PENELITI
Koran hari-hari ini ribut tentang peneliti (Kompas, 27/10/2011). Kenapa? Jawabannya adalah karena anggaran penelitian di Indonesia sangat minim. Demikian pula anggaran untuk gaji peneliti juga sangat sedikit. Jika dibandingkan dengan Malaysia, ternyata gaji dan anggaran penelitian di Indonesia sangat sedikit. Itulah sebabnya banyak yang berteriak, bahwa nantinya akan banyak peneliti yang hijrah ke Malaysia. Memang seironis itukah? Jawabannya tentu saja ya.
Anggaran penelitian memang seharusnya besar. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa riset merupakan bagian tidak terpisahkan dari semua bentuk dan pola pengembangan pembangunan. Tanpa riset yang kuat, maka jangan berharap akan memunculkan ketepatan pembangunan bagi masyarakat. Negara yang tanpa riset akan berjalan tanpa arah.
Sesungguhnya lembaga pemerintah yang berfokus pada riset sudah sangat banyak. Ada kementerian khusus yang membidangi mengenai riset, yaitu Kementerian riset dan teknologi. Kementerian ini menjadi sangat berwibawa di tangan BJ Habibie. Ketika beliau menjadi menteri di kementerian ini, maka profil kementerian ini menjadi luar biasa karena bisa menyelenggarakan riset untuk kepentingan teknologi tinggi. Eksperimen tentang pembuatan pesawat terbang, dan rekayasa teknologi di dalam berbagai bidang yang sangat menonjol.
Tentu bukannya sekarang profile kementerian ini menurun, akan tetapi karena fokusnya yang lebih luas sehingga terkesan kurang menukik pada persoalan khusus yang membawa imaje yang mengagumkan. Kesan ini tentu saja muncul sebab kementerian ini memang tidak tampak menonjol di dalam percaturan riset nasional maupun internasional.
Dan di masing-masing kementerian juga terdapat research and development dengan tugasnya adalah untuk memberikan pertimbangan kebijakan bagi pemerintah di dalam melahirkan kebijakan-kebijakan yang relevan dengan tuntutan masyarakat. Kemudian di setiap provinsi juga terdapat Dewan Riset Daerah, selain juga Dewan Riset Nasional. Jika dikalkulasi, maka cukup banyak institusi yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan penelitian.
Banyak yang menduga bahwa rendahnya minat untuk melakukan penelitian di Indonesia meskipun lembaganya banyak adalah karena persoalan anggaran. Banyaknya anggaran di dalam perspektif ini ternyata memiliki korelasi dengan kualitas dan kuantitas penelitian. Di Malaysia sebagaimana yang banyak diungkap di media, memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan penelitian.
Menurut informasi bahwa melalui anggaran yang berjibun di Malaysia ini, maka dikhawatirkan bahwa kelak akan banyak peneliti Indonesia yang akan hijrah ke Malaysia. Bukan sesuatu yang mustahil. Penelitian yang baik tentu harus terkait dengan kekuatan anggaran yang memadai. Sayangnya bahwa gaji dan biaya penelitian di Indonesia ternyata tidak relevan dengan kebutuhan yang mendasar.
Gaji profesor riset ternyata tidak lebih dari lima juta rupiah perbulan. Bandingkan dengan menjadi profesor riset di Malaysia yang mencapai angka 40,2 juta rupiah perbulan. Makanya, banyak profesor riset yang mengeluh tentang kecilnya gaji yang mereka terima. Tidak cukup untuk menyekolahkan anak, begitulah kira-kira ungkapan dan jeritan peneliti yang memang bergaji kecil tersebut.
Jika kondisi ini akan terus terjadi, maka dikhawatirkan bahwa ke depan akan banyak peneliti yang pindah ke negara tetangga dengan alasan ekonomi. Makanya, sudah saatnya jika pemerintah memberikan perhatian kepada para peneliti, baik dari sisi gaji maupun anggaran penelitian. Negara yang maju dipastikan karena research and development di negara tersebut maju pesat. Jadi, Indonesia juga harus belajar dalam hal ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.