• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

NASIB PROFESIONAL

Profesi adalah kata yang sesungguhnya sangat sakti di dalam dunia modern. Makanya, sesuatu yang dilabel dengan kata professional tentu dianggap sebagai labeling yang sangat hebat di dalam jajaran kehidupan. Ada  pekerja professional, misalnya dokter, teknisi, penyanyi, dosen, guru dan sebagainya. Dengan menyandang tambahan professional, maka bisa dibayangkan bahwa yang bersangkutan akan lebih sejahtera kehidupannya.

Tetapi melihat tayangan di SCTV tentang mantan petinju professional dalam paket acara bersama Olga, siapapun akan menjadi sedih, sebab ada seorang mantan pentinju nasional dan juga mantan petinju professional akan tetapi kehidupannya sangat memprihatinkan. Pak Hasan, yang mantan petinju tersebut ternyata hidup menggelandang, tanpa rumah dan tanpa pekerjaan.

Sebagai petinju professional tentu dia mengharapkan kehidupan yang layak sebagaimana orang yang berprofesi lainnya. Akan tetapi kenyataan berkata lain. Bahkan medali yang pernah diterimanya pun dijual untuk makan. Yang menyedihkan adalah piagam sebagai pemenang tinju itupun dijual dan disisakan hanya lambang sebagai pemenang, sementara bingkainya dijual. Dia ternyata memiliki kebanggaan sebagai petinju yang pernah dilakoninya.

Dia akhirnya harus menjadi pemulung dengan hidup tanpa apapun. Tempat tidurnya pun tidak layak disebut sebagai tempat tidur. Tempat itu lebih layak disebut sebagai kandang ayam. Tidak terbayangkan jika waktu hujan. Saya menjadi teringat dengan lagunya Rhoma Irama yang berjudul “Gelandangan” atau lagunya Meggy Z, “Gubug Derita”. Sungguh sebuah gambaran hidup yang nestapa.

Sebagai mantan petinju nasional dan mantan petinju professional, maka sungguh kehidupan yang dialaminya sangat kontras. Saya membayangkan, apakah tidak ada pekerjaan yang lebih layak dari sebagai pemulung dengan tanpa rumah dan tanpa pakaian kecuali yang disandang di badan. Saya kira ada banyak nasib saudara kita yang seperti itu. Orang yang dahulunya hidup sebagai perofesional dan kemudian jatuh dalam kehidupan yang tragis.

Di Indonesia, memang ada hal-hal yang ironis. Cobalah tengok nasib seniman, seperti penyair, pemain tari atau seni tradisional lainnya, maka kehidupannya tentu jauh dari kesan berlebihan. Saya jadi teringat kepada sahabat saya Lan Fang. Dia ini juga penyair yang kesohor untuk ukuran Indonesia. Ada banyak buku yang diterbitkan. Ada banyak tulisan yang dirilis di koran. Akan tetapi kehidupannya juga jauh dari kesan sebagai orang berada.

Ada banyak juga pemain ludruk atau ketoprak yang masa tuanya sungguh tragis. Saya rasa bukannya mereka tidak bisa memanej uangnya ketika mereka berjaya, akan tetapi karena semata-mata mereka tidak mampu untuk bersaing dengan kehidupan yang lebih keras. Kehidupan ternyata jauh lebih keras dibanding pukulan pentinju lawan ketika pertarungan tinju  sedang berlangsung. Di dahi Pak Hasan masih ada bekas pukulan lawannya, akan tetapi rasa sakitnya tentu sudah hilang. Akan tetapi derita kehidupan akan terus dirasakannya setiap hari.

Kita tidak bisa membayangkan dengan kaum selebritis yang sering menghiasai televisi. Mereka adalah orang yang sudah memperoleh pengakuan dari masyarakat dan juga dunia entertainment. Bayarannya diukur dari profesionalitasnya. Jadi di Indonesia ini, yang sudah memperoleh pengakuan adalah para penyanyi yang sudah memiliki rating tinggi dan juga lainnya yang berkaitan dengannya.

Saya berpikir andaikan anggaran negara, termasuk anggaran untuk olahraga tidak dikorupsi tentu saja orang seperti pak Hasan akan bernasib lain. Anggaran yang dikorupsi tersebut tentu saja bisa didayagunakan untuk memberikan tunjangan kepada mantan atlet nasional yang hidupnya menderita. Berikan mereka insentif dalam jumlah yang memadai, kemudian didampingi agar mereka bisa hidup yang layak. Pendampingan kegiatan ekonomi dan spiritual dirasakan penting agar mereka dapat kembali menapaki hidup yang lebih sejahtera dan mungkin lebih bahagia.

Andaikan banyak orang yang jujur dalam kehidupan ini, utamanya yang memegang wewenang anggaran, maka kehidupan masyarakat yang sejahtera sebagaimana yang diidamkan oleh para pendiri bangsa tentu akan tercapai.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini