EKSELENSI OUTCOME PTAIN
Di antara hal penting terkait dengan keinginan merumuskan grand design PTAI adalah bagaimana menjadikan lulusan PTAI sebagai kelompok ekselen di dalam bidangnya. Untuk menghasilkan lulusan yang ekselen ternyata banyak terkait dengan faktor internal maupun eksternal yang saling mengkait.
Sebagaimana yang sering saya ungkapkan bahwa dunia pendidikan itu sesuatu yang bersifat sistemik. Dia tidak berdiri sendiri dalam bangunan sistem yang tunggal, antar satu sub sistem dengan sub sistem lainnya saling berkaitan erat satu subsistem dengan subsistem lainnya. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan problem yang terkait dengan dunia pendidikan juga harus diselesaikan dengan cara yang sistemik pula.
Berbicara tentang outcome PTAIN, maka yang harus diperhatikan adalah bagaimana PTAIN bisa menampilkan mutu lulusannya di tahun yang akan datang. Katakanlah bahwa pada tahun 2020 atau 2025, maka mutu lulusan PTAIN merupakan lulusan pendidikan tinggi yang memiliki kualifikasi unggul dengan berbagai kualitas yang sangat menonjol.
Jika ukuran sebuah sekolah menengah adalah semakin banyak lulusannya yang terserap di lembaga pendidikan tinggi ternama, maka lembaga pendidikan tersebut dianggap sangat bermutu. Maka jika ada lembaga pendidikan setingkat sekolah lanjutan atas yang bisa menghasilkan lulusan 80 sampai 100 persen lulusannya diterima di lembaga pendidikan tinggi negeri terkemuka, maka lembaga pendidikan tersebut disebut lembaga pendidikan unggul.
Oleh sebab itu harus dibuat ukuran bagaimana menentukan lembaga pendidikan unggul di PTAI tersebut. Selama ini orang mengukur kehebatan lembaga pendidikan tinggi dari aspek berapa banyak daya serap lulusannya di dunia pekerjaan. Artinya semakin banyak yang terserap di dunia pekerjaan atau lapangan kerja, maka lembaga pendidikan tersebut dianggap sangat berkualitas.
Ukuran ini tentu terkadang tidak match dengan lembaga pendidikan akademis yang di dalam banyak hal tidak terkait langsung dengan dunia lapangan kerja. Memang ada lembaga pendidikan tinggi yang terkait langsung dengan dunia kerja, misalnya lembaga pendidikan vokasional atau lembaga pendidikan teknik yang memang didesain relevansinya dengan lapangan pekerjaan.
Namun di sisi lain juga terdapat lembaga pendidikan yang relevansinya dengan lapangan pekerjaan tidak bersifat langsung, misalnya program studi ilmu sosial atau humaniora dan juga ilmu agama. Program studi seperti ini, tidak bisa mengukur mutu lulusannya hanya semata-mata dengan ukuran keterserapan lulusannya pada lapangan kerja. Makanya harus ada ukuran lain yang kiranya dapat menjelaskan tentang kualitas lulusan PTAI dalam pandangan yang lebih komprehensif.
Untuk kepentingan ini, maka yang sungguh dipikirkan adalah bagaimana merumuskan ukuran yang pas untuk menentukan apakah mutu lulusan PTAI tersebut baik atau tidak. Oleh karena itu diperlukan suatu diskusi yang sangat komprehensif agar kita bisa menggambarkan bahwa lulusan PTAI pada tahun 2020 atau 2025 adalah lulusan yang unggul dan kompetitif. Kiranya, visi Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, yaitu mencetak generasi Islami yang berakhlak mulia, cerdas dan kompetitif itu harus dijabarkan dengan ukuran yang terukur untuk masa yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.