• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

POLITIK DAN PUBLIC TRUST

Hasil survei yang dipublis oleh Kompas tentang kepercayaan public terhadap politisi sungguh membuat hati terasa perih, sebab ternyata kepercayaan public terhadap politisi semakin rendah dari masa ke masa. Dengan topic yang provokatif, Kompas, 03/10/2011, membuat judul “Citra Positif Politikus Makin Hancur” maka dipaparkan data sebagai berikut: berdasarkan hasil jajak pendapat Lingkar Surevei Indonesia (LSI), citra politikus di mata masyarakat melorot drastic, yaitu 23,4 persen. Terjadi penurunan sebesar 20 persen disbanding sebelumnya.

Sebanyak 51,3 persen menyatakan kinerja politisi buruk dan sebanyak 22,1 persen tidak menjawab. Data tentu enggambarkan bahwa mayoritas tidak mutlak menyatakan bahwa kinerja para politisi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Masyarakat tentu berharap bahwa wakil yang dipilihnya memberikan performance kinerja yang sangat baik, sehingga akan menghasilkan keputusan-keputusan politik, anggaran dan pembangunan yang sangat memadai. Akan tetapi kenyataannya justru terjadi sebaliknya.

Di antara yang menurunkan kepercayaan public terhadap kinerja politisi adalah tentang semakin menguatnya korupsi yang dilakukan di lembaga public ini. Bukankah tayangan berbagai media menggambarkan tentang bebagai macam cara untuk melakukan penyelewengan anggaran pembangunan yang dilakukan secara sistemik di berbagai aspek pembangunan dan melibatkan peran penting para politisi. Makanya, sorotan yang bertubi-tubi dari berbagai kalangan ini tentu menjadi variable penyebab penting di dalam penurunan citra kaum politisi.

Berdasarkan penuturan Kompas, yang mengutip Ardian Sopa, Koordinator survey LSI, bahwa citra semakin buruknya para politisi disebabkan oleh perilaku koruptif yang dilakukan di lembaga legislative maupun eksekutif  sebagai kepala daerah yang juga berasal dari kaum politisi. Memang harus diakui bahwa pemberitaan besar-besar tentang kasus Badan Anggaran terkait dengan dugaan korupsi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyumbang besar terhadap menurunnya citra politisi dimaksud.

Sebagai wakil rakyat, memang seharusnya para anggota DPR di mana saja berada harus menampilkan citra positif yang ditentukan oleh berbagai tindakan politiknya itu. Oleh masyarakat mereka tentu dipilih dengan keyakinan –meskipun minim—bahwa mereka akan menjadi articulator kepentingan politiknya. Sehingga ketika mereka dipilih, maka harapan yang menyembul adalah mereka akan memberikan solusi bagi pembangunan Indonesia.

Kita tentu berkeyakinan bahwa masih ada anggota DPR atau kaum politisi yang menjunjung etika politik. Pasti masih ada meskipun sebagian kecil, kira-kira 20 persen, anggota DPR yang memiliki konsern bagi pemberdayaan masyarakat untuk mengantarkannya pada kesejahteraan bersama. Dan melalui mereka sesungguhnya harapan tersebut digantungkan.

Di dalam kenyataannya, memang politisi belum bisa menjadi harapan artikulasi kepentingan politik bagi pemilihnya. Jika dirunut, maka penyebabnya adalah system politik yang memang masih carut marut. Di dalam system pemilihan legislative, maka proses rekruitmen yang dilakukan tidaklah melalui system rekruitmen yang berbasis kompetisi internal. Siapa yang kuat secara ekonominya maka dialah yang akan memenangkan proses rekruitmen. Selain itu, juga terdapat problem politik uang yang selalu menyeruak di dalam kehidupan politik Indonesia.

Politik uang ini memang sulit diendus meskipun baunya kemana-mana. Kenyataannya bahwa politik uang adalah rahasia umum. Semua politisi dan masyarakat mengetahui adanya politik uang ini, dan di dalam kerangka memperoleh pendanaan untuk pagelaran politik, maka salah satu cara ialah dengan melakukan negosiasi dengan berbagai kalangan. Salah satunya ialah para pejabat atau pengusaha. Jadi, jika kemudian sekarang  diramaikan  tentang Badan Anggaran atau lainnya maka hal ini adalah konsekuensi logis dari semua tindakan politik uang tersebut.

Akan tetapi sebaiknya kita juga harus menahan diri tentang dugaan ini, sebab jangan sampai kita memvonis sesuatu yang kita sendiri sesungguhnya belum jelas. Jadi, sebaiknya kita serahkan kepada yang berwajib untuk mengurai dan menentukan hasil akhirnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini