Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMAKNAI SUMPAH PEMUDA

Saya memang terlambat menulis tentang Sumpah Pemuda. Padahal saya mengikuti upacara yang diselenggarakan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan pakaian khusus, hitam putih. Tentu saja ini dilakukan terkait dengan keberadaan saya sebagai peserta Diklatpim Tingkat I di lembaga tersebut.
Ada sebuah pertanyaan menarik yang saya baca di Kompas, 29/10/20111, bahwa apakah sumpah pemuda masih memiliki makna di tengah gejolak banyaknya anak muda yang sekarang cenderung permisif dan fragmatis ini. Pertanyaan ini sangat penting mengingat bahwa sejarah bagi sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang tidak boleh dilupakan. Jasmerah begitu Soekarno menyatakannya di tengah gejolak politik yang sedang berkecamuk kala itu. Jangan melupakan sejarah adalah sebuah panduan di dalam kehidupan masyarakat bangsa yang tengah berada di era transisi menjadi negara modern dan tetap harus berpijak pada tradisi bangsa di masa lalu. Orang sering kali menjadikan Jepang sebagai contoh negara modern yang tetap berpegang pada tradisi yang adiluhung.
Saya ingin mengapresiasi tulisan Prof. Sarlito Wirawan Sarwono (Kompas, 29/10/2011)tentang Generasi Melupakan Sejarah. Meskipun tulisan itu pendek, sebab kolomnya terbatas, namun tulisan yang pendek tersebut ternyata membawa impak yang sangat baik. Menurut pengamatan Prof. Sarlito Wirawan Sarwono bahwa generasi sekarang banyak yang melupakan sejarah. Bahkan bukan hanya generasi mudanya saja yang melupakan sejarah, akan tetapi juga para elitnya. Dari pertanyaan apakah bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya, ternyata ada elit politik yang tidak hapal lirik lagu Indonesia Raya tersebut.
Itulah sebabnya bahwa harus ada gerakan untuk kembali kepada sejarah bangsa. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang melupakan sejarah. Ketika kita berubah dari satu fase kepemimpinan nasional ke fase kepemimpinan lainnya, maka semua yang berbau lama kita hancurkan. Seakan yang lama itu semuanya salah dan perlu direformulasi.
Ada kejadian menarik tentunya, setelah terjadi gerakan reformasi, maka semua yang berbau orde baru harus dihapuskan. Pancasila yang selama ini menjadi penyangga kesatuan dan persatuan bangsa, menjadi falsafah bangsa dan menjadi pedoman kehidupan masyarakat nyaris ditinggalkan sebab tema ini menjadi bahasa politik yang dilakukan oleh pemerintahan orde baru.
Selain itu juga Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang hal itu telah menjadi keputusan MPR untuk menjadi arah bagi pembangunan nasional, maka di era itu GBHN pun juga harus dihilangkan. Tetapi kita bersyukur akhirnya bahwa kemudian muncul Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), yang berlaku sesuai dengan situasi sekarang. Istilah GBHN memang bisa diubah menjadi apa saja, sebab yang penting bahwa pembangunan harus memiliki arah dan fokus yang jelas dan mau di bawa kemana bangsa ini.
Dengan demikian, setiap bangsa harus menjadikan sejarah bangsanya sebagai bagian tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa. Mesti dijadikan sejarah bangsa tersebut sebagai landasan untuk menjemput kemajuan di masa yang akan datang. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi sejarah bangsanya.
Sumpah Pemuda adalah sejarah bangsa. Sebagai sejarah bangsa, maka keberadaannya sangat tergantung kepada bagaimana bangsa ini mengapresiasi sejarah Sumpah Pemuda tersebut. Jika kita tidak mengapresiasinya dengan sangat memadai, maka Sumpah Pemuda hanyalah akan menjadi peristiwa tanpa makna.
Sumpah Pemuda adalah peristiwa yang sangat penting di dalam kehidupan bangsa dan negara ini. Bagaimanapun keberadaan Sumpah Pemuda adalah awal kesadaran akan pentingnya membangun satu bangsa, bahasa dan bahasa yaitu Indonesia. Momentum inilah yang akhirnya harus dipahami bahwa keberadaan sejarah bangsa merupakan satu kesatuan historisitas yang tidak boleh dilupakan oleh generasi penerus bangsa. Bagi kita bahwa kemajuan atau kemoderenan tidak harus dengan cara meninggalkan apa yang sudah menjadi tradisi yang bernilai baik.
Di dalam Islam ada kaidah, al muhafadlatu ala al qadim al shalih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah. Jadi, kita tetap menjaga tradisi terdahulu yang baik, dan mengambil sesuatu yang lebih baik. Melalui kaidah ini, maka tradisi yang baik akan terus dijadikan sebagai referensi, sementara juga mengambil sesuatu yang sangat baik untuk dijadikan sebagai referensi kehidupan. Ada dinamika proses di dalam kehidupan.
Jadi, memaknai Sumpah Pemuda haruslah dengan cara menjadikannya sebagai referensi tindakan bagi kaum muda untuk menyongsong kehidupan yang akan datang. Cara inilah yang harus dilakukan sebagai bagian penting dari bagaimana kita mengingat sejarah.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini