• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AGAMA, PERUBAHAN IKLIM DAN PERAN MANUSIA

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama

AGAMA, PERUBAHAN IKLIM DAN PERAN MANUSIA

Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi

 

 

 

Pendahuluan

Relasi manusia dan lingkungan adalah hubungan yang timbal balik dan simbiotik mutulisme. Saya sebut sebagai timbal balik dan simbiotik mutualisme karena manusia hidup di alam lingkungan hidup dan alam sebagai lingkungan hidup juga membutuhkan manusia untuk pelestariannya. Jadi, manusia butuh alam untuk kehidupannya dan alam juga membutuhkan manusia untuk pelestariannya.

Manusia memang dijadikan oleh Allah sebagai khalifah atau pengganti atau yang menggantikan. Allah menjelaskan di dalam surat al Baqarah (30), berbunyi: “wa idz qala rabbuka lil malaikati inni ja’ilun fi al ardhi khalifah”. Yang artinya: “dan ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, sesungguhnya aku akan menciptakan khalifah di dunia”. Malaikat ketika itu tidak sepakat. Dan kemudian  bertanya kepada Allah swt, apakah makhluk itu tidak akan melakukan kerusakan di bumi  dan menumpahkan darah, padahal kami, para malaikat selalu melakukan pujian. Akan tetapi Allah menyatakan bahwa Dia  lebih mengetahui apa yang tidak malaikat ketahui”.

 

Peran Manusia terhadap Alam

Di dalam konsepsi Islam, maka  terdapat dua  fungsi manusia di dalam kehidupannya. Pertama, adalah sebagai abdun atau hamba Allah dan kedua sebagai khalifah atau wakil Allah di bumi. Di dalam fungsi pertama, maka fungsi manusia adalah untuk melakukan pengabdian dan di dalam fungsi kedua sebagai khalifah maka manusia memiliki fungsi amanah, tanggungjawab, wewenang, kebebasan menentukan pilihan dan kreativitas akal. Jika sebagai hamba,  maka yang lebih besar adalah untuk kepentingan individunya, maka sebagai khalifah maka fungsi manusia lebih banyak untuk di luar dirinya, manusia lain dan alam seluruhnya.

Fungsi manusia di dalam kehidupan ini adalah sebagai Abdun atau hamba Allah. Di dalam konsep abdun, maka manusia berhubungan dengan Tuhan yang Rabb bukan ilah. Ilah yang kemudian di tambah dengan al ma’rifat maka menjadi Allah, artinya adalah Tuhan yang jauh berada di langit suci yang tidak tersentuh, yang transcendental. Maka, yang yang Ilah tersebut harus diturunkan menjadi Tuhan yang memelihara, yang memberi rizki, yang mengatur kehidupan alam dan manusia dengan sifat kasih sayangnya. Yang rahman dan rahim. Dalam bahasanya, Hasan Hanafi disebut sebagai Tuhan yang hadir di bumi dan bukan yang berada jauh di langit yang suci.

Di dalam fungsi manusia sebagai hamba, maka ia sama dengan alam lainnya. Bukan manusia yang menguasai alam akan tetapi yang hidup bersama-sama dengan alam dan memanfaatkannya secara memadai dengan mempertimbangkan kelestariannya. Seluruh ciptaan Allah adalah hambanya. Manusia dan alam sekitarnya dan juga makhluk lain ciptaannya adalah hambanya yang selalu menyucikan namanya, yang memujinya. Dengan demikian, fungsi manusia dalam relasinya dengan Tuhan yang Rabb adalah sebagai hambanya atau abdun.

Manusia memang diciptakan Tuhan sebagai cetak biru sebaik-baik ciptaan. Sebagaimana firmannya: “sesungguhnya Aku ciptakan manusia sebagai sebaik-baik ciptaan” atau laqad khalaqna al insane fi ahsani taqwin”. Akan tetapi jika manusia tidak menjadi hamba atau abdun terbaik, maka derajat tersebut dapat diturunkan menjadi sejelek-jelek ciptaan. Atau secara konseptual disebutkan: “tsumma radadnahu asfala safilin”.

