• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

LAN FANG: “HUMAS” IAIN SA ITU TIADA

Saya tentu saja kaget mendapatkan sms dari Sdr. Chabib, 25/12/2011,  bahwa Lan Fang telah dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa. Begitu cepat. Rasanya baru saja kemarin saya bertemu dengan dia dalam berbagai even yang melibatkannya. Saya mengenalnya karena seringnya beliau datang di IAIN Sunan Ampel. Terkadang datang dengan membawa program dan terkadang juga dating begitu saja.

Memang semenjak saya mengikuti acara Diklatpim Tingkat I di Jakarta saya tidak bertemu dengannya. Jadi selama 10 minggu saya tidak sempat bertemu. Tetapi seingat saya pernah sekali mengirim sms kepada saya tentang rencananya untuk mendiskusikan bukunya Acep Zamzam Nur. Saya juga lupa apakah saya balas atau tidak. Tetapi jika saya balas pastilah saya nyatakan hubungi dan ajak bicara saja Chabib. Begitulah biasanya jika saya tidak bisa bertemu, maka Chabib yang dalam banyak hal mengajaknya bicara.

Pertemuan saya dengannya adalah dalam diskusi di depan toko Buku elKis di IAIN SA. Waktu itu kita bicara tentang tulisan dia di Jawa pos dengan judul Q. Saya nyatakan bahwa Q itu bisa memiliki banyak makna. Bisa saja berarti Question. Semenjak pertemuan itu, maka dia sering datang kepada saya untuk sekedar bercerita tentang tulis menulis. Bahkan jika ada berita di Koran tentang IAIN SA, maka beliau sampaikan kepada saya melalui sms. Bahkan juga ketika tulisan Chabib dimuat di Koran, maka juga beliau sampaikan kepada saya melalui sms.

Diskusi dengan kawan-kawan Teater Q Fakultas Syariah juga sering dilakukannya. Di antaranya tentang sarasehan teater yang diselenggarakan di Blok M atau arena di sebelah utara Fakultas Syariah. Waktu itu saya didaulat oleh kawan-kawan teater Q untuk memberikan sambutan. Lan Fang yang menjadi narasumbernya. Semenjak itu dan seterusnya maka Lan Fang semakin sering datang ke IAIN SA dalam kapasitas sebagai “humas”-nya IAIN SA.

Saya sering menyatakan bahwa Lan Fang adalah Humasnya IAIN SA. Saya nyatakan humas karena Lan Fang sering menjadi perantara kepada dunia wartawan atau sesama face booker untuk memberitakan tentang apa yang terjadi di IAIN SA. Ketika Radar Panca Dahana manggung di IAIN dalam lakon Republik Reptil, maka Lan Fang juga yang menjadi humas IAIN SA. Beliau juga tidak beranjak sampai detik akhir lakon itu dipentaskan.

Demikian pula ketika Iwan Fals manggung di IAIN SA, maka Lan Fang juga menjadi humasnya IAIN SA. Dia beritakan di face booknya tentang kegiatan manggung Iwan Fals. Dia mengikuti acara tersebut juga sampai acara selesai. Dia nikmati sajian musik Iwan Fals di tengah rintik hujan yang mengguyur lapangan IAIN SA. Bahkan juga ketika Iwan Fals selesai manggung dan bertemu di ruang rektorat, maka dia juga menyertainya.

Yang masih saya ingat adalah ketika saya menyelenggarakan acara nonton bareng pada Piala Dunia di Afrika Selatan. Waktu itu semi final antara Belanda melawan Brasil. Maka dia juga nonton bareng dan juga berteriak-teriak sebagaimana layaknya penggila bola. Dia juga baru pulang ketika acara tersebut selesai.

Kecintaannya pada IAIN SA tidak hanya dituangkan di dalam acara bersama seperti itu, akan tetapi juga membawa narasumber untuk berdiskusi di IAIN SA. Yang sempat saya ikuti adalah ketika mendiskusikan bukunya “Ciuman Di Bawah Hujan” bersama dengan Konsulat Jenderal Amerika Serikat, Kirsten Bauer. Saya juga dimintanya untuk menjadi narasumbernya.

Sampai sejauh yang saya kenal, Lan Fang tidak pernah mengeluh sakit. Padahal sebenarnya sakitnya itu sudah lama. Dia terkena kanker payudara dan sudah dirasakannya semenjak lama. Tetapi penyakitnya itu tidak dirasakannya, sehingga setiap bertemu dengan kita selalu berwajah sumringah sebagai pertanda bahwa tidak ada masalah apapun tentang kesehatannya. Itulah sebabnya saya kaget sekali ketika mendengar kabar kematiannya.

Ternyata, ketika saya mengikuti acara Diklatpim Tingkat I di Jakarta dia sudah keluar masuk rumah sakit. Sampai akhirnya harus dibawa ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura ketika penyakitnya sudah stadium tinggi. Kira-kira 40 hari dia keluar masuk rumah sakit, hingga akhirnya harus menerima kenyataan takdir yang tidak dapat ditolaknya, kematian.

Sebagai seorang perempuan keturunan Tionghoa, memang dia memilih kehidupan yang aneh, yaitu menjadi penyair. Bukan sebagai pengusaha. Makanya kehidupannya juga sangat sederhana. Ketika saya ke rumahnya, maka gambaran sebagai orang yang sangat sederhana tertata dengan jelas. Di rumahnya hanya ada sepeda motor yang biasa digunakan setiap hari. Perabot rumahnya juga sangat sederhana. Tidak ada tanda sedikitpun dia memiliki harta yang berlebihan.

Meskipun demikian, setiap hari raya idul Fitri dia siapkan pemberian kepada orang-orang yang tidak punya. Dia melaksanakan ajaran zakat. Jadi meskipun dia beragama Budha, akan tetapi tidak mengurangi kecintaan dan kasih sayangnya kepada siapa saja. Bahkan di akhir-akhir hayatnya dia juga sering keluar masuk pesantren untuk memperkenalkan tentang dunia kepenyairan.

Selamat bepergian jauh Lan Fang, saya yakin banyak amalmu yang memperoleh perkenan Tuhan. Amin.

Categories: Opini