NASIONALISME KEPEMIMPINAN
Saya memperoleh pencerahan yang luar biasa dari Prof. Dr. Sri Edi Swasono dalam acara perkuliahan di Diklatpim Tingkat I, 21/09/2011. Ini adalah pertemuan saya yang ketiga dengan beliau di dalam acara seminar, yaitu pada acara di UIN Makasar, kemudian acara Forum Intelektual Indonesia (FII) di Surabaya dan sekarang pada acara Diklatpim Tingkat I di Jakarta.
Sebagaimana yang saya lihat dalam tiga kali pertemuan tersebut, maka kesan yang mendalam bahwa beliau adalah orang yang memiliki komitmen yang luar biasa di dalam semangat nasionalisme dan Pancasilaisme yang sangat kental. Seperti biasanya, beliau selalu berbicara dengan gayanya yang khas meledak-ledak, terutama jika berbicara tentang ekonomi kerakyatan.
Saya tidak tahu apakah karena beliau orang Jawa, sehingga salah satu konsep yang dijadikan sebagai pijakan tentang kepemimpinan adalah konsep Hasta Brata yang sangat khas Jawa. Akan tetapi menyimak uraian beliau, maka saya memahami bahwa konsep tersebut bukan hanya untuk orang Jawa, akan tetapi ternyata memiliki cakupan yang universal.
Hasta Brata adalah konsep kepemimpinan yang dinisbahkan dengan fenomena alam, yaitu matahari, bulan, bintang, angin, air, samudera, bumi dan api. Matahari atau enabling leader adalah pemimpin dengan wataknya yang memberikan transparansi, energi hidup dan penerangan, memberikan pencerahan dan kecerdasan hidup, memberdayakan atau memberikan pemberdayaan.
Bulan atau team leader building yaitu memberikan makna harmoni, menumbuhkan kerukunan dan kerja sama, memberikan ketentraman batin, ketenangan dan keindahan paripurna. Bintang atau visioning dan master leader, yaitu memberi makna kejelasan mata angin. Pemimpin harus tahu arah ke depan di dalam membawa bangsa dan rakyatnya. Udara atau soul-mate leader, yaitu pemimpin yang berwatak seperti udara ada di mana-mana, sehingga semua orang terasa berada bersamanya, sehingga sebagai seorang pemimpin harus terasa hadir di setiap saat.
Air atau democratic leader, yaitu pemimpin harus menjadi pedoman bertindak yang adil, air selalu waterpass, tidak miring ke kiri atau ke kanan, artinya tidak ada anak tiri atau anak emas, air juga melambangkan kepemimpinan yang emansipatif. Samudra atau creative, wise and desicive leader, yaitu samudra adalah ketangguhan seorang pemimpin, tidak surut ketika ditimba dan tidak meluap ketika diguyur air, artinya seorang pemimpin tidak akan kehabisan kemampuannya untuk memberikan petunjuk secara terus menerus. Akan tetapi samudra bisa menggelora jika terkait dengan martabat.
Kemudian bumi atau prosperity leader, yaitu bumi adalah simbol ketiadaan dendam, senantiasa pemaaf, betapapun diinjak-injak akan tetapi tetap memberi penghidupan. Dan terakhir adalah api atau justice and lawfull leader, yaitu pemimpin harus seperti api, mampu menghukum yang salah tanpa pandang bulu. Melahap apapun yang ada di depannya jika memang perlu dilahap, akan tetapi juga menjadi sahabat yang baik dan menghidupkan.
Pemimpin memang menjadi kata kunci di dalam pembangunan bangsa. Setiap pemimpin memiliki kelebihan dan kelemahannya. Soekarno, misalnya sangat dikenal sebagai pemimpin yang mampu menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka dan memiliki kewibawaan di mata internasional. Beliau adalah orang yang selalu berpikir tentang kesatuan dan persatuan bangsa dalam koridor P.ancasila dan UUD 1945. Makanya ketika Megawati kampanye untuk pemilihan Presiden RI menyatakan bahwa prestasinya yang penting di dalam memimpin Indonesia adalah melakukan amandemen UUD 1945, maka Sri Edi Swasono menyatakan, bahwa jangan-jangan Pak Karno menangis di alam kubur, sebab yang memperjuangkan UUD 1945 secara konsekuen adalah Presiden Soekarno.
Presiden Soeharto juga memiliki kehebatan yang tidak dimiliki oleh pemimpin lainnya, yaitu ketegasan. Ketika Pronk, dari IGGI datang ke Timor Leste tanpa seijin pemerintah Indonesia dan kemudian mengadakan jumpa pers dengan menjelekkan Indonesia di mata dunia internasional, maka beliau nyatakan bubarkan IGGI. Beliau yang mendirikannya dan yang membubarkannya. Rupanya, harga diri sebagai bangsa Indonesia jauh lebih penting dari uang atau apapun. Dulu ketika Soeharto menjadi presiden, maka Malaysia tidak akan berani berani bertindak macam-macam. Pak Harto baru melihat ke daratan Malaysia, maka Malaysia sudah keder.
Indonesia memang memiliki UUD yang sangat baik, hanya saja kemudian direduksi ke dalam substansi yang kurang tepat melalui amandemen. Dan melalui amandemen tersebut maka substansi UUD 1945 kemudian bergeser. Misalnya masuknya HAM versi barat. Apa yang ada di HAM atau human right kemudian diadopsi begitu saja di dalam batang tubuh UUD 1945.
Kemudian yang lebih celaka lagi adalah ketika ekonomi berasas kekeluargaan kemudian diperluas ke dalam ekonomi liberal melalui privatisasi. Akhirnya, Indosat pun harus jatuh ke tangan asing, Krakatau Steel juga jatuh ke tangan asing dan sebagainya. Yang membeli Indosat adalah Qatar sebuah negara yang hanya berpenduduk 800 ribu jiwa akan tetapi menikmati pelanggan Indosat 80 juta orang.
Oleh karena itu yang dibutuhkan sekarang adalah seorang pemimpin yang memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, sebab dengan melalui kepemimpinan dengan visi nasionalisme yang benar saja maka problem bangsa ini akan dapat diselesaikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.