PENGALAMAN INDONESIA TENTANG RELASI ISLAM DAN NEGARA (1)
PENGALAMAN INDONESIA TENTANG RELASI ISLAM DAN NEGARA (1)
Menteri Agama Republik Indonesia, Dr. Suryadharma Ali memperoleh kesempatan untuk memberikan ceramah umum di depan civitas akademika Princess of Naradhiwas University, yang dihadiri oleh sejumlah pejabat Kementerian Agama dan juga pejabat di universitas tersebut. Acara ini berlangsung di ruang auditorium universitas, pada tanggal 23 September 2013.
Dinbrbrpa wilayah Thailand Selatan, memang ada beberapa perguruan tinggi. di antaranya, ada beberapa perguruan tinggi di Thailand yang menyelenggarakan program studi keislaman, yaitu Princess of Songkla University, Princess of Naradhiwas University, lalu Ya’la University dan Rajapat Ya’la University. Melalui keberadaan kajian Islam ini, tentu kajian secara akademis tentang Islam akan semakin baik di masa yang akan datang.
Dr. Abdur Rasyid, Direktur Akademi Pengajian Islam dan Bahasa Arab di dalam seminar tentang “kajian atau Studi Islam di Selatan Thailand dan Komunitas Asean” menyatakan bahwa Kajian Islam telah memulai mendapatkan tempat di Thailand. Perkembangan yang menarik tentu saja, mengingat bahwa Islam di Thailand adalah minoritas. Akan tetapi perkembangan akhir-akhir ini sangat menarik sebab Pemerintah memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi Islam untuk mengkaji Islam pada level pendidikan tinggi.
Semula pengkajian Islam dilakukan di mushallah atau masjid saja. Kajian Islam tersebut tentu terkait dengan kajian agama saja. Selain itu juga ada pengajian Islam yang dilakukan oleh madrasah-madrasah. Jika di mushallah atau masjid hanya mengkaji ilmu Islam saja, akan tetapi di madrasah kemudian berkembang pendidikan Islam yang terkait dengan ilmu-ilmu lain.
Di dalam kesempatan ini, President Princess of Naradhiwas University, Dr. Chonrak Palasai menyatakan bahwa beliau sangat menghargai terhadap kedatangan yang Mulia, HE. Suryadharma Ali, Menteri Agama Republik Indonesia yang sudah memberikan beasiswa kepada mahasiswa Thailand untuk belajar di universitas-universitas di Indonesia dalam berbagai jurusan. Selain itu, maka universitas ini juga akan memberikan penghargaan Doktor Honoris Causa kepada yang terhormat Suryadharma Ali, Menteri Agama Republik Indonesia.
Di dalam acara ini, Menteri Agama RI juga menyampaikan terima kasih atas undangan Presiden Prince of Naradhiwas University atas semua kebaikannya, dan terutama juga keinginan untuk memberikan anugerah Doktor Honoris Causa. Menteri Agama juga menegaskan bahwa melalui MoU antara Kementerian Agama dengan pemerintahan Thailand yang diwakili oleh Southern Border Province of Administrative Center (SBPAC) sekarang sudah dilakukan implementasinya yaitu dengan memberikan beasiswa kepada 50 orang, yaitu 25 orang untuk program strata satu, 15 orang untuk program strata dua dan 10 orang untuk mahasiswa program strata tiga. Selain itu, juga ada peluang untuk mengirimkan para santri di Indonesia, khususnya di pesantren Assiddqiyah di Jakarta, yang sekarang dipimpin oleh Kyai Nur Muhammad Iskandar yang bertepatan Beliau juga hadir di tempat ini.
Selain itu, juga sebagai kelanjutan dari MoU antara Kementerian Agama dengan SBPAC, maka juga akan dilakukan kerja sama untuk pengajaran dan kajian Bahasa Indonesia yang nanti akan dilakukan perjanjian kerjasamanya dengan universitas Islam di Indonesia dengan Universitas Prince of Naradhiwas. Kerja sama ini akan dilakukan dalam waktu secepatnya.
Di dalam kesempatan ini, Menteri Agama akan menyampaikan bahasan tentang Kajian Islam di Asia tenggara, dengan sub topik yaitu Islam dan Negara, Pengalaman Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia. Tentu saja sebagai sebuah negara yang di dalamnya terdapat banyak agama, pulau, bahasa dan kebudayaan akan memiliki problem terkait dengan bagaimana relasi antara Islam dan negara. Pergumulan antara Islam dan negara tersebut tidak dapat dihindarkan sebab ada banyak keinginan untuk membangun Indonesia dengan keinginannya masing-masing. Akan tetapi Indonesia dan masyarakat Islam Indonesia sudah memilih Pancasila.
Pancasila di Indonesia sudah diterima oleh umat Islam, umat Hindu, umat Budha, Umat Kristen, umat Protestan dan juga umat Konghucu. Semua menerima Pancasila sebagai dasar negara yang sudah tidak lagi dipertentangkan. Semua menerima Pancasila setelah melalui perjuangan panjang yang menghabiskan segenap usaha dan tenaga agar Pancasila tersebut menjadi dasar negara.
