• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PROBLEM INTERNAL PTAIN

Sebagaimana sudah saya tulis kemarin, bahwa ada dua problem Kemenag sebagai penyelenggara pendidikan terutama dalam kaitannya dengan kemendiknasbud, yaitu problem kewenangan dan regulasi. Keduanya saling terkait.
Sekarang saya ingin mengungkapkan tentang problem internal yang harus diselesaikan oleh PTAIN. Problem tersebut kami bagi menjadi dua, yaitu problem administratif dan akademis. Keduanya saling terkait dan membutuhkan.
Dari sisi administratif, maka yang dihadapi adalah tentang kelengkapan administratif untuk akreditasi pendidikan tinggi atau akreditasi program studi. Di dalam kenyataannya, maka masih banyak prodi di PTAIN yang belum terakreditasi. Ada tiga hal yang menyebabkan ketidakakreditasian prodi tersebut, yaitu prodi tersebut masih baru memperoleh izin operasional. Kemudian, pemenuhan persyaratan untuk akreditasi belum terpenuhi. Lalu, ada prodi yang tidak bisa terakreditasi karena izin operasionalnya habis dan belum mendapatkan pembaharuan izin operasional.
Akreditasi PT adalah ukuran minimal bagi standardisasi kualitas PT. Artinya, bahwa untuk mengetahui apakah sebuah prodi itu berkualitas atau tidak sangat tergantung pada apakah prodi tersebut terakreditasi ataukah tidak. Jadi akreditasi adakah standar minimal kualitas prodi.
Adapun persyaratan akademis agar sebuah prodi terakreditasi adalah pemenuhan standar akademis, seperti dosen, PBM, standar sarana dan prasarana, dan sebagainya. Kelengkapan semua ini adalah persyaratan akademis yang harus dilengkapi oleh PT. Jika tidak, maka tentu akan berakibat ketidakakreditasian prodi dimaksud.
Selain itu juga tentang persyaratan administrasi untuk pengangkatan guru besar. Semenjak adanya sertifikasi dosen, maka proses administratif dan akademis, maka menjadi semakin berat. Di antara kerumitan administratif dan akademis tersebut adalah tentang persyaratan jurnal internasional. Selain itu juga persyaratan makalah internasional. Tampaknya, sekarang ada pengetatan yang luar biasa tentang persyaratan untuk menjadi guru besar. Disadari atau tidak bahwa untuk menjadi guru besar memang tidak mudah.
Sebagai contoh di University of Malaya, untuk menjadi guru besar, maka harus ada external reviewer yang dilakukan oleh guru besar yang relevan dari PT luar negeri. Saya menjadi salah satu tim external review untuk guru besar di Pengajian Dakwah dan Pengembangan SDM. Untuk menjadi guru besar, maka harus ada beberapa naskah yang diterbitkan oleh jurnal internasional dan juga makalah internasional.
Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah tentang pengembangan prodi agama. Kenyataannya bahwa prodi agama memang memiliki keterbatasan. Artinya tingkat aksesibilitasnya memang terbatas. Sebagai ilmu murni, maka daya tarik prodi agama memang terbatas, sehingga upaya untuk mendongkrak peminat juga sulit. Sebagai ilmu murni, maka harus ada pemihakan agar prodi agama tetap hidup dan berkembang. Itulah sebabnya diperlukan program ekselensi untuk pengembangan prodi dimaksud.
Bukan hal yang mudah untuk pengembangan ekselensi program studi agama. Diperlukan banyak variabel untuk hal ini, misalnya keberadaan dosen yang ekselen, PBM yang ekselen, sarana dan prasarana ekselen dan sebagainya. Untuk memperoleh dosen yang ekselen, maka juga dibutuhkan persyaratan yang tidak ringan. Di antaranya adalah dosen yang bergelar doktor dengan kualifikasi yang memadai. Kemampuan akademisnya teruji dan memiliki relevansi dengan program pembelajarannya.
Dengan demikian, agar PT dapat mengatasi problemnya itu, maka harus ada upaya yang maksimal untuk mengatasinya. Di dalam hal ini tentu sangat tergantung kepada keberpihakan pimpinan PT untuk mengembangkannya
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini