MENJADI DIRJEN PENDIDIKAN ISLAM
Selasa, 17 Januari 2012 adalah hari yang bersejarah bagi saya, sebab pada hari itu saya dilantik oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Suryadharma Ali, sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Islam atau disingkat Dirjen Pendis. Selain saya juga ada empat pejabat eselon II yang dilantik oleh Menteri Agama.
Roda kehidupan memang terasa berjalan cepat. Terasa hanya sebentar saja saya memimpin IAIN Sunan Ampel. Saya dilantik oleh Menteri Agama RI, Mohammad Maftuh Basyuni, pada tanggal 8 Pebruari 2009. Sehingga jika dihitung, maka hanya 2 tahun 11 bulan saya memimpin IAIN Sunan Ampel ini. Waktu yang sangat pendek untuk melakukan perubahan.
Namun demikian di dalam waktu yang pendek tersebut, saya merasa telah meletakkan dasar-dasar pengembangan IAIN Sunan Ampel ke depan. Yaitu untuk memperoleh dana pengembangan IAIN SA melalui skema IDB. Sungguh saya merasakan bahwa melalui skema ini, maka pengembangan fisik IAIN SA akan lebih cepat tiga puluh tahun jika dibandingkan dengan tanpa skema pendanaan IDB.
Akan tetapi sebelum program besar tersebut terlaksana secara keseluruhan, yaitu program pembangunan fisiknya, saya keburu dipindahtugaskan di kemenag pusat. Tugas yang jauh lebih luas, sebab tidak hanya mengurus lembaga pendidikan atau IAIN Sunan Ampel, akan tetapi mengurus PTAI, madrasah, pesantren dan juga pendidikan agama di sekolah.
Ketika Menteri Agama memberikan sambutan pada acara pelantikan tersebut, maka beliau berpesan agar para pejabat meningkatkan kualitas pelayanan kepada para stakeholder. Di dalam bidang pendidikan, maka yang harua menjadi fokus adalah peningkatan kualitas pendidikan dalam segala jenjangnya.
Sebagai dirjen Pendidikan Islam, maka tugas dan fungsinya adalah meningkatkan kualitas lembaga pendidikan dalam semua jenjangnya. Mulai dari pendidikan kanak-kanak sampai pendidikan tinggi. Dan sebagaimana tantangan kualitas pendidikan Islam, maka kebanyakan masih bersds di bawah standart. Oleh karenanya, maka dalam waktu yang relatif singkat harus dilakukan berbagai upaya untuk peningkatan kualitas tersebut.
Sekurangnya ada empat fokus peningkatan kualitas pendidikan tersebut, yaitu peningkatan akses pendidikan, peningkatan tenaga pendidik dan kependidikan, peningkatan, peningkatan sarana dan prsarana pendidikan dan peningkatan mutu tata laksana pendidikan.
Oleh karena itu, maka harus dilakukan percepatan peningkatan akses pendidikan melalui penambahan kuantitas program studi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Artinya bahwa selain harus ditambah daya tampung pendidikan, maka juga harus diperkuat kelembagaannya. Untuk kepentingan ini, maka kebijakan yang terkait dengan lembaga pendidikan tinggi akan dapat diselaraskan dengan kebutuhan peningkatan akses pendidikan dimaksud.
Kiranya memang diperlukan kajian yang mendasar untuk merumuskan kebijakan yang terkait dengan peningkatan akses pendidikan ini sebab untuk kepentingan ini ternyata harus memperhatikan terhadap variabel lain yang menyelimuti peningkatan akses pendidikan dimaksud.
Jika kita semua akan memberikan sumbangan bagi peningkatan APK pendidikan, maka mau tidak mau kita harus mendukung terhadap program peningkatan akses pendidikan ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.