Kemudian, fungsi kedua adalah sebagai manusia yang memiliki relasi dengan sesamanya dan alam lingkungannya.  Di dalam hal ini, maka konsep yang paling baik adalah tentang shalat. Allah memerintahkan manusia untuk melakukan pengabdian dan salah satunya adalah melalui shalat. Shalat menggambarkan relasi kemanusiaan dan alam yang sangat baik. Shalat diawali dengan menyebut nama Tuhan yang maha agung dan kemudian diakhiri dengan salam atau menebar keselamatan. Tidak cukup hanya dengan ucapan tetapi juga dengan tindakan, menoleh ke kiri dan ke kanan. Maknanya adalah manusia harus menebarkan Islam yang rahmatan lil alamin. Tidak hanya mengabdi kepada Tuhan yang maha Kuasa tetapi juga mengabdi kepada keselamatan dan perdamaian. Dalam konsepsi yang akademis dan praksis disebut sebagai saleh ritual dan saleh social.

Islam merupakan ajaran yang sangat lengkap. Tidak hanya mengatur hubungan dengan Tuhan melalui sistem peribadahan, akan tetapi juga mengatur tentang hubungan antar sesama manusia dan alam lingkungannya. Di dalam konsepsi al-Qur’an disebut sebagai hablun minallah dan hablun minan nas. Manusia harus selalu menjaga hubungan baik dengan Tuhan sebagai Rabb dan Ilah akan tetapi juga menjaga hubungan baik dengan sesame manusia. Konsepsi Tuhan yang memelihara, memberikan kasih sayang, yang maha adil dan sebagainya harus menjadi bagian dasar dari sifat manusia dalam berhubungan dengan sesama manusia dan juga alam lingkungannya.

Maka, yang sebaiknya adalah tidak hanya hablun minallah dan hablun minan nas saja akan tetapi juga ditambah dengan konsep hablun minal alam. Yaitu menjaga hubungan baik dengan alam. Manusia harus bersahabat dengan alam. Agar alam memberikan kasih sayangnya maka manusia juga berlaku kasih saying kepada alam. Manusia tidak boleh semena-mena dalam mengekplorasi alam untuk kepentingannya. Manusia harus menjaga ekosistem alam agar lestari kehidupannya.

 

Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan

Ada  tujuh issu strategis yang akan saya kemukakan di dalam forum ini, yaitu: pertama, issu tentang pentingnya peningkatan pemahaman masyarakat agama tentang masalah lingkungan. Kedua, issu budaya masyarakat agama terhadap lingkungan yang semakin permisif. Ketiga,  perlunya peningkatan kepedulian masyarakat agama untuk memperhatikan masalah lingkungan. Keempat,  tentang pentingnya peningkatan kualitas hablum minal alam bagi masyarakat selain hablum minallah dan hablum minan nas. Kelima, perlunya penguatan pendidikan berbasis agama di era pendidikan yang semakin modern. Keenam adalah tentang issu menjadikan agama sebagai ideology pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Dan ketujuh  adalah issu tentang implementasi etika agama di dalam  pendayagunaan sumber daya alam dan lingkungan.

Tujuh issu tentang relasi agama, masyarakat dan lingkungan ini dirasakan sebagai sesuatu yang sangat diperlukan di tengah perubahan iklim dan pelestarian lingkungan. Mengapa hal ini dianggap penting? Di antara jawaban yang sangat mendasar adalah mengenai perlunya tindakan antisipatif mengenai perubahan iklim dan pelestarian lingkungan yang akan dirasakan oleh masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa persoalan perubahan iklim adalah fenomena dunia, artinya bahwa tidak ada masyarakat di dunia yang tidak akan terlepas dari masalah perubahan iklim. Bisa dibayangkan bahwa melalui perubahan iklim yang terjadi, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu global atau pemanasan, dan kemudian secara sistemik juga akan berpengaruh pada mencairnya kutub utara dan selatan dan kemudian juga akan berpengaruh terhadap kenaikan permukaan laut dan akan berakibat pula terhadap wilayah pantai dan juga masyarakat di wilayah pantai tersebut.

Di Indonesia, perubahan iklim tersebut maka diperkirakan akan bisa menenggelamkan 7000 pulau kecil di Indonesia, dan itu tentu akan berpengaruh terhadap jumlah pulau di Indonesia, yang semula 17.000 lebih dan yang lebih parah pagi, jika yang tenggelam tersebut adalah pulau terluar, maka juga akan menyebabkan semakin menyempitnya wilayah geografis Negara Indonesia.

Itulah sebabnya, pemerintah Jepang selalu menandai pulau terluarnya secara memadai, sehingga kalau pulau terluar tersebut tenggelam, maka pulau tersebut masih bisa dijadikan sebagai wilayah terluar negaranya. Harus diingat bahwa melalui Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan hukum laut internasional, maka pulau yang terletak di wilayah terluar suatu negara akan sangat menentukan terhadap keluasan wilayah Negara.