Jika kita lakukan flashback, maka akan diketahui bahwa pergumulan antara Islam dan negara telah memiliki sejarah yang panjang. Sejarah Islam menegaskan bahwa pergumulan antara Islam dan negara juga sudah menjadi kajian dan praktik di dalam berbagai eksperimentasi di negara-negara Islam. Misalnya, kala pemerintahan Umayah, Abbasiyah dan negara-negara Islam lainnya yang menggambarkan bahwa Islam sesungguhnya pernah menjadi basis bagi proses penyelenggaraan negara.
Institusionalisasi politik Islam, sebenarnya terjadi secara naik turun. Ada saatnya menjadi sangat kuat dan di sisi lain juga mengalami kemunduran. Ada yang menyatakan bahwa tidak ada teori politik tentang Islam, misalnya yang dikemukakan oleh Ali Abdur Razig dan sebagainya. Ada banyak alasan tentang mengapa tidak ada politik Islam. Pandangan sekuler ini, tentu tidak sesuai dengan kenyataan teks, bahwa Islam mengintrodusir bahwa ada kata musyawarah, khilafah, keadilan, dan sebagainya yang dapat diinterpretasi sebagai konsep general tentang negara Islam.
Selain itu pandangan Ali Abdur Raziq ini juga bertentangan dengan kenyataan bahwa Nabi Muhammad telah membuat perjanjian. Yang sangat terkenal yaitu perjanjian Madinah atau piagam Madinah yang merupakan bentuk perjanjian antara negara Madinah dengan masyarakat suku di sekitar Madinah.
Konsep politik Islam sesungguhnya bukan hanya didasarkan atas teks AL Quran, akan tetapi juga berbasis pada pengalaman empirik lokalitas, sebagaimana dikembangkan oleh Rasulullah ketika beliau memimpin masyarakat Madinah dan juga pengalaman tentang bagaimana Nabi Muhammad membangun relasi dengan masyarakat sekitarnya.
Sesungguhnya pengalaman menyelenggarakan pemerintahan Islam juga mengalami pasang surut. Ada eksperimen yang dilakukan para penerus pemerintahan Islam yang mengadaptasi pengalaman lokal Islam di timur tengah yang menghasilkan pengalaman tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dan di satu sisi juga terjadi pengalaman ketika Islam dipisahkan dari pemerintahan, maka terjadilah kemundruan umat Islam. Jadi ketika Islam dikaitkan dengan pemerintahan, maka bisa terjadi kesejahteraan masyarakat dan juga sebaliknya terjadi kemunduran kala Islam ditinggalkan.
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu: pertama, kala Islam ditinggalkan maka akan terjadi kemunduran dan kala Islam diimplementasikan maka akan terjadi kesejahteraan. Makanya, kala ada yang menyebut bahwa Islam tidak terkait dengan politik, maka sesungguhnya adalah pernyataan yang keliru. Ada sejumlah alasan tentang pentingnya relasi antara Islam dan negara atau politik yaitu bahwa Islam sesungguhnya adalah agama yang kaffah, agama yang di dalamnya juga terdapat pengaturan negara atau pemerintahan.
Sebagaimana dipahami bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural, maka pilihan kepada Pancasila sebagai dasar negara di mana agama menjadi salah satu basis implementasinya, maka ternyata hal itu menjadi pilihan yang sangat baik. Berdasar atas pengalaman sejarah negara-negara yang pernah hidup di Indonesia, di mana masing-masing memiliki basis aturan dan dasar pemerintahan yang berbeda, maka dengan mudah dapat dipengaruhi bahkan dikalahkan oleh negara lain, makanya fakta sejarah tersebut menjadi dasar bahwa perlu ada commont platform untuk menjamin kebersamaan di dalam suatu negara, yaitu Pancasila.
Islam memang pernah mengalami masa pahit, misalnya di awal pemerintahan Presiden Soeharto, akan tetapi di masa akhir Pemerintahannya maka beliau melakukan perubahan politik yang lebih akomodatif, yaitu dengan mendirikan organisasi-organisasi yang berwatak keislaman, misalnya ICMI, Bank Islam, dan organisasi Islam lainnya, maka berarti terdapat era baru di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang lebih akomodatif terhadap Islam.
Kita memang melihat bahwa pada akhirnya Presiden Soeharto memang jatuh dan digantikan oleh Presiden selanjutnya, akan tetapi yang dapat diapresiasi adalah semakin kokohnya Islam dalam kawasan politik yang kiranya kemudian menjadi pengalaman yang sangat menarik untuk dikaji dan bahkan mungkin diteladani. Islam yang berkorelasi dengan pemerintahan ternyata justru menjadi kekuatan baru bagi penyelesaian berbagai problem yang terjadi, misalnya di Aceh dan juga relasi antara umat islam dengan pemerintahan.
Wallahualam bisshawab.