DINAMIKA SISTEM KELEMBAGAAN NEGARA DAN PEMERINTAH
Menurut Prof. Dr. Miftah Thoha, bahwa perkembangan sistem kelembagaan negara dan pemerintah merupakan perkembangan yang agak memprihatinkan. Tampaknya ada stagnasi di dalam perkembangan mengenai topik yang dibicarakan ini, terbukti bahwa sudah sekian lama reformasi birokrasi dicanangkan, akan tetapi tidak ada perkembangan yang membanggakan. Bahkan banyak alumni yang dilahirkan dari pendidikan dan pelatihan seperti ini, akan tetapi ternyata perubahan yang signifikan tidak didapatkan.
Lembaga yang berada di eksekutif ternyata belum bekerja secara baik di negeri ini, terutama yang terkait dengan otonomi dan desentralisasi. Masih ada masalah yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintah yang ternyata belum terimplementasikan secara memadai sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden ternyata tidak menampilkan performance kinerja yang memadai, padahal system penganggaran sudah dibenahi. Banyak lembaga pemerintahan yang dibentuk, misalnya berbagai lembaga komisioner, badan dan seterusnya. Dari kajian tentang penyelenggaraan pemerintahan di kemenag, kemendiknas, kemendagri, ternyata jumlah pegawai dan strukturnya masih sangat banyak. Depdagri memiliki tujuh dirjen, sekjen dan lima deputi. Kemendiknas ada sebanyak tiga badan sedangkan dahulu hanya satu badan. Mestinya struktur kecil dengan banyak fungsi. Misalnya dirjen pendidikan dasar dengan segala direkturnya dan seterusnya harus diubah. Akibatnya jika strukturnya banyak, maka anggaran dan pegawainya banyak. Dan hal ini adalah beban bagi pemerintah untuk menganggarkannya.
Ada persoalan yaitu remunerasi dan moratorium, yang menyisakan masalah. Misalnya harus ada penambahan pegawai. Untuk ini, maka harus ada analisis yang dilakukan untuk membaca tentang berapa kebutuhan pegawai dan tanggungjawab kerja yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu moratorium dan pensiun dini itu tidak akan terjadi jika ada seleksi yang ketat mengenai pegawai.
Lembaga kementerian dan non kementerian juga tidak jelas. Apa bedanya LAN dan Menpan. Misalnya harus ada kejelasan tentahg LAN sebagai sumber kajian professional, maka hasil kajian tersebut dapat menjadi kebijakan menteri. Makanya, di Menpan seharusnya tidak ada lembaga kajian yang bisa overlap dengan LAN, sebab keduanya memiliki tupoksi yang sama. Di zaman Soekarno dan Soeharto terdapat lembaga non depertemen yang diisi oleh orang professional. Sedangkan di kementerian diisi oleh politisi, sehingga ada balance di dalam pemberian informasi kepada presiden, dan dapat menghasilkan keputusan yang seimbang. Di masa Soeharto kemudian ada merger antara yang department dan non departemen, sehingga terjadilah overlap yang berlebihan. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan misalnya tidak perlu merangkap jabatan sebagai kepala Bappenas.
Di Indonesia menteri banyak sekali sampai 34 menteri belum wakil menteri, sedangkan di Amerika hanya terdapat sebanyak 15 kementerian, di Korea Selatan 13 Kementerian, Malaysia 18 Kementerian, Australia 28 Kementerian. Untuk menentukan lembaga kementerian dan lembaga pemerintah non Departemen (LPND) di masa lalu diisi oleh PNS yang professional, akan tetapi di era Gus Dur dibuatlah aturan yang memberikan kesempatan bagi orang non PNS untuk menjadi kepala LPND.
Khusus mengenai reformasi, maka ada tiga hal yang seharusnya direformasi yaitu lembaganya, sistem yang dipakai dan manajemen SDM-nya. Di dalam banyak hal, SDM itu sesuai dengan lembaganya. Perilakunya juga sama dengan perilaku lembaganya. Selain itu, sistem demokrasi dan otonomi daerah juga belum jelas. Mestinya harus ada aturan tentang undang-undang kepegawaian. Karena ditunggu tidak ada kabarnya dari pemerintah, maka DPR merancang Undang-Undang Kepegawaian. Maka dirumuskanlah revisi UU Kepegawaian untuk tujuan mereformasi kepegawaian. Di masa lalu, dilakukan juga revisi tentang UU Kepegawaian yaitu UU kepegawaian Nomor 43 tahun 1999 Untuk merevisi UU No 8 tahun 1974 tentang kepegawaian yang merupakan tinggalan Presiden Soeharto. UU Kepegawaian hanya mengatur orang yang bekerja di pemerintah, sedangkan profesionalitasnya belum diundangkan. Itulah sebabnya dibuatlah Undang-Undang Aparat Sipil Negara yang dibuat dengan rencana agar ada kejelasan profesi pegawai negeri. RUU ini sudah disahkan oleh DPR dan sekarang sudah ditangan pemerintah untuk dicarikan DIM-nya.
Tetapi nampaknya pemerintah kurang setuju terhadap RUU ini, sebab pemerintah inginnya adalah revisi dan bukan merumuskan UU baru. Jika ini yang kemudian dipilih, maka ada tiga Undang-undang yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan jiwa yang berbeda-beda. Yaitu ada semangat yang berbeda dengan tiga UU tersebut. Nanti juga akan terdapat kesulitan untuk menerapkannya.
Jadi yang lebih baik adalah dengan merumuskan UU Kepegawaian baru sehingga akan dapat memenuhi profesionalitas pegawai negeri yang sementara ini dikeluhkan sebab hanya sebanyak 60 persen PNS yang dianggap professional.
Wallahu a’lam bi al shawab.