KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (1)
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (1)
Saya sudah ke enam kalinya mengikuti acara gerak jalan kerukunan umat beragama yang dilakukan Menteri Agama Republik Indonesia, bapak Dr. Suryadharma Ali. Mulai dari Semarang, Bandung, Jogyakarta, Palu, Banjarmasin, dan Kupang. Acara yang sangat unik tentu saja sebab selama ini saya kira belum ada acara serupa yang melibatkan sekian banyak tokoh agama dan juga umat beragama.
Saya terkesan dengan acara ini bukan karena acara ini diikuti oleh puluhan ribu orang, akan tetapi karena misi gerak jalan ini yang berupa keinginan untuk menjadikan kerukunan umat beragama sebagai pilar pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Di dalam acara ini juga dilakukan temu tokoh lintas agama, Kampanye Peningkatan Penggunaan Produk Halal (KP3H) dan juga acara lain yang selaras dengan pengembangan dan pembangunan masyarakat. Termasuk juga acara dengan dunia pendidikan, baik pendidikan dasar dan menengah maupun perguruan tinggi.
Pak Menteri Agama memang sedang melakukan gerakan nasional kerukunan umat beragama dan ke depan juga akan dijadikan sebagai momentum untuk gerakan nasional kerukunan. Berbagai upaya yang dilakukan terkait dengan gerak jalan atau jalan santai kerukunan Umat beragama sesungguhnya adalah entri point untuk membangun kerukunan yang lebih luas, yaitu kerukunan nasional. Bahkan memang juga direncanakan untuk membikin moment yang lebih luas lagi, yaitu gerak jalan nasional di Monas yang diharapkan dapat dihadiri oleh 100.000 orang. Tanggal 5 Desember 2013 diancangkan untuk melakukan kegiatan dimaksud.
Saya ingin mengulas tentang pidato Menteri Agama RI, bapak Dr. Suryadharma Ali, di dalam berbagai acara tersebut. Satu hal yang menurut saya sangat konsisten adalah tentang pandangan beliau mengenai pentingnya kerukunan umat beragama. Disampaikan bahwa tanpa kerukunan tidak akan ada persatuan bangsa. Jika tidak ada persatuan bangsa maka tidak akan ada pembangunan bangsa. Dan jika tidak ada pembangunan bangsa maka tidak akan ada kesejahteraan masyarakat.
Kerukunan, persatuan dan pembangunan merupakan sesuatu yang sistemik yang tidak bisa dipisahkan. Kerukunan menjadi syarat adanya persatuan dan persatuan menjadi syarat adanya pembangunan. Dengan demikian, jika masyarakat Indonesia ingin melakukan pembangunan masyarakat dan bangsanya, maka mutlak diperlukan kerukunan.
Menurut Pak Suryadharma Ali, bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia adalah yang terbaik di dunia. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang melebihi Indonesia di dalam mengelola kerukunan umat beragama. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari pola relasi antar umat beragama di berbagai wilayah di Indonesia. Di berbagai wilayah terdapat slogan atau pepatah yang menggambarkan bagaimana kerukunan umat beragama tersebut dibangun dan dikembangkan.
Di Kabupaten Ende, misalnya terdapat sebuah pesantren, namanya Pesantren Walisanga yang diasuh oleh Bu Nyai Halimah, ternyata bahwa di pesantren ini terdapat kegiatan pro eksistensi antar umat beragama. Sudah selama 15 tahun di pesantren ini dijadikan sebagai ajang persiapan para calon pastur untuk menjalani masa persiapan kepasturannya. Pada Frater ini hidup di pesantren dan membantu untuk mengajar di pesantren.
Pada waktu Pak Suryadharma Ali meresmikan Rumah Bina Lanjut Pastur Keuskupan Agung Ende, maka ada suatu kenyataan menarik yang dapat dijadikan sebagai bukti bahwa kerukunan umat beragama merupakan kenyataan. Ketika Tim Kementerian Agama datang, maka disambut dengan musik rebana yang merupakan ciri musik Islam, lalu ketika para tamu sudah duduk di kursinya masing-masing maka disuguhi dengan tarian Bali yang tentu saja bersumber dari agama Hindu. Dan ketika vokal grup, Los African Voice menyanyi, maka yang dinyanyikan adalah lagu Tombo Ati yang dipopulerkan oleh Opick.
Menurut Pak Suryaharma Ali, bahwa ada pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah bagaimana masyarakat mengekspresikan kerukunan tersebut di dalam kehidupannya. Penyanyi yang beragama Katolik menyanyikan lagu Islami, Pastur mengucapkan salam Islami, yang berdoa adalah ketua MUI yang beragama Islam, dan pastur juga mewakili sambutan atas nama pimpinan madrasah.
Jadi sesungguhnya, kerukunan bukan sekedar menjadi pembicaraan atau wacana, akan tetapi kerukunan telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Kenyataan kerukunan seperti ini yang tidak dilihat oleh orang luar negeri yang melihat Indonesia. Mereka hanya melihat secara parsial terhadap kerukunan beragama. Mereka hanya mendengar dan membaca laporan tentang kerukunan dari sumber-sumber yang secara sengaja ingin meletakkan Indonesia sebagai negara yang kekerasan agamanya makin meningkat. Mereka hanya melihat secara statistik tentang kekerasan demi kekerasan yang sebenarnya terkadang bukan disebabkan oleh faktor agama.
Jika mereka melihat kenyataan kerukunan umat yang sebagaimana terlihat di Ende, maka akan dapat dipastikan bahwa mereka akan melihat tentang realitas kerukunan umat beragama yang luar biasa baik di Indonesia.
Jadi, memang diperlukan kearifan di dalam melihat berbagai peristiwa yang terkait dengan relasi antar umat beragama ini. Melalui penglihatan yang arif, maka akan dihasilkan kesimpulan yang benar. Dengan demikian, kerukunan beragama adalah kenyataan yang tidak dapat diingkari dan telah menjadi tradisi bangsa Indonesia semenjak dahulu kala
Wallahualam bisshawab.