MENGEMBANGKAN EKONOMI PESANTREN
Saya mengalami hal yang unik pada Jum’at yang lalu (02/12/2011). Saya diminta oleh Pemkab Sumenep untuk memberikan ceramah dalam Forum Silaturrahmi Ulama dan Umara di Hotel Utami Sumekar Sumenep. Saya sudah mempersiapkan materi yang saya anggap relevan di dalam forum itu, ialah “Sinergi UIama dan Umara dalam menegakkan Islam Moderat”. Saya akui bahwa saya sedang berazam untuk mengembangkan pemikiran di seputar isu Islam moderat ini. Saya bersemangat untuk membuat power point di seputar persoalan tersebut.
Betapa saya terkejut bahwa materi yang sesungguhnya harus saya sampaikan di dalam forum itu sebagaimana surat yang diberikan kepada saya adalah bertema “Pengembangan Ekonomi Rakyat Berbasis Pesantren”. Hal itu saya ketahui ketika moderator menyampaikan prakata di dalam acara tersebut. Untunglah bahwa saya memiliki banyak referensi tentang relasi antara masyarakat, pesantren dan ekonomi rakyat. Jadilah hari itu, saya memberikan presentasi sebagaimana topik yang sudah diancangkan oleh Pemkab Sumenep.
Saya membagi tiga hal di dalam ceramah saya ini. Pertama adalah tentang tantangan ekonomi global. Basis ekonomi global yang sedang terjadi sekarang adalah ekonomi liberal yang beranak pinak dengan materialisme, kapitalisme, konsumerisme dan sebagainya. Ekonomi liberal yang berbasis pada prinsip pasar bersaing bebas, menjadikan pasar sebagai penguasa ekonomi. Pasarlah yang menentukan terhadap semua transaksi yang di dalam semua aspek kehidupan ekonomi. Melalui prinsip ini, maka jurang yang kaya dengan yang miskin menjadi semakin menganga sebab yang kecil tidak akan pernah mampu bersaing dengan yang besar dalam banyak hal. Belum lagi materialism yang kemudian menjadikan dunia hanya digunakan untuk mengejar keuntungan materi dan menihilkan spiritualitas yang menjadi dasar bagi kehidupan yang bahagia.
Oleh karena itu, akhir-akhir ini semakin banyak ekonom yang berpikir bahwa tujuan dari seluruh kegiatan ekonomi bukanlah untuk mencari sebesar-besar kesejahteraan berbasis materi akan tetapi untuk memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kekayaan materi, akan tetapi yang lain, yaitu spiritualitas. Ada banyak orang kaya yang tidak bahagia, karena untuk makan saja harus dibatasi karena sakit yang diderita. Apalah artinya kekayaan, jika untuk makan saja harus berpantang banyak hal. Islam mengajarkan bahwa kebahagiaan itu bukan hanya di dunia sekarang ini akan tetapi juga di akherat kelak, saidun fiddaraini, saidun fid dunya wa saidun fil akhirat.
Dunia sekarang ini sedang di dalam keadaan “sekarat” dengan sistem ekonomi liberal ini. Terbukti bahwa dunia barat sedang berada di dalam krisis ekonomi dan hal itu tentu akan bisa membawa kepada krisis global, jika tidak bisa memanej perkembangan ekonomi yang sedang berada di dalam nuansa krisis ini. Makanya muncullah pemikiran untuk mempertahankan sistem kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang masih hebat, “How Capitalism Save Us”.
Kedua, tantangan pengembangan ekonomi Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa problem Indonesia terkait dengan ekonomi tentu tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan ekonomi global. Artinya, bahwa ada saling ketergantungan. Indonesia dewasa ini juga berkembang lebih jelas ke sistem ekonomi liberal atau mungkin neoliberal. Gerakan privatisasi yang tidak bisa dihentikan adalah salah satu buktinya. Jika di Cuba terjadi nasionalisasi perusahaan asing, maka di Indonesia justru gencar mengembangkan privatisasi. Kemudian juga impor barang secara bebas. Coba bayangkan bagaimana negara dengan pantai terbesar di dunia dengan hasil garam yang melimpah harus mengimpor garam dari negara lain. Bahkan gula dan kentang pun diimpor. Sebagai negara agraris, maka Indonesia juga penghasil kentang dengan kualitas yang baik. Akan tetapi harus mengimpor kentang dari Cina karena perdagangan bebas. Jadi negara tidak bisa melindungi warganya untuk hidup sejahtera dengan menjual barang produksinya. Ada daging impor, apel impor, anggur impor dan seterusnya yang semuanya bisa merusak produk dalam negeri. Sungguh aneh bin ajaib.
Ketiga, mengembangkan ekonomi pesantren tentu bukan barang baru. Semenjak tahun 1980-an, maka melalui Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), dunia pesantren memperoleh tambahan fungsi baru. Selama ini pesantren dikenal memiliki fungsi sebagai sumber pengetahuan keislaman dan sumber spiritualitas Islam. Dan peran ini telah dimainkan semenjak pesantren menjadi institusi sosial yang berpengaruh di negeri ini. Tetapi kemudian memperoleh sentuhan baru, yaitu sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Maka banyak pesantren yang dijadikan sebagai uji coba untuk program pemberdayaan masyarakat. Kita kenal beberapa pesantren, misalnya Pesantren Darul Falah, Pesantren Pabelan, Pesantren Kajen, Pesantren Langitan, Pesantren An-Nuqayah dan sebagainya yang dijadikan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Hiruk pikuk pemberdayaan masyarakat kemudian menjadi luar biasa di dunia pesantren.
Kemudian di era 2000-an, pesantren memperoleh tambahan fungsi baru lagi yaitu sebagai pusat pengembangan ekonomi kerakyatan. Maka muncullah pesantren dengan ciri khasnya mengembangkan koperasi, seperti pesantren Sidogiri, dan lainnya. Hal ini menandai bahwa dunia pesantren sesungguhnya tidak sepi dari inovasi yang terus menerus dilakukan. Dan hal ini juga menandakan bahwa dunia pesantren memiliki respon yang sangat tinggi terhadap perubahan zaman. Jadi, sesungguhnya pesantren adalah lembaga sosial dan pendidikan yang dapat menjadi pilar pemberdayaan masyarakat terutama di era yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.