TWENTEE UNIVERSITY
TWENTEE UNIVERSITY
Pagi jam 6.00 saya beserta rombongan berangkat ke Enscede di ujung perbatasan antara Belanda dan Jerman. Jaraknya kira-kira 300 km, yang bisa ditempuh dengan perjalanan darat kira-kira 3 jam. Saya bersyukur sebab didampingi oleh staf KBRI yang dengan sigapnya untuk mengantarkan kami ke universitas Twentee di Enscede. Disebabkan oleh jalanan yang luas dan bebas hambatan, maka perjalanan ke Enscede juga sangat lancar. Maklumlah di negeri Belanda tidak kita jumpai kemacetan sebagaimana di negara Indonesia.
Dengan mobil kedutaan yang dikemudikan oleh Pak Hari, maka kami dengan sangat nyaman untuk pergi ke Enscede. Tepat jam 9.00 kami sampai di Enscede. Kami berhenti di pasar di depan Mall V and D di Enscede. Maka kami ke pasar yang berjualan banyak bahan makanan, sayuran dan pakaian yang beraneka ragam. Karena belum makan pagi, maka tentu yang penting adalah mengisi perut dulu. Kami lalu datang ke penjual makanan–kalau di Indonesia disebut warung tenda– yang menyediakan makanan khas Belanda atau makanan khas Eropa lainnya. Pilihan bagi kami hanyalah ikan goreng, udang dan kentang goreng. Ternyata memang perut ini tidak sembarang bisa menerima makanan yang baru.
Kami kemudian ke Universitas Twentee. Dengan dipandu oleh Pak Agung yang menjadi ketua perkumpulan mahasiswa Indonesia di Belanda, maka kami menuju ke Universitas Twentee. Ternyata memang tidak mudah menemukan universitas ini. Bangunan Universitas Twentee memang moderen meskipun juga terdapat bangunan kuno yang bernilai historis. Sebagaimana perguruan tinggi di negeri Eropa, maka perguruan tinggi ini juga menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang ekselen. Hal itu ditandai dengan perpustakaan dan dosennya yang luar biasa. Selain itu juga terdapat kelengkapan seperti Cafe, warnet, dan mini market yang menyediakan berbagai kepentingan mahasiswa.
Jumlah mahasiswa indonesia di Univefsitas Twentee tergolong yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah mahasiswa Indonesia di perguruan tinggi lainnya. Mereka memiliki foru m untuk pertemuan rutin sebagai manifestasi dari ras persaudaraan dan kebangsaan. Forum tersebut diisi dengan berbagai macam kegiatan, termasuk kegiatan keagamaan. Saya pun diberi kesempatan untuk memberikan pencerahan untuk mahasiswa indonesia di negeri Belanda tersebut.
Sebagaimana tujuan semula, bahwa program kunjungan kerja ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan Islam di Indonesia, terutama madrasah. Untuk kerjasama dengan Uni erosi tas Twentee, maka yang akan dilakukan adalah melakukan penelitian aksi untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Penguasaan teknologi informasi memang bukanlah sesuatu yang asing bagi proses pembelajaran dewasa ini. Sudah banyak lembaga pendidikan yang menyelenggarakannya, terutama lembaga pendidikan di kota-kota besar. Disebabkan oleh banyaknya lembaga pendidikan islam yang berada di wilayah pedesaan, maka pantaslah jika lembaga pendidikan Islam memperoleh sentuhan program penguatan pembelajaran berbasis ICT.
Saya sampaikan di dalam forum itu bahwa Kementerian agama memiliki 67.000 madrasah yang tersebar di seluruh Indonesia. Madrasah ini memiliki variasi kualitas yang berbeda. Ada yang sangat maju dan ada yang sangat rendah kualitasnya. Disebabkan oleh kualitas madrasah yang seperti ini, maka program pemberdayaan madrasah harus terus dilakukan. Di antara yang sudah dilakukan adalah dengan mengembangkan akreditasi bagi madrasah. Madrasah yang sudah terakreditasi tentunya adalah madrasah yang sudah berkualitas. Bagi saya bahwa ukuran sebuah madrasah itu berkualitas atau tidak adalah dari terakreditasi atau tidaknya madrasah tersebut.
Akreditasi adalah ukuran sebuah lembaga dianggap berkualitas dalam standard ukuran nasional. Akreditasi adalah rekor isi nasional tentang kualitas sebuah lembaga pendidikan. Jadi jika banyak lembaga pendidikan yang terakreditasi, maka tentu banyak lembaga pendidikan tersebut yang berkualitas. Saya patut berbangga sebab akhir-akhir ini semakin banyak madrasah yang terakreditasi, kira-kira 68 persen yang sudah terakreditasi. Untuk kepentingan ini, maka kementerian agama telah memiliki program untuk pendampingan akreditasi madrasah. Saya berharap bahwa tahun 2013 semua madrasah di kementrian agama sudah terakreditasi.
Saya sesungguhnya mensuport terhadap program pengembangan pembelajaran berbasis ICT. Hal ini tentunya terkait dengan keinginan untuk kenaikan ranking kualitas lembaga
Pendidikan Islam setahap lebih maju. Dengan program pembelajaran berbasis ICT, maka berarti bahwa madrasah telah memasuki dunia global yang memang harus dijalani. Dan dengan keterjangkauan madrasah melalui program ini juga akan berarti madrasah telah berada di dalam proses menuju kemajuan. Melalui program ini sekurang-kurangnya ada sebanyak 330 madrasah yang akan dicover. Madrasah ini tersebar di seluruh Indonesia. Memang jumlah yang belum memadai dibandingkan dengan jumlah masalah di seluruh Indonesia.
Di dalam kerangka menghadapi perkembangan dunia global, maka dunia pendidikan juga dituntut untuk mengembangkan program pembelajaran yang relevan dengan kepentingan tersebut. Para guru harus menguasai teknologi informasi. Di zaman ini tidak boleh lagi ada guru yang tidak menguasai teknologi informasi. Guru tidak boleh lagi gagap teknologi.
Untuk kepentingan ini, maka para guru harus dilatih secara intensif agar menguasai teknologi informasi sehingga akan dapat mengimplementasikan program pembelajaran berbasis teknologi.
Melalui program pemberdayaan pembelajaran berbasis ICT tentu ke depan diharapkan agar lahir anak-anak Indonesia yang memiliki kemampuan akademik yang baik sehingga kesempatan untuk menyongsong Indonesia emas tahun 2045 akan dapat digapai dengan sempurna.
Wallahu a’lam BI alshawab.
