PENDIDIKAN UNTUK PEMBEBASAN
Jika kita cermati, sebenarnya tujuan kemerdekaan itu adalah untuk membebaskan masyarakat dari ketidakbebasan menuju kepada kebebasan. Lalu kebebasan macam apa yang sesungguhnya diinginkan? Tentu adalah kebebasan yang di dalamnya tidak ada penindasan, tidak ada kebodohan dan tidak ada ketidakadilan dan sebagainya.
Kali ini saya ingin menuangkan pemikiran saya tentang pendidikan yang membebaskan sebagai tujuan kemerdekaan. Di dalam pembukaan UUD 1945 secara cerdas dirumuskan bahwa kemerdekaan bertujuan dan terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi memang sejak semula bahwa bangsa ini sudah didesain untuk menjadi bangsa yang cerdas.
Kecerdasan sebuah bangsa tentu tidak hanya diukur dari kecerdasan intelektual, akan tetapi adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan intelektual saja tentu tidak cukup sebab harus dibarengi dengan kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual dan emosional saja juga tidak cukup sebab harus memiliki kecerdasan spiritual. Kecerdasan konprehensif inilah yang sebenarnya menjadi keinginan dan cita-cita bangsa Indonesia di dalam merengkuh kemerdekaan.
Kepintaran saja tidak cukup untuk membangun negeri ini. Banyak orang yang pintar, akan tetapi jika dasar filsafat kehidupannya berbasis pada materialisme dan kapitalisme, maka juga tidak akan mampu membangun negeri ini menjadi lebih baik. Makanya dibutuhkan orang yang memiliki basis kecerdasan yang konprehensif, yaitu cerdas tetapi memiliki basis religiositas yang memadai.
Saya kira apa yang diinginkan oleh WR Soepratman ketika menciptakan lagu Indonesia raya adalah gambaran yang jelas mengenai arah dan tujuan bangsa ini, yaitu membangun jiwa dan membangun badan atau raga. Pembangunan spiritualitas dan materialitas. Jadi membangun bangsa itu harus dalam dua sisi sekaligus, yaitu membangun jiwa dan membangun raga atau membangun rohani dan jasmani. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan di dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Ketika menciptakan lagu kebangsaan ini, saya yakin bahwa penciptanya menghayati betul tentang kehidupan bangsa ini, yaitu bangsa yang religius. Bangsa yang begitu sadar akan arti pentingnya spiritualitas dan kerohanian. Makanya kemudian dirumuskan lagunya yang mengkover dua hal sekaligus, yaitu jiwa dan badan.
Pendidikan seharusnya juga menjadikan dua aspek ini sebagai pijakannya. Yang diajarkan tidak hanya pendidikan “kebadanan” akan tetapi juga “kejiwaan”. Pendidikan yang mengarahkan pada aspek ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu alam yang akan menjadikan mitra didik untuk memahami tentang dunia kerja dan pekerjaan, akan tetapi juga mengasahnya dengan pendidikan tentang humaniora dan agama. Sebagai bangsa yang religius, kita tidak boleh salah di dalam mengajarkan tentang pendidikan “kejiwaan”. Jika salah, maka akan menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang sekuler. Dan jika kemudian yang diajarkan hanyalah pendidikan “kejiwaan” saja tanpa memberikan pendidikan “keragaan” maka akan menjadikan insan yang fundamentalis.
Sungguh suatu kecerdasan yang sangat konprehensif ketika bangsa ini memilih lagu kebangsaan, bentuk negara dan dasar negara sebegaimana yang kita lihat sekarang. Melalui tiga hal yang cocok dan berbasis pada kehidupan bangsa itulah maka bangsa Indonesia akan bisa eksis di tengah kehidupan yang modern, demokratis dan kompetitif. Melalui pendidikan yang seimbang antara jasmani dan rohani, maka bangsa ini akan dapat meraih kebebasan dalam artian yang sangat mendasar. Bangsa yang modern tetapi religius, bukan bangsa yang modern tetapi sekular.
Arah pendidikan Indonesia ke depan dengan demikian adalah untuk mencetak generasi Indonesia yang moderen berbasis religiositas, cerdas dan kompetitif yang berbasis pada bingkai humanitas dan nilai-nilai spiritual yang tinggi.
Wallahu a’lam bi al shawab.
