubahan status ini membawa perubahan tanggungjawab yang lebih besar secara akademik, kelembagaan dan administratif.
Dengan menjadi IAIN, maka tanggungjawab struktural menjadi lebih luas, sebab akan membawahi beberapa dekan dan lembaga-lembaga lain yang tentu menuntut kemampuan leadership dan manajerial yang lebih luas. Jadi mindset pemimpin dan yang dipimpin mestilah berubah sesuai dengan pengembangan status tersebut.
Di sisi lain juga mengawal pengembangan akademis. Perubahan status menjadi IAIN tentu saja berakibat terhadap perluasan program studi atau jurusan yang relevan dengan misi IAIN. Jika menjadi STAIN maka hanya berwenang mengembangkan ilmu keislaman dan ilmu lain yang mendukung pengembangan ilmu keislaman. Dengan menjadi IAIN maka mandatnya akan menjadi lebih luas. Oleh karena itu, perubahan status menjadi IAIN juga mengandung konsekuensi agar seluruh civitas akademika mengembangkan potensi dan kapasitas diri untuk maju dan berkembang sesuai dengan visi IAIN.
Pada tahun 2020 sudah dicanangkan sebagai tahun membangun distingsi dan ekselensi PTAI. Di dalam kerangka ini, maka yang penting dipikirkan adalah bagaimana menjadikan IAIN yang baru ini dapat merancang pengembangan akademik yang relevan dengan rencana strategis ini. Untuk itu agar dipikirkan sedari awal arah mana yang akan ditempuh untuk melakukan perubahan akademik yang mendasar. Harus dipikirkan bagaimana mengembangkan kualitas dosen, kualitas pembelajaran, kualitas sarana dan prasarana, kualitas jurnal dan sebagainya.
Kedua, adalah pesan yang terkait dengan mahasiswa. Menteri Agama mengingatkan bahwa perubahan status menjadi IAIN ini sangat penting bagi mahasiswa. Mindset mahasiswa juga harus berubah. Menjadi mahasiswa IAIN memanggul tugas yang berat karena ada status sebagai mahasiswa Islami. Setiap tindakan mahasiswa Islam selalu dinilai sebagai tindakan yang berbeda dengan tindakan pada umumnya. Masyarakat selalu menilai berbeda antara mahasiswa Islam dengan mahasiswa umum. Jika mahasiswa PTAI melakukan satu kesalahan, maka masyarakat menilainya sepuluh kali lipat. Akan tetapi kalau mahasiswa PTAI melakukan tindakan kebaikan, maka akan tetap dinilai sebagaimana yang dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya.
Basis moralitas Islam itulah yang akan membedakan antara mahasiswa Islam dengan bukan mahasiswa Islam. Berdasarkan atas justifikasi ini, maka mahasiswa PTAI harus melakukan tindakan yang sesuai dengan ajaran agamanya. Jadi, mahasiswa PTAI selalu dianggap oleh masyarakat dengan karakter keislaman yang disandangnya.
Sekarang kita hidup di era demokrasi. Akan tetapi demokrasi itu tidak identik dengan demonstrasi. Apalagi demonstrasi yang anarkis. Demonstrasi yang merusak propertinya sendiri. Bangunan fisik PTAIN itu dibangun dengan susah payah. Karena keterbatasan anggaran, maka penyelesaiannya bertahan-tahun, lalu dirusak hanya dalam beberapa jam. Perbuatan yang seperti ini sungguh menyakitkan dan bukan menjadi ciri mahasiswa Islam yang sesungguhnya memiliki ajaran Islam yang luhur.
Dengan dalih demokrasi apapun tentu tidak akan ada yang membenarkan tindakan anarkis. Makanya, semua harus berubah untuk menuju kepada peningkatan kualitas. Jadi bukan sebaliknya, menjadi UIN atau IAIN tetapi tindakan kita justru sebaliknya akan menghancurkan kualitas. Peningkatan kualitas sangat tergantung kepada bagaimana kita memandang terhadap potensi yang kita miliki di tengah arus perubahan yang akan terus bergulir.
Oleh karena itu, jadikanlah perubahan status STAIN Tulungagung menjadi IAIN Tulungagung ini sebagai momentum untuk bangkit melakukan perubahan baik dalam aspek akademis, kelembagaan maupun administratif. Sekali lagi bahwa perubahan itu akan datang dari kita dan bukan dari lainnya.
Wallahualam bisshawab.