Masyarakat Indonesia tentu harus memahami bahwa perubahan iklim adalah sesuatu yang memang harus terjadi. Makanya diperlukan kesiapan untuk memahami realitas empiris tersebut dan kemudian menyikapinya secara memadai. Misalnya adalah bagaimana masyarakat beragama mengantisipasi perubahan iklim tersebut dengan tindakan tidak merusak alam. Dengan masih ditengarai rendahnya pemahaman masyarakat agama tentang masalah lingkungan, maka dapat dipastikan bahwa mereka tentu saja belum memikirkan apa yang akan dilakukan untuk menanggapi perubahan iklim tersebut.

 

Kewajiban Menjaga Lingkungan

Andaikan diadakan survey pada masyarakat tentang tindakan permissiveness terkait dengan lingkungan, maka saya berkeyakinan bahwa masyarakat kita akan sangat tinggi tingkat permissivenessnya. Hal itu tentu terbukti dari semakin banyak kerusakan hutan di hampir seluruh Indonesia. Jika kita berjalan di daerah yang dahulunya dikenal sebagai wilayah hutan, maka sekarang sudah gundul karena tindakan penebangan liar yang dilakukan oleh masyarakat.

Di tengah kenyataan semacam ini,  maka keterlibatan seluruh komponen bangsa terutama para pemimpin masyarakat menjadi sangat penting. Oleh karena itu, maka kehadiran pemikiran sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Maman Abdurahman tentang Eco-terorisme menjadi sangat penting (Republika, 15/05/2011). Di dalam pemikirannya bahwa tindakan merusak lingkungan adalah sebuah tindakan teror terhadap kehidupan masyarakat secara khusus. Merusak lingkungan tidak hanya akan menyebabkan rusaknya lingkungan tersebut, akan tetapi yang jauh lebih besar madharatnya adalah terkait dengan pembunuhan secara sengaja terhadap seluruh spesies kehidupan.

Bisa dibayangkan andaikan karena hutan rusak, dan kemudian sumber air tidak ada, maka akan terjadi bencana yang luar biasa. Sebagaimana diketahui bahwa air adalah sumber kehidupan bagi alam, sehingga ketika sumber kehidupannya tidak ada,  maka akan dapat dipastikan juga akan terjadi kerusakan terhadap alam itu sendiri.

Oleh karena itu yang diperlukan sekarang adalah gerakan menanam tumbuh-tumbuhan atau gerakan menanam pohon. Jika kita menanam pohon buah yang kemudian buahnya bisa dimakan oleh manusia, burung dan juga hewan lainnya, maka sesungguhnya kita telah bersadaqah kepada yang lain. Jika burung itu kemudian bersyukur kepada Allah karena bisa memakan buah-buahan, maka dapat dipastikan bahwa yang menanam buah itu akan mendapatkan pahala. Demikian juga ketika manusia bersyukur tentang hal itu, maka juga dipastikan akan menjadi amal jariyah. Gerakan menanam pohon tidak hanya beraspek kepentingan profane tetapi juga yang sacral. Yaitu memiliki dimensi peribadahan.

Gerakan menanam pohon tentu dapat didorong oleh para da’i, pemuka agama, tokoh masyarakat dan sebagainya. Masyarakat Indonesia yang paternalitas, maka tentu dibutuhkan gerakan yang datang dari tokoh-tokohnya atau elit-elitnya. Dengan demikian, tindakan para tokoh harus mencerminkan terhadap kesadaran tentang lingkungan.

Para tokoh tersebut adalah agent lingkungan. Bisa saja dinyatakan sebagai green agent. Gerakan menanam pohon harus dijadikan sebagai tema-tema penting di dalam berbagai tindakan dan aktivitas. Para da’i, para khatib, para politisi, kaum birokrat dan sebagainya harus menjadikan green agent sebagai tema sentral di dalam aktivitasnya.

Itulah sebabnya eco-terorisme atau green agent dan sebagainya akan bisa berhasil jika seluruh komponen bangsa mendukungnya. Memang diperlukan kesadaran bersama untuk melestarikan lingkungan. Dan itulah sebabnya menjaga lingkungan adalah kewajiban dan merusak lingkungan adalah haram dilakukan.

Jika dalil agama sudah disepakati dan kemudian hal itu dijadikan sebagai pedoman, maka tidak ada lagi alasan  orang untuk melakukan tindakan merusak lingkungan, sebab merusak lingkungan adalah sebuah tindakan bersalah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di muka Tuhan seru sekalian alam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini