• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBINA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Di dalam acara pertemuan antara Menteri Agama RI, Suryadharma Ali, dengan Badan Koordinasi Majelis Ta’lim (BKMT), yang dipimpin oleh Prof. Dr. Toety Alawiyah, beberapa saat yang lalu, maka ada sesuatu yang sangat mendasar adalah perbincangan tentang bagaimana tetap membangun kerukunan umat beragama sebagaimana yang telah berlangsung selama ini.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Menteri Agama RI di dalam menjawab berbagai keinginan pengurus BKMT di masing-masing wilayah propinsi di Indonesia timur tersebut. Ada keinginan yang kuat dari Pak Menteri Agama untuk tetap mengembangkan kehidupan beragama yang rukun dan damai dalam koridor kehidupan bersama.
Di dalam kesempatan ini, diungkapkan bahwa kerukunan umat beragama adalah bagian penting dari pembangunan bangsa. Jika kerukunan beragamanya bermasalah, maka pembangunan masyarakat dan bangsa juga akan terganggu. Makanya kerukunan umat beragama merupakan pilar bagi pembangunan bangsa.
Kerukunan umat beragama bukan berarti harus mengorbankan prinsip mendasar ajaran agama, misalnya beranggapan bahwa semua agama sama. Kerukunan umat beragama adalah wilayah sosiologis yang tidak bisa dipersamakan dengan wilayah teologis. Jadi, ada wilayah yang tidak bisa ditoleransi dalam pengertian khusus ialah wilayah teologis, sedangkan wilayah sosiologis dan budaya maka harus ada saling pemahaman untuk membangun kerukunan.
Penegasan Menteri Agama ini terkait dengan adanya praktik kerukunan antar umat beragama yang jika dipandang secara sepintas seperti mentoleransi keyakinan agama yang disamakan. Misalnya jika ada upacara Natal maka yang menjadi panitianya umat Muslim dan sebaliknya.
Sesungguhnya konflik antar umat beragama itu terjadi karena faktor politik. Misalnya yang terjadi di Ambon maka hal itu dipicu oleh adanya issue bahwa negara akan menjadikan agama Islam sebagai basis pengelolannya. Ada issue bahwa Indonesia akan dijadikan sebagai negara Islam. Maka mereka kemudian menanggapi issue tersebut dengan cara yang bervariasi, hingga terjadi kekerasan. Dengan demikian, sesungguhnya kekerasan agama tersebut bukanlah disebabkan oleh agama itu sendiri, akan tetapi oleh faktor lain yang sangat sistemik.
Di dalam kenyataannya, memang tetap ada religious jealousy di mana saja. Terutama dari yang minoritas kepada yang mayoritas. Sentimen keagamaan yang berlebihan terkadang menjadi penyebab sulitnya mengendalikan perilaku penganutnya. Kasus-kasus yang terjadi akhir-akhir ini adalah contoh bertemunya sentimen keagamaan dengan faktor di luar agama yang terus mengedepan.
Kasus Syiah di Sampang, Gereja Yasmin di Bogor dan sebagainya adalah contoh tentang bagaimana sentimen keagamaan tersebut terjadi dan terus ada. Dalam kasus gereja di Bogor, Yasmin, semula adalah persoalan administrasi pendirian tempat ibadah yang tidak terpenuhi, lalu berkembang menjadi persoalan antar umat beragama. Jadi masalah yang sesungguhnya kecil dan lokal kemudian menjadi santapan media internasional seakan bahwa persoalam gereja Yasmin tersebut adalah persoalan HAM dan sebagainya.
Jadi kenyataannya, bahwa harus tetap ada menejemen pengelolaan kerukunan umat beragama, sebab issue yang menggelinding liar akan bisa menjadi masalah besar jika tidak dimanej dengan baik. Masalah yang sesungguhnya lokal ternyata menjadi internasional, sebab pengelolaan di wilayah tersebut kurang memadai.
Jadi kiranya memang diperlukan upaya untuk terus memanej kerukunan umat beragama, agar masalah bangsa tersebut tidak akan menjadi berlarut-larut.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini