• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PLUS MINUS KURIKULUM BARU

PLUS MINUS KURIKULUM BARU
Tulisan ini mungkin saja agak terlambat di tengah perbincangan kurikulum yang memasuki saat sosialisasi. Meskipun terlambat, saya kira tidak ada salahnya jika tulisan ini dapat dicermati sebagai bagian dari keinginan untuk membangun kurikulum yang lebih baik di masa sekarang atau yang akan datang. 
Kurikulum 2006 memang sudah berjalan selama 6 tahun. Makanya jika ada keinginan untuk mengubah atau merekonstruksi kurikulum tentu bukanlah sebagai sesuatu yang aneh. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang sangat lazim di negara manapun. Makanya kalau di negara kita juga terdapat keinginan untuk merekonstruksi kurikulum tentunya bukanlah kejadian yang aneh. 
Hakikat perubahan kurikulum 2013 adalah pada penajaman kurikulum 2006 tentang kurikulum berbasis kompetensi atau disingkat KBK. Yang berbeda hanyalah pendekatannya saja yang disebut sebagai pendekatan tematik integratif. Di dalam pendekatan baru ini, maka mata pelajaran itu akan diintegrasikan berdasarkan tema-temanya. Disebut sebagai tematik sebab yang ditonjolkan di dalam kurikulum ini adalah tema-tema yang akan dibahas di dalam setiap minggunya. Misalnya satu tema tentang “diri sendiri: jujur, tertib dan bersih” akan di atas selama empat Minggu. Baik yang terkait dengan mata pelajaran matematika, mata pelajaran PPKN, mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan serta mata pelajaran seni, budaya dan desain. 
Dari sisi ingin merumuskan integrasi antar mata pelajaran, saya kira tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Artinya, bahwa memang melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan diperoleh pengetahuan yang komprehensif di dalam memandang masalah secara tematik. Hanya saja saya pernah protes tentang pendekatan tematik integratif yang tidak memasukkan unsur mata pelajaran agama di dalamnya. Setelah ditelisik, ternyata bahwa mata pelajaran agama diberikan otoritas untuk diselenggarakan secara mandiri mengingat bahwa problem agama memang lebih rumit dibandingkan yang lain. Pemberian otoritas kepada mata pelajaran agama didasari oleh kompleksnya aspek teologis, ritual dan aspek doktrinal dan normatif yang memang tidak bisa diintegrasikan.
Saya sungguh merasakan bahwa melalui pendekatan tematik integratif ini, maka akan didapati satuan-satuan kurikulum yang tidak bertumpu pada mata pelajaran tetapi pada tema yang diajarkan atau dipelajari. Semakin tinggi kelas, maka semakin tinggi kompetensi inti dan kompetensi dasarnya, sehingga akan didapati perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang secara gradasi akan bertambah. Pertambahan tersebut tidak pada kompetensi intinya, akan tetapi pada kompetensi dasar dan indikator-indikatornya. Misalnya, untuk kompetensi inti pada mata pelajaran agama, “menerima dan menjalankan ajaran agamanya”, maka pada kompetensi dasarnya yang semakin meningkat secara gradual. Demikian pula pada indikator-indikatornya.
Dilihat dari keinginan untuk merumuskan pendekatan tematik integratif, maka saya menyatakan apresiasi sebab ada keinginan untuk mengembangkan kurikulum yang berbasis pada pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang utuh tanpa keinginan untuk meniadakan mata
Pelajaran yang memang harus ada. Setiap tema tentu akan dapat di atas dari berbagai sudut pandang mata pelajaran. Akan tetapi tentu lalu ada tema-tema yang hanya bisa didekati dengan beberapa mata pelajaran dan tidak semua mata pelajaran. Di dalam konteks ini, maka tentu tidak bisa dipaksakan bahwa setiap mata pelajaran harus terintegratif. Dilihat dari konteks ini, maka pendekatan tematik integratif juga masih membuka peluang untuk terjadinya peluang berbeda. 
Namun demikian, yang menjadi kerisauan adalah ketika beberapa mata pelajaran harus dihapuskan, seperti IPA dan IPS yang harus dimasukkan ke dalam mata pelajaran lain secara integratif tersebut. Bagi saya memasukkannya mata pelajaran IPA ke dalam bahasa Indonesia atau mata pelajaran lain tentu akan tetap mengandung kelemahan. IPA, terutama adalah mata pelajaran yang sangat penting di dalam membangun kemampuan penguasaan sains baik di masa sekarang maupun masa Depan. Makanya, ketika ada keinginan untuk menghapuskan mata pelajaran ini, maka ada sejumlah keberatan terutama dari ahli di bidang sains. 
Ada sejumlah kritikan bahwa dengan menghapus IPA dan memasukkannya ke dalam mata pelajaran lain, maka akan menghilangkan esensi IPA yang memang harus diajarkan secara optimal. Berdasarkan pengamatan para ahli bahwa dengan menghilangkan IPA di dalam mata pelajaran dan memasukkannya di dalam mata pelajaran bahasa, maka akan terdapat kerumitan untuk menjelaskan konsep-konsep dasar IPA yang memang harus diajarkan tersendiri. 
Bolehlah dengan dalih pendekatan integratif maka mata pelajaran IPA juga akan terkena hukum itu, akan tetapi satu hal yang penting adalah bahwa esensi IPA sebagai mata pelajaran tidak bisa direduksi dengan dalih pendekatan tematik integratif. Bolehlah misalnya ketika berbicara tentang “tema keluarga”, maka di situ ada matematikanya, ada biologi nya, ada ilmu sosialnya dan sebagainya, akan tetapi penjelasan tentang konsep IPA tentu harus memperoleh ruang yang memadai.
Dengan demikian, perubahan kurikulum ini tentunya harus disambut dengan gembira, akan tetapi kita juga tetap harus memberikan ruang untuk mendiskusikan secara tuntas terutama yang menyangkut esensi struktur kurikulum, agar generasi yang akan datang tidak menyalahkan kita bahwa kelemahan kemampuan IPA kita menjadi rendah karena keinginan untuk menerapkan pendekatan integratif yang sesungguhnya sangat baik tersebut.
Wallahu a’lam bialshawab.

Categories: Opini