• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBACA PROBLEM PTAIN

Salah satu agenda pertemuan pimpinan PTAIN di IAIN Ambon adalah temu wicara dengan Dirjen Pendidikan Islam yang dilaksanakn di Hotel Swiss Belhotel, Ahad, 20/11/2011. Acara ini memang sengaja dilakukan denban memanfaatkan kehadiran para Rektor UIN, IAIN dan Ketua STAIN didalam acara Perkemahan Wirakarya PTAIN 2011.
Saya tentu bersyukur sebab Prof. Dr. Mohamad Ali, MA (Dirjen Pendidikan Islam) mempersilahkan saya untuk duduk di depan berdampingan dengan Direktur Pendidikan Tinggi Islam (Prof. Dr. Dede Rosyada, MA) dan Rektor IAIN Ambon (Prof. Dr. Dedy Djubaedi, MAg). Saya dipersilahkan untuk berada di depan dalam kapasitas sebagai Ketua Forum Pimpinan PTAIN seluruh Indonesia. Kesempatan yang sangat baik tentu saja untuk meneguhkan lembaga baru di kalangan PTAIN ini.
Menurut saya bahwa ada dua problem yang terkait dengan posisi Kementerian Agama sebagai pengelola pendidikan. Pertama, adalah problem otoritas atau kewenangan. Sebagai penyelenggaran pendidikan, maka status Kementerian Agama tentu bersentuhan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ada otoritas yang menjadi kewenangan kementerian ini yang tidak bisa dipengaruhi oleh lainnya. Kewenangan tersebut tentu saja bersumber dari payung regulasi yang sudah ada. Di antara yang sangat jelas adalah tentang kewenangan penyelenggaraan pendidikan “umum” yang kewenangannya berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pendidikan lainnya yang bisa saja berada di kementerian lain.
Pengkaplingan inilah yang hingga sekarang menjadi acuan di dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara kelembagaan dan bukan akademis, maka masih kental adanya pandangan pendidikan umum dan agama atau pendidikan umum dan khusus. Secara akademis, memang terdapat upaya yang luar biasa untuk semakin mendekatkan jarak di antara dua kutub ilmu umum dan agama ini. Ada beberapa konsep misalnya integrasi ilmu, misalnya: integrated twin towers, pohon ilmu, jaring laba-laba dan sebagainya.
Akan tetapi secara kelembagaan tetap saja ada pengkaplingan, yaitu ilmu agama di Kementerian Agama dan ilmu umum di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Problem kewenangan inilah yang sering memasung terhadap pengembangan kelembagaan terutana bagi PTAIN yang akan mengembangkan prodi baru yang menjadi wewenang kementerian Dikbud. Jadi, problemnya bukan akademis akan tetapi lebih pada kewenangan penyelenggaraan pendidikan.
Kedua, adalah problem aturan yang mendasari penyelenggaran pendidikan. Di dalam aturan tersebut, maka institusi yang memiliki kewenangan untuk meyelenggarakan pendidikan adalah kementerian pendidikan dan kebudayaan. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan adalah wewenang kemendiknasbud. Kementerian lain adalah hanya memiliki wider mandate saja. Yaitu mandat yang lebih luas untuk menyelenggarakan pendidikan. Karena hanya memperoleh mandat, maka tentu sangat tergantung kepada yang memberi mandat. Dengan bahasa yang lugas, maka bisa diberi persentase seberapapun tergantung kepada kemendiknasbud. Demikian pula tentang pengangkatan guru besar dan sebagainya.
Sebagai contoh, tentang pengangkatan guru besar, maka kewenangan pengangkatan guru besar adalah wewenang kementerian pendidikan dan kebudayaan, sehingga wewenang kementerain agama adalah hanya mengajukan pengangkatan guru besar tersebut kepada menteri pendidikan dan kebudayaan. Sehingga yang menentukannya adalah mendiknasbud. Jadi, jika semua persyaratannya sudah terpenuhi tentu tidak ada alasan untuk menolaknya. Hanya saja, bahwa persyaratannya memang semakin berat. Misalnya untuk perpanjangan pasca 65 tahun, maka ada persyaratan harus memiliki karya akademis yang diterbitkan di jurnal internasional atau makalah internasional yang dihadiri oleh lima negara sebagai pesertanya.
Memang harus dipahami bahwa ada kewenangan yang tidak dapat direduksi oleh institusi pemerintahan sebab memang harus demikian sesuai dengan aturannya, sehingga mau tidak mau juga harus mengikutinya. Dan kewenangan tersebut memang sesuai dengan aturan yang mendasarinya. Jika demikian halnya, maka para dosen di PTAIN juga harus mengikuti aturan tersebut sesuai dengan kapasitasnya.
Dua problem ini yang sekarang ingin dicari solusinya, melalui penerbitan Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Hanya saja bahwa RUU PT ini ternyata masih alot untuk diselesaikan sebab masih banyak tarikan kepentingan yang belum terakomodasi.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini