SEPAKBOLA DAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK MUDA
SEPAKBOLA DAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK MUDA
Saya tentu saja menikmati sajian atau tayangan sepakbola di RCTI (8/10/2013) dalam moment pertandingan Pra Piala Asia U-19 tahun antara Garuda Muda Indonesia dengan Laos. Meskipun saya tidak bisa bermain bola, akan tetapi tidak mengurangi kecenderungan saya untuk nonton bola apalagi jika yang berlaga adalah tim nasional dan utamanya dalam moment pertandingan final.
Saya menjadi teringat ketika tim usia 23 tahun berlaga dalam final melawan Maroko dalam even Islamic Solidarity Games di lapangan Jakabaring Sumatera Selatan yang saat itu, saya bertepatan ada acara, maka begitu sampai di rumah, yang saya pertanyakan adalah siapa yang menang. Meskipun akhirnya Indonesia kalah melawan Maroko, akan tetapi tentu kita harus realistis bahwa kesebelasan yang beruntung dan bagus yang akan memenangkan pertandingan.
Ketika kesebelasan Indonesia usia 19 tahun berlaga melawan Laos, di Gelora Senayan, maka saya tentu menyempatkan nonton pertandingan tersebut meskipun hanya lewat televisi. Meskipun hanya nonton bola lewat televisi tidak berarti saya tidak menikmatinya. Bahkan mungkin lebih menikmatinya. Biasanya saya ditemani oleh anak-anak saya meskipun perempuan, yang juga suka nonton bola kalau yang berlaga tim Indonesia.
Di dalam laga sepakbola antara tim Indonesia melawan tim Laos tersebut, ada sebuah peristiwa yang sangat menarik bagi saya sebagai seorang pengkaji sosiologi agama. Yaitu peristiwa melakukan sujud bersama kala salah seorang pemain Indonesia memasukkan bola ke gawang lawan. Kala pemain Indonesia, Muchlis Hadi Ning Saifullah mencetak gol melalui sundulan kepala pada menit ke 10 dan tentu berkat umpan matang tendangan bebas Kapten tim, Evan Dimas, maka secara serentak mereka berlari ke pinggir lapangan dan melakukan sujud di lapangan sebagai pertanda rasa syukur mereka atas terjadinya gol di saat itu. Indonesia akhirnya menang 4 – 0 dan hal ini menjadi modal yang bagus untuk laga berikutnya melawan Filipina yang dikalahkan juga oleh tim Korea Selatan yang juga dengan sore 4 – 0.
Laju tim Garuda muda juga terus membaik. Dalam pertandingan berikutnya, Tim Garuda Muda juga menang dengan angka 2-0 lawan Filipina. Andaikan pasukan Filipina tidak menerapkan cara bermain bola negatif, mungkin saja tim Indonesia akan menang dengan jumlah gol yang lebih banyak. Apapun hasilnya tentu saja merupakan modal penting untuk pertandingan selanjutnya. Tetapi satu hal yang konsisten dilakukan oleh mereka ini adalah sujud syukur setiap mereka bisa memasukkan bola ke gawang lawan. Jadi bukan hanya dilakukan saat melawan tim Laos akan tetapi juga pada saat melawan tim Filipina.
Yang sangat menggembirakan adalah ketika tim Garuda Muda berhasil mengalahkan Pasukan Kesatria Taeguk, Korea Selatan dengan score 3-2. Sebuah pertandingan sepakbola yang sangat heroik. Siapapun tidak akan menduga bahwa kesebelasan Garuda Muda akan dapat mengalahkan kesebelasan Korea Selatan yang sudah menjadi juara AFF U 19 tahun sebanyak 12 kali. Sebuah prestasi yang belum bisa disamai oleh negara lainnya. Makanya ketika pasukan Garuda Muda Indonesia memenangkan pertandingan dramatis ini, maka ucapan syukur dari seluruh masyarakat Indonesia menggema di mana-mana. Suka cita pemain, ofisial dan juga pelatih Indonesia serta masyarakat Indonesia mewarnai pesan-pesan penting di negeri ini. Tetapi ada suatu yang sangat penting untuk digambarkan di sini adalah sikap dan tindakan para pemain saat bisa menjebol gawang lawan. Mereka bersujud syukur di lapangan secara bersama-sama. Sungguh sangat indah melihat cara mereka meluapkan kegembiraan dengan sujud syukur ini. Rasanya kita melihat anak muda yang memiliki religiositas yang tinggi.
Di luaran ada banyak anak muda yang tingkat keberagamaannya rendah. Bahkan ada yang tidak memiliki religiositas tersebut. Anak muda sering dianggap kurang memiliki rasa religiositas yang tinggi. Masih ada anggapan bahwa mereka adalah kelompok usia yang mengabaikan kehidupan beragama. Dianggap sebagai kelompok yang lebih suka hura-hura ketimbang menjalankan ibadahnya. Akan tetapi tentu ada kenyataan lain yang membantahnya. Beberapa hari yang lalu saya menulis tentang anak-anak muda yang menghafal AL Quran dalam waktu kurang dari satu tahun. Bahkan ada yang menghafal AL Quran dalam waktu hanya 5,5 bulan. Tentu suatu prestasi yang layak untuk diapresiasi.
Lalu, kita juga melihat anak-anak muda yang bersujud di tengah lapangan lapangan bola kala mereka memperoleh kebahagiaan. Peristiwa ini tentu saja membuat hati kita merasa senang, bahwa anak-anak muda yang punya prestasi tersebut ternyata memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap ajaran agamanya. Mereka mensyukuri nikmat Tuhan tidak dengan cara yang tidak berlebihan akan tetapi dengan cara bersujud.
Oleh karena itu, kita tidak hanya mengapresiasi atas kemenangan mereka dalam melawan pasukan kesebelasan lainnya, akan tetapi juga mengapresiasi terhadap religiositas mereka yang tinggi. Saya berharap agar mereka akan terus begitu, sehingga ke depan akan terdapat keseimbangan antara kemenangan, rasa syukur dan kejuaraan.
Wallahualam bisshawab.