• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TERORISME BELUM BERAKHIR?

 Ketika saya membaca tulisan Nur Kholik Ridwan tentang  “Regenerasi NII, Membedah Jaringan Islam Jihadi di Indonesia,” di mana tulisan tersebut diangkat dari laporan International Crisis Group (ICG) tentang meningkatnya gerakan fundamentalisme agama di Indonesia, saya sampai pada suatu kesimpulan awal bahwa gerakan fundamentalisme Islam telah memiliki kekuatan laten yang kuat yang sewaktu-waktu bisa seperti api dalam sekam, yang jika ada momentum yang tepat maka akan menjadi api yang besar. Kesimpulan awal ini tentunya bukan tanpa bukti empiris, sekurang-kurangnya prediksi empiris bahwa Islam fundamentalis semakin memiliki keberanian untuk mengekspresikan gerakannya dalam negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). misalnya melalui konferensi, diskusi, tulisan dan bahkan deklarasi secara terbuka.

Ide tentang Negara Islam Indonesia (NII) tidak akan pernah mati. Bahkan seperti yang dinyatakan oleh Nasir Abbas dalam wawancara di televisi bahwa para penganut konsepsi Negara Islam Indonesia (NII) hingga hari ini beranggapan bahwa NKRI telah menjajah negaranya. Karena konsepsi penjajahan tersebut, maka Islam yang telah menjadi ideologi tersebut akan terus diperjuangkan secara maksimal dan tanpa lelah.

Menurut Nurkholik, bahwa  masih banyak tokoh di Indonesia yang merupakan eksponen NII yang terus berjuang baik secara terbuka maupun laten untuk memperjuangkan NII. Setelah Sekarmaji Marijan Kartosoewiryo meninggal, maka tidak berarti bahwa gerakan NII lantas mati. Pelanjutnya kemudian berpencar tetapi dalam satu ideologi NII yang sama-sama  membentuk berbagai jaringan organisasi yang dikenal dengan nama Jamaah Islamiyah (JI) yang terkenal dengan gerakan Islam kerasnya. Meskipun di dalamnya terdapat faksi-faksi namun secara ideologis mereka tetap sama yaitu keinginan yang kuat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.

Gerakan pembentukan negara Islam yang ramai dibicarakan dewasa ini tentu bukan satu faksi saja akan tetapi sudah berkelit kelindan dengan gerakan-gerakan ideologi trans-nasional yang juga berkembang pesat, seperti HTI, Ikhwanul Muslimin, MMI dan sebagainya. Jadi meskipun secara ideologis agak berbeda, yang satu transplanted dan satunya lokal akan tetapi secara ideologis bertemu dalam hal pembentukan negara Islam dengan khilafah dan penerapan syariat Islam secara kaffah.

Sayangnya di dalam faksi ini terdapat gerakan Islam yang sangat radikal dengan menghalalkan segala cara untuk menempuhnya. Gerakan inilah yang dikenal dengan gerakan terorisme. Penafsiran tentang Jihad yang berarti perang melawan kaum kafir dan menghancurkan semua kepentingan kaum kafir adalah sebuah contoh tentang tafsir kebencian yang luar biasa mendalam.

Persoalannya mengapa Indonesia yang dijadikan target untuk tindakan terorisme? Maka penjelasannya adalah bahwa mereka tidak mengenal batas teritorial tentang Indonesia atau negara lain, sebab gerakan ini adalah gerakan ideologi trans-nasional yang memiliki keyakinan bahwa hanya ada satu khilafah di dunia ini. Dan di dalam keyakinannya bahwa yang mampu menggerakkannya hanyalah kelompoknya saja. Indonesia dijadikan target terorisme karena menurut anggapannya bahwa di sinilah kemungkinan terbesar gerakan Islam seperti tafsirannya bisa dilaksanakan.

Dengan demikian, terbunuhnya Dr. Azhari tidak menyurutkan niatnya untuk menjadikan Indonesia sebagai medan teror. Makanya terbunuhnya Noordin M Top juga tidak akan mengecilkan nyalinya untuk tidak melawan musuh-musuhnya yang dianggap telah berlaku dzalim terhadapnya. Jadi secara pasti akan memunculkan tokoh baru yang bisa jadi akan seganas Dr. Azhari dan Noordin. Bisa saja mereka adalah orang yang selama ini sudah berada di dalam lingkaran dalam Noordin, misalnya Syaifuddin atau lainnya, akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan masuknya orang di luar lingkaran tetapi memiliki kesamaan ideologi dengan Noordin.

Jadi aparat keamanan dan masyarakat yang masih mencintai Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Repulik Indonesia mesti harus tetap waspada bahwa gerakan teror hanya akan mati suri dan akan kembali hidup ketika momen memang memungkinkannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini