DARI SYDNEY KE CANBERRA
Perjalanan dari Sydney ke Canberra memang cukup jauh. Perjalanan dengan bus selama tiga jam. Saya mengalami perjalanan panjang tersebut dalam seminggu terakhir ini. Pertama dari Sydney ke Canberra untuk pertemuan di UC dengan Vice Chancellor dan timnya dan kemudian dari Canberra ke Sydney untuk bertemu dengan Prof. Julia Howell di Western Sydney University.
Dalam perjalanan pertama dengan Bus Murrys, maka pengemudinya adalah seorang perempuan yang usianya kira-kira 40 tahunan. Dia kemudikan bus tersebut non stop dari Sydney ke Canberra. Hebatnya ternyata tanpa pembantu. Semuanya dikerjakan sendiri. Mulai dari mengangkat barang milik penumpang sampai menurunkannya. Kiranya menjadi tradisi bahwa pengemudi kendaraan umum di Australia tanpa pembantu atau di Indonesia dikenal dengan kernet atau kenek. Demikian pula ketika kembali ke Sydney, maka gilirannya pengemudinya adalah lelaki. Maka dia juga tanpa pembantu atau semua dikerjakan sendiri.
Ketika saya melihat ada seorang perempuan menjadi pengemudi bus transportasi antar kota, maka saya berpikir inilah bentuk dari kesetaraan jender. Perkara mengemudi bus bukanlah perkara lelaki atau perempuan, akan tetapi perkara tangan dan kemampuan. Jika perempuan memiliki kemampuan untuk mengemudi bus, maka dia juga memiliki kesempatan untuk menjadi sopir. Jadi perkara menjadi sopir bus adalah pilihan rasional yang bisa dilakukan oleh siapa saja.
Sepanjang perjalanan ini tidaklah dijumpai perumahan penduduk. Sepanjang perjalanan adalah hutan dan daerah lapang yang di dalam banyak hal digunakan sebagai lahan peternakan. Ada peternakan sapi dan domba. Sapi dan domba tersebut dibiarkan hidup secara bebas dan hanya dibatasi dengan kawat yang dijadikan sebagai pagarnya. Sepanjang mata memandang hanyalah lahan peternakan atau hutan-hutan yang terjaga dari kerusakan oleh tangan manusia.
Pohon-pohon yang matipun mengering begitu saja dan tidak dipotong atau dibakar. Berbeda dengan Indonesia yang hutannya ditebang habis-habisan, maka di Australia semuanya dibiarkan tanpa dirusak. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Australia tidak menggunakan kayu sebagai bahan bakar memasak atau lainnya. Untuk memasak sudah digunakan alat-alat elektronik yang sangat mencukupi. Itulah sebabnya hutan tidak menjadi rusak untuk kepentingan manusia. Hutan dijaga kelestariannya.
Mungkin juga ada penebangan yang dilakukan, akan tetapi hal itu dilakukan untuk kepentingan industri, pertanian atau peternakan. Saya kira untuk kepentingan peternakan juga dilakukan penebangan hutan, akan tetapi jelas ada kepentingan ekonomi yang jelas.
Sepanjang jalan Sydney ke Canberra, semuanya adalah jalan bebas hambatan dan satu jalur. Jadi berkendaraan di sini juga nyaman. Jalannya sudah didesain dengan sangat memadai. Sopir juga mentaati peraturan di jalan dengan maksimal. Bus umum hampir tidak pernah melaju di atas 80 kilo meter perjam. Di atas itu maka bunyi alarm akan didengarnya. Selain itu juga terdapat alat monitor yang berupa camera yang beroperasi selama 24 jam. Jadi kalau ada yang ngebut di jalan melampaui kapasitas kecepatan berkendaraan, maka akan dikenai tilang. Bagi yang kelupaan tidak memakai sabuk pengaman, maka akan dikenai denda 285 dollar Australia. Hampir tiga juta rupiah. Penumpang bus juga harus menggunakan sabuk pengaman. Ketika kendaraan akan berangkat, maka sopir akan memberikan pengumuman tentang apa saja yang harus dilakukan ketika sedang berada di atas kendaraan. Termasuk juga memakai sabuk pengaman tersebut.
Disebabkan oleh kepatuhan terhadap hukum lalu lintas ini, maka juga sangat mungkin kecelakaan lalu lintas sangat kecil. Jika ada kecelakaan, maka yang sangat mungkin adalah karena sopirnya mabuk. Maklumlah di negeri ini memang orang harus memilih, termasuk memilih menjadi pemabuk atau tidak. Oleh karena itu negara memberikan pilihan dan yang menyalahi aturan, maka akan dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Suatu ketika Indonesia juga harus menjadikan masyarakatnya untuk mematuhi hukum, sebab hanya dengan kepatuhan pada hukum, maka keteraturan sosial akan dihasilkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.