PAHLAWAN DAN PEMIMPIN
Peringatan Hari Pahlawan memang sudah berlalu. Tanggal 10 Nopember adalah Hari Pahlawan yang hingga sekarang dan bahkan sampai kapanpun akan tetap diperingati oleh bangsa Indonesia. Di seluruh pelosok negeri juga dilaksanakan upacara penting ini. Suasana heroik biasanya juga mewarnai upacara yang dianggap sebagai hari monumental bagi bagi bangsa Indonesia untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia.
Pahlawan adalah orang yang dianggap memiliki sumbangsih bagi perjalanan republik ini dalam berbagai bidangnya. Makanya dikenal ada pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan pembangunan, bahkan juga ada pahlawan devisa dan palawan tanpa tanda jasa. Dua yang terakhir tentu saja adalah gelar yang diberikan kepada sekelompok orang atau individu yang melakukan perbuatan untuk membantu atau melakukan sesuatu yang dianggap menguntungkan. Guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan TKI yang bekerja di luar negeri dianggap sebagai pahlawan devisa.
Apa pun sebutannya, yang penting seorang pahlawan adalah orang yang pernah memberikan jasa yang besar bagi bangsa dan negara. Di antara yang jelas kriterianya adalah mengenai pahlawan kemerdekaan dan pahlawan revolusi. Pahlawan kemerdekaan tentu saja adalah orang yang mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan memerdekakan bangsa Indonesia. Meskipun tetap ada kontroversi, akan tetapi indikator dan ukurannya relatif jelas. Demikian pula pahlawan revolusi juga jelas siapa orangnya dan apa kontribusinya bagi bangsa dan negara Indonesia.
Yang agak rumit adalah tentang pahlawan pembangunan. Kerumitannya adalah untuk menentukan indikator dan kontribusinya bagi bangsa dan negara. Apakah yang akan dianggap sebagai pahlawan adalah presiden, menteri, kepala lembaga atau lainnya. Aau bahkan masyarakat yang mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negara. Makanya sejauh yang sudah dilakukan adalah menyebut Bapak Pembangunan dan hal itu disematkan kepada Presiden Soeharto.
Di dalam banyak hal, pahlawan identik dengan heroisme. Pahlawan adalah hero. Makanya pahlawan haruslah orang yang hidup dalam nuansa heroisme. Seperti dalam perebutan kemerdekaan, perebutan kekuasaan yang dimenangkan. Orang yang memiliki peran besar lalu bisa disebut sebagai pahlawan. Itulah sebabnya pengakuan terhadap kepahlawanan Soeharto dan Gus Dur masih tertunda sebab memang ukurannya yang belum jelas benar.
Jika di era Orde Lama, maka pemberian gelar pahlawan tentu lebih banyak dikaitkan dengan gelar kepahlawanan kemerdekaan. Artinya orang yang diberi gelar pahlawan adalah orang yang berjasa bagi kemerdekaan bangsanya. Kemudian di era Orde Baru juga dikaitkan dengan sumbangannya bagi nusa dan bangsa.
Pemberian gelar pahlawan adalah merupakan sebuah pengakuan tentang peran seseorang dalam kaitannya dengan negara bangsa. Jadi pengakuan kepahlawanan bukan hanya kebanggaan bagi keluarga, akan tetapi juga bagi masyarakat Indonesia. Jadi sesungguhnya gelar kepahlawanan merupakan gelar tentang pengakuan masyarakat dan bangsa untuk orang yang memiliki peran besar bagi bangsanya.
Hanya saja terkadang kepahlawanan juga dikaitkan dengan persoalan politik. Artinya bahwa dimensi politiknya juga menonjol. Seseorang akan bisa memperoleh pengakuan sebagai pahlawan jika secara politik menguntungkan terhadap rezim yang berkuasa. Oleh karena itu, orang yang menjadi lawan politik jangan pernah berharap untuk memperoleh pengakuan sebagai pahlawan.
Akan tetapi yang sesungguhnya diperlukan oleh bangsa ini adalah pemimpin bangsa yang memiliki empat sifat utama sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, yaitu siddiq, amanah, tablig dan fathonah. Bangsa yang sedang membangun butuh kepemimpinan yang memang memiliki sifat seperti itu. Hanya melalui kepemimpinan yang memiliki sifat jujur, terpercaya, transparan dan berkecerdasan yang komprehensif saja, maka bangsa ini akan menapaki jalan yang benar di dalam membangun bangsanya.
Kita butuh pemimpin yang berjiwa pahlawan yaitu pemimpin yang merelakan jiwa dan raganya untuk kemajuan Